jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyebut pembiayaan politik di Indonesia harus dipikirkan bersama sebagai upaya mencegah aksi korupsi, setelah kandidat terpilih dalam sebuah kontestasi.
Fahri mengatakan itu saat menjadi pembicara dalam program acara Your Money Your Vote bertajuk Uang Haram di Pusaran Pemilu 2024, Sabtu (27/5).
BACA JUGA: FPMI Dorong Keterwakilan Anak Muda di Pemerintahan dan Tolak Biaya Politik Mahal
Mulanya, mantan Wakil Ketua DPR RI itu menyebut ongkos seseorang bisa terpilih menjadi legislator DPR RI sekitar Rp 5 miliar sampai Rp 15 miliar.
"Biaya seseorang mendapat kursi di DPR RI saja butuh dana keseluruhan sebesar Rp 5 miliar sampai Rp 15 miliar" ungkap Fahri dalam keterangan pers DPN Gelora, Minggu (28/5).
BACA JUGA: Biaya Politik Mahal Bukan Alasan untuk Korupsi
Dia mengatakan ongkos besar untuk seseorang agar terpilih dalam pesta demokrasi menjadi lazim karena dana digunakan untuk keperluan logistik.
Dari situ, Fahri merasa tidak heran apabila belakangan anggota DPR RI yang terpilih berasal dari orang dengan kekuatan finansial.
BACA JUGA: Fahri Hamzah Bilang Cuma Prabowo Capres yang Ikut Pengaderan
"Tentu ada orang-orang kaya yang merem saja dia (memang, red). Enggak perlu ke daerah pemilihannya, dia (orang kaya, red) cuma kirim truk logistik, dia kirim uang, dia kirim segala macam," kata dia.
Fahri, bahkan menyebut ongkos seseorang berkontestasi sebagai calon presiden (capres) sudah gila-gilaan, karena dibutuhkan dana sedikitnya Rp 5 triliun.
Sebagai contoh, dia mengungkapkan ongkos yang diperlukan dalam pemilihan gubernur (pilgub) mencapai puluhan hingga ratusan miliar dan tergantung besar kecil provinsi.
Menurut Fahri, uang besar dalam pemilihan presiden atau gubernur biasanya bukan berasal dari uang pribadi, melainkan dikumpulkan dari donatur.
Ujungnya, kata dia, donatur bakal memiliki kekuatan ketika pemerintahan berencana membuat kebijakan tertentu.
Fahri lantas mengingatkan semua pihak bisa menyoroti pendanaan dalam kontestasi politik di Indonesia agar tidak terjadi potensi korupsi.
"Harus dipikirkan secara serius bagaimana caranya membiayai yang mahal di dalam demokrasi ini, supaya biaya mahal itu justru tidak menjadi sumber korupsi," kata dia.
Fahri mengungkapkan ada tiga cara pembiayaan kontestasi politik, yakni 100 persen diurus negara, sepenuhnya diongkosi pasar atau fully by market, dan sistem hibrida.
Menurutnya, pembiayaan politik 100 persen oleh negara tengah dirancang Parlemen Malaysia, karena mereka khawatir sosok di daftar hitam menyusup sebagai donatur dalam pemilu.
Dia melanjutkan pembiayaan politik dari pasar terjadi di Amerika Serikat, tetapi ada regulasi yang sangat ketat diberlakukan agar dana pemilu tidak jatuh kepada pembiayaan pribadi.
"Sedang pembiayaan dengan sistem hibrida, sepertinya Indonesia mau memakai ini, tetapi regulasinya itu tidak ketat sehingga terjadi pelibatan uang ilegal di dalam pemilu," dia menegaskan. (ast/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fahri Hamzah Sebut Akuntabilitas Politik Rusak Jika Sistem Proporsional Tertutup Diterapkan
Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Aristo Setiawan