jpnn.com, JAKARTA - Pemilihan umum (pemilu) serentak masih menyisakan berbagai persoalan. Pemilihan presiden dan legislatif yang digelar bersamaan untuk pertama kalinya dalam sejarah demokrasi Indonesia dianggap tidak cukup ampuh untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi sebelumnya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, ada berbagai efek buruk pemilu serentak yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya oleh kalangan yang ingin menyederhanakan atau menyamakan waktu pileg dan pilpres.
BACA JUGA: Peringatan Fahri buat Caleg Memble Hadapi Metode Sainte Lague
BACA JUGA: Pesan Penting Hary Tanoe untuk Caleg Perindo Lampung
Fahri menyebut efek buruk itu adalah biaya pemilu tidak berkurang. Pileg pun jadi tidak relevan. “Jadi, sekarang ini akan terpilih wakil rakyat yang kurang selektif, karena semua perhatian publik tertuju kepada capres, bukan caleg,” kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (5/4).
BACA JUGA: Massa Siapa Paling Banyak dalam Kampanye Jokowi di Cirebon?
Padahal, sambung Fahri, presiden maupun anggota legislastif sebenarnya menguasai kamar berbeda yang sama pentingnya. Presiden sebagai pelaksana pembangunan. Anggota legislatif sebagai pengawas pemerintahan. “Harusnya sama-sama penting, tetapi karena dipilihnya bersamaan, akhrinya saya kira (pileg) tidak mendapat perhatian,” ungkap mantan aktivis mahasiswa itu.
BACA JUGA: Survei LSI Denny JA Ungkap Penyebab Elektabilitas PSI Jeblok
BACA JUGA: Ogah Bohongi Hati Nurani, Caleg Partai Demokrat Dukung Jokowi-Maruf
Karena itu, Fahri menyatakan, harus ada koreksi ihwal pemilu serentak ini. Dia mengakui, usulannya sedikit radikal yakni sebaiknya anggota DPR dipilih dengan metode sistem distrik. Ini akan memperkecil dapil. Intensitas caleg bertemu dengan konstituennya semakin kuat. “Itu yang menyebabkan anggota DPR mengakar di dapilnya,” ujar Fahri.
Setelah mengakar, maka fungsi sebagai anggota DPR semakin definitif. Terutama fungsi terhadap dapilnya. Dia menegaskan, ketika nanti bupati terpilih, bisa menagih kepada anggota DPR untuk memerhatikan dan menyuarakan kepentingan masyarakat serta daerah, baik itu dalam bentuk bidang legislasi, anggaran maupun pengawasan.
“Saya kira pilegnya harus dibikin sistem distrik. Misalnya, distriknya sebesar bupati, jadi yang dipilih bupati dan anggota DPR itu kira-kira sama besar dapilnya,” katanya.
BACA JUGA: Logistik untuk Sumatera Ternyata Nyasar di NTT
Fahri menilai sekarang ini bisa dilihat secara kasat mata bahwa pemilu serentak ini gagal, terutama dari sisi pilegnya. Menurut Fahri, unsur kegagalan itu juga bisa jadi karena arrangement dari KPU-nya yang terlalu banyak kosong.
"Misalnya hampir delapan bulan masa kampanye, pileg tidak pernah diaktifkan. Sehingga ketika masuk masa kampanye intensif, orang jadi fokus kepada pilpres," kata dia. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berkampanye Pakai Hoodie dan Bersarung, Kiai Maruf Semangati Pendukung
Redaktur & Reporter : Boy