jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai elektabilitas Presiden Joko Widodo alias Jokowi berantakan pascaterbongkarnya kasus suap yang menjerat anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso.
KPK menduga duit suap dikumpulkan Bowo untuk melakukan serangan fajar pada Pemilu 2019.
BACA JUGA: Erick Thohir Tegaskan TKN Jokowi Tak Terkait Duit Serangan Fajar Bowo Golkar
"Ini berantakan, kan. Masyarakat sederhana saja mikirnya, "oh begini ternyata, duit kita dipakai untuk money politic"," kata Fahri di gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/3).
BACA JUGA : Fahri Hamzah Sarankan Prabowo Umumkan Semua Calon Menteri
BACA JUGA: Fahri Hamzah Sarankan Prabowo Umumkan Semua Calon Menteri
Politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu mengatakan kejadian ini tentu membuat masyarakat menjadi marah. Dia pun heran bahwa kenapa amplop-amplop berisi uang yang disita KPK itu tidak dibuka saja.
Menurut Fahri, ada rumor yang menyebut di dalam amplop itu ada gambar calon tertentu. "Amplop itu katanya ada nama calon tertentu, ada gambar calon tertentu. Itu jadi, masalah pokoknya, kalau tidak transparan akan repot," katanya.
BACA JUGA: Bowo Sidik Disebut Gunakan Duit Suap untuk Serangan Fajar, Golkar Membela Diri
Fahri lantas menyoroti kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tanpa pengawasan. Dia menilai pengawasan terhadap BUMN tahun ini adalah yang terburuk.
"Saya terus terang ya ada kecemasan soal penggunaan BUMN, karena BUMN kita sekarang ada 150-an, dan BUMN kita di periode ini terburuk pengawasannya," katanya.
BACA JUGA : Fahri Hamzah Peringatkan Aparat Netral Jelang 27 Hari Pemilu
Menurut dia, terlebih lagi sejak Menteri BUMN Rini Soemarno sejak awal periode 2014-2019 tidak dibolehkan datang ke DPR atas usulan Pansus Pelindo II.
"Seharusnya melalaui Pansus Pelindo II, dan rekomendasi paripurna (DPR), Pak Jokowi itu harus mengganti menteri BUMN, tetapi alih-alih mengganti eh malah Pak Jokowi membiarkan menteri BUMN tidak datang ke DPR," paparnya.
BACA JUGA : Fahri Hamzah Masuk Daftar Saksi Meringankan Ratna Sarumpaet
Nah, kata Fahri, pada akhirnya satu dari banyak kementerian itu tidak diawasi. "Itu yang saya bilang, karena tidak diawasi akhirnya pejabat-pejabat itu punya masalah," katanya.
Bisa dibayangkan, kata Fahri, Pansus Pelindo II itu memberikan rekomendasi sekitar 2016 awal. "Ini sudah hampir tiga tahun tidak diawasi dan itu yang terjadi sekarang," ungkap Fahri. (Boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pupuk Indonesia: OTT KPK Bukan Terkait Distribusi Pupuk
Redaktur & Reporter : Boy