jpnn.com, JAKARTA - Baru-baru ini, International Monetary Fund (IMF) meminta Indonesia menghapus atau mencabut kebijakan hilirisasi pengelolaan sumber daya alam khususnya bijih nikel.
Kalangan pengusaha menilai sikap tersebut sebagai bentuk intervensi terhadap kedaulatan Indonesia.
BACA JUGA: Investasi Nikel di Konawe Utara Harus Tetap Kondusif
“Terlalu jauh IMF mencampuri urusan domestik Indonesia. Mestinya, IMF menghormati kebijakan nasional Indonesia terkait hilirisasi pengelolaan nikel yaitu terpusat di dalam negeri,” kata Muhammad Fajar Hasan, salah satu pengusaha muda dari Sulawesi Tenggara, Senin (3/7), kepada wartawan.
Lanjut Fajar, program hilirisasi pengelolaan nikel di dalam negeri, bagian dari rencana jangka panjang kebangkitan ekonomi Indonesia 2045. Bangsa ini harus melompat lebih tinggi menjadi kekuatan ekonomi dunia 2045.
BACA JUGA: Bola Panas Ekspor Nikel Ilegal, Mulyanto Minta Semua Pihak Diusut Tuntas
Harus dimulai dari sekarang, agar kandungan sumber daya alam Ibu Pertiwi membawa nilai manfaat bagi bangsa.
Selama ini, bijih nikel Indonesia yang diekspor ke luar negeri tidak memberi efek domino dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya bagi daerah-daerah penghasil minerba, dan justru merusak ekosistem ekologis.
BACA JUGA: Ada Protes Warga, Hambat PSN Smelter Nikel CNI Group
“Dengan adanya program hilirisasi, negara dan daerah mendapatkan manfaat melimpah. Misalnya, serapan tenaga kerja, pajak daerah, menciptakan pengusaha baru dan menggerakan ekonomi lokal. Di bidang lingkungan, korporasi yang terlibat dalam program hilirisasi, tanggung jawab pemulihan ekologisnya lebih terkontrol," ujar bakal Caleg DPR RI Dapil Sultra itu.
Menurut Pengurus Badan Hubungan Legislatif Kadin Indonesia ini, pemerintah Indonesia harus lebih keras mengingatkan IMF, agar tidak terlalu jauh mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Sebagai negara berdaulat, negara lain atau badan-badan internasional, harus menghormati kepentingan dalam negeri Indonesia.
“Pernyataan IMF tersebut dapat dimaknai sebagai dikte yang mengancam kedaulatan ekonomi kita. Inikan bagian rentetan infiltrasi yang tak terpisah, karena sementara ini kita sedang berhadapan dengan Uni Eropa di WTO, kita kalah dan kita banding. Tiba-tiba muncul pernyataan IMF, meminta Indonesia menghapus program hilirisasi," ujarnya
Dia pun mencurigai adanya skenario untuk melemahkan posisi Indonesia pada forum banding WTO.
Padahal, lanjut dia, beberapa kali pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa pemurnian nikel di dalam negeri lebih besar manfaatnya untuk Indonesia ketimbang mengekspor bijih.
"Misalnya, baru saja Harita Grup di Maluku Utara melakukan ekspor sulfat nikel hasil pemurnian, manfaatnya sudah terasa di dalam negeri,” tutur kader PDIP itu.
Sementara itu, Wakil Bendahara Umum ICMI Pusat ini menegaskan, bahwa alasan IMF, karena program hilirisasi pengelolan nikel di Indonesia berdampak ke wilayah lain.
IMF tidak menjelaskan secara terperinci, apakah wilayah lain dimaksud adalah negara lain. Jadi sekali lagi, bahwa penghentian ekspor nikel, tidak mengganggu rantai pasok nikel secara global. Penghasil nikel bukan hanya Indonesia, tetapi Filipina, Australia, Cina, Russia, Brasil, dll.
“Indonesia berhak melindungi kepentingan nasionalnya, mengelola secara mandiri nikelnya. Negara lain pun tidak dilarang berinvestasi di Indonesia dalam program hilirisasi pengelolaan nikel melalui mekanisme B to B atau G to G. Mayoritas smelter kita, terkoneksi dengan investasi asing," tutupnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif