jpnn.com, JAKARTA - M. Nur Zamzam, alumni Unri (Universitas Riau) yang ditangkap Densus 88, diduga mampu membuat bom hasil dari belajar otodidak.
Dugaan ini setelah ditemukan buku dan video tata cara pembuatan bom dalam penggerebekan terhadap Zamzam. Dua saksi yang ditangkap bersama Zamzam diduga kuat mengetahui rencana aksi teror.
BACA JUGA: Setyo Wasisto: Polri Bebas Keluar Masuk Kampus
Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan bahwa pendalaman dilakukan untuk mengetahui dari mana tersangka mengetahui tata cara pembuatan bom. Memang sudah ada beberapa bukti berupa video dan buku terkait pembuatan bom. ”Namun, masih didalami. Ada pula video terkait ISIS,” ungkapnya.
”Yang juga baru diduga kuat bukan hanya tersangka yang terlibat,” ungkapnya. Dua saksi rekan Zamzam yang juga ditangkap, yakni Rio Bima Wijaya dan Saputra diduga kuat mengetahui rencana aksi teror yang akan dilakukan oleh Zamzam.
BACA JUGA: Siapa Penyokong Dana Terduga Teroris Eks Mahasiswa Unri?
Namun, penyidik Densus 88 Antiteror perlu untuk memenuhi barang bukti lainnya, bila akan menjerat kedua saksi sebagai tersangka. ”Kalau sudah dapat barang bukti lain, kami bisa tingkatkan statusnya,” paparnya.
Menurutnya, bulan Ramadan memberikan semangat bagi Polri untuk bisa lebih kuat menekan dan mengantisipasi adanya aksi teror. Polri berupaya agar hari raya Idulfitri menjadi aman dan nyaman untuk masyarakat Indonesia. ”Maka, jalan yang ditempuh saat ini semua Densus 88 Antiteror terus bergerak,” terangnya.
BACA JUGA: Terkait Kasus di Unri, Terduga Teroris Ditangkap di Lampung
Zamzam memasok bom pada pelaku penyerangan Polda Riau, apakah sudah diketahui dari mana asal biaya pembuatan bom tersebut? Setyo menjelaskan bahwa soal dana itu masih ditelusuri, namun memang ditemukan koneksi digital antara tersangka, pelaku penyerangan Polda Riau dan seseorang lainnya.
”Tim Densus 88 Antiteror ini bercabang-cabang, ada yang melakukan scientific identification bidang anggaran juga,” tuturnya.
Soal pemilihan kampus sebagai tempat menyembunyikan bahan peledak, dia menjelaskan bahwa pelaku mengaku merasa aman bila menyimpan di kampus. ”Jangankan alumni, siapa saja bisa masuk ke kampus itu kok,” terang jenderal berbintang dua tersebut.
Dia menjelaskan, bahan peledak dan zat kimia itu tidak hanya ditemukan di laboratorium kampus. Namun juga ditemukan di luar laboratorium. ”Lingkungan kampus lah,” paparnya.
Namun begitu, sebenarnya penyimpanan bahan peledak di kampus itu bukan karena kampusnya. Namun, adanya oknum alumni kampus tersebut. ”Oknumnya yang melakukan, kampusnya sama sekali tidak terhubung” jelasnya.
Menurutnya, kondisi penemuan bahan peledak di kamus yang dibikin alumni kampus ini menjadi wake up call bagi semuanya. Masyarakat harus bersatu padu untuk mempersempit ruang gerak teroris, baik dari civitas akademis hingga semua elemen. ”Ini perlu menjadi perhatian kita semua,” paparnya. (idr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saat Densus 88 Bersenjata Datang, Mahasiswa Berhamburan
Redaktur & Reporter : Soetomo