Fakta soal Stunting, Bisa Jadi Ancaman Besar, Waspada!

Rabu, 28 Juli 2021 – 13:26 WIB
Stunting tidak hanya membawa dampak negatif pada hidup anak Indonesia, tetapi juga menyimpan bahaya besar bagi Indonesia. Ilustrasi anak: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Stunting tidak hanya membawa dampak negatif pada hidup anak Indonesia, tetapi juga menyimpan bahaya besar bagi Indonesia.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arumdriya Murwani mengatakan stunting bisa berbahaya bagi potensi bonus demografi negeri berpenduduk terbesar keempat di dunia ini.

BACA JUGA: Mensos Risma Ajak Masyarakat Tangani Korban Bencana Alam hingga Stunting

Menurut dia, penting bagi pemerintah untuk memastikan pemenuhan gizi anak sedini mungkin demi pertumbuhan yang baik.

Stunting, terjadi ketika anak mengalami kekurangan asupan gizi dalam waktu yang lama dan menerus. Kemudian akan menghambat pertumbuhan fisik dan mental anak.

BACA JUGA: Dampak Bonus Demografi Bisa Diantisipasi Lewat Konsep Pengurangan Bahaya

"Tinggi badan anak stunting biasanya lebih pendek dari rata-rata tinggi anak seusianya. Tidak hanya berdampak pada fisik, kecerdasan anak stunting biasanya juga tidak lebih baik daripada anak yang tidak mengalami stunting dan cenderung lebih mudah mengalami masalah kesehatan,” ujarnya.

Menukil laporan 2021 State of Food Security and Nutrition in the World, Arumdriya memperkirakan stunting di Indonesia mencapai 31,8 persen pada 2020.

BACA JUGA: Guru Agama Lega Bisa Mendaftar PPPK 2021, Sekarang Fokus Belajar dan Berharap Bonus Nilai

Hal ini diperparah dengan anggapan stunting sebagai sesuatu yang wajar dan dikaitkan dengan genetika orang tua, bukan dengan malnutrisi, sehingga cenderung diabaikan.

"Kekurangan mikronutrien penting, seperti yang berasal dari protein hewani, dapat menurunkan mutu pola makan dan menimbulkan risiko malnutrisi dan stunting pada anak-anak," beber dia.

Berdasarkan studi Mertens & Peñalvo di 2021, lanjut Arumdriya, memperlihatkan malnutrisi juga membawa risiko penurunan imun, dan meningkatkan kerawanan balita, anak-anak, remaja dan usia lanjut selama pandemi Covid-19.

"Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab utama tidak terpenuhinya nutrisi," katanya.

Arumdriya menjelaskan studi World Food Program pada 2017, menemukan bahwa rerata biaya bulanan pemenuhan makanan bergizi satu keluarga Indonesia senilai Rp 1.191.883.

Sedangkan survei pengeluaran konsumsi rumah tangga Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2020 memperlihatkan rerata pengeluaran pangan bulanan rumah tangga hanya Rp 603.236.

Oleh karena itu, satu yang bisa dilakukan adalah mendorong terwujudnya harga pangan yang terjangkau di seluruh Indonesia. Keterjangkauan sangat penting untuk diperhatikan karena percuma saja ada makanan bernutrisi kalau tidak bisa dijangkau oleh masyarakat

"Di sinilah peran harga pangan menjadi penting untuk diperhatikan pemerintah. Penurunan harga dapat dicapai dengan meningkatkan ketersediaan barang di pasar," tegas Arumdriya. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler