jpnn.com, PONOROGO - Masalah gaji guru tidak tetap (GTT) alias honorer nonkategori harus segera dicarikan solusi. Persoalan itu dicuatkan mantan Kepala Cabdindik Jatim Wilayah Ponorogo Bambang Supriyadi kala pembahasan Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten Ponorogo, Selasa lalu (19/3).
Bambang yang juga pengurus di PGRI setempat berharap pemkab bisa ikut mengurai persoalan upah yang laik bagi para pendidik tersebut.
BACA JUGA: Isu Kiamat Sudah Dekat Membawa Berkah bagi Penduduk Desa, Kok Bisa?
‘’Bagi GTT nonkategori, surat tugas bupati belum cukup. Mereka belum bisa memperoleh tunjangan yang lebih laik,’’ ujar Bambang kepada Radar Ponorogo (Jawa Pos Group).
Di Ponorogo, sejauh ini GTT nonkategori mengantongi surat tugas dari bupati. Berdasar surat tersebut, pemkab memberi tambahan penghasilan kepada GTT nonkategori sebesar Rp 250 ribu per bulan.
BACA JUGA: Curhat ke Fadli Zon, Honorer K2: Rezim Ini Mungkin Harus Selesai
Bambang mengapresiasi hal tersebut. Namun, perlu ada opsi lain untuk menambah penghasilan para GTT supaya lebih laik lagi.
BACA JUGA: Pemerintah Prioritaskan Guru Honorer K2, GTT Protes
BACA JUGA: Perempuan Bersuami Ngamar dengan Kenalan di FB, Langsung Begituan 7 Kali
Pria yang juga menjabat wakil ketua II PGRI Ponorogo itu mengatakan, GTT nonkategori diharuskan mengikuti pendidikan profesi guru (PPG) sebagai persyaratan memperoleh sertifikasi.
Nah, sertifikasi itu yang kemudian bisa menjadi dasar diberikannya tunjangan penghasilan pegawai (TPP) kepada para GTT. Namun, pemkab belum bisa memberi izin bagi para GTT untuk mengikuti PPG. ‘’Karena dasarnya harus surat keputusan (SK) pengangkatan honorer dari bupati,’’ bebernya.
Bambang juga mengaku telah berkoordinasi dengan BKN terkait opsi penerbitan SK pengangkatan bagi GTT nonkategori.
‘’Setelah kami konsultasi dengan BKN, langkah ini bisa ditempuh. Sertifikasi dari PPG itu legalitas bagi GTT, supaya bisa memperoleh TPP,’’ urai Bambang.
Bupati Ipong Muchlissoni belum yakin akan opsi tersebut. Ipong bahkan mengaku sejak dua tahun yang lalu telah meminta telaah staf dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Hasilnya, tetap sulit menerbitkan payung hukum yang lebih tinggi dari surat tugas.
Sebab, aturan menteri dengan tegas melarang daerah mengangkat GTT. Maka, untuk sementara surat tugaslah yang terbaik.
BACA JUGA: Kasus 6 Honorer Banten Dipecat: Selalu Dilupakan, Saat Pilpres Disuruh Netral
‘’GTT ini ada dan tiada. Faktanya, sejak 2005 GTT direkrut dan selama ini sangat membantu tugas di Ponorogo. Tapi, secara hukum, GTT ini tidak ada,’’ tegasnya.
Menurut Ipong, pemkab sejauh ini telah berupaya semaksimal mungkin dalam memfasilitasi GTT. Bagi Ipong, keberadaan GTT sangat membantu pemkab dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada warga Bumi Reyog. Dia meyakini ada opsi lain yang bisa ditempuh untuk semakin menyejahterakan GTT.
‘’Di satu sisi, juga ada perekrutan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Gelombang pertama 195 khusus tenaga honorer kategori dua (K-2). Gelombang berikutnya, kami harap bisa menjadi solusi bagi GTT,’’ tandasnya. (naz/c1/fin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengakuan Edi Tebas Leher Istri Pakai Gerinda, Ngeri!
Redaktur & Reporter : Soetomo