FAO Dorong Peningkatan Ilmu dan Mekanisasi Pertanian

Selasa, 10 Juli 2018 – 11:41 WIB
Para petani di lahan kering. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Ratno Soetjiptadie selaku Senior Expatriate Tech-cooperation Aspac FAO mengatakan, ilmu dan teknologi petani Indonesia perlu ditingkatkan.

Sebab, selama ini sentuhan teknologi petani masih rendah sehingga produktivitas pangannya dan kesejahteraannya stagnan.

BACA JUGA: Segera Bertemu MenPUPR, Mentan: Harus Ada Solusi Permanen

Dia mencontohkan, petani tidak bisa mengukur Ph tanah atau obat-obatan apa saja yang tidak boleh digunakan. Kemudian petani tidak bisa memilih benih unggul.

Bahkan, lanjutnya, ada petani di Kerawang memberikan pupuk pada tanaman padi hingga satu ton.

BACA JUGA: Banjir, Petani Wajo Rugi Rp 200 Miliar

Petani beranggapan bahwa diberi input satu kg, maka ada kenaikan produksi.

“Akibatnya biaya produksi beras di Indonesia cukup tinggi, dan salah satu kontribusinya dari pembelian pupuk,” kata Retno dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Senin (9/7).

BACA JUGA: Kementan: Indonesia Kembali Ekspor Bawang Merah ke Singapura

Adanya kerusakan tanah terjadi pada areal yang luas dan penggunaan pestisida yang tidak bijak mengancam ketahanan pangan nasional.

Dia memperkirakan, sekitar 69 persen tanah Indonesia dikategorikan rusak parah lantaran penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan.

Menurutnya, ketahanan pangan selama 2015-2080 kangat rentan terhadap perubahan iklim.

“Kita belum punya perencanaan. Kalau butuhnya satu juta ton, mustinya produksi 1,5 juta ton sehingga ada stok 0,5 juta ton," ujarnya.

Ratno mengatakan, biaya produksi beras Indonesia sebesar Rp 5.900 per kilogram, Vietnam Rp 2.300 per kg, Australia Rp 1.800 per kg dan Amerika Serikat Rp 900 per kg.

Dia menakutkan jika tidak ada terobosan teknologi, Indonesia kesulitan mengimbangi pertumbuhan penduduk.

Di sisi lain, kata dia, pemerintah harus menjaga harga guna angka petani tidak menurun.

“Untuk itu, perlu ada program perbaikan tanah secepatnya atau Soil Amendment Programme dengan memperbaiki sifat biologi tanah. Selama ini, kami hanya memperhatikan sifat fisika dan kimia, sementara aspek biologi tidak pernah dipikirkan," kata dia.

Dia juga mengharapkan, kebijakan sektor pertanian harus berkelanjutan. Selama ini, setiap pergantian rezim, maka aturan soal pertanian selalu diubah.

Sementara, Ketua Kompartemen Tanaman Pangan Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Yuana Leksana mengungkapkan, produktivitas jagung meningkat, salah satu kontbusi utama adalah penggunaan teknologi hibrida.

Adapun produktivitas adalah parameter atau refleksi dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian berlanjut mendorong keterlibatan sektor swasta dalam industri benih.

“Keterlibatan industri benih berdampak positif pada rangkaian proses yang sistematis mulai dari kebutuhan pasar, penelitian, produksi benih, pemasaran hingga pendampingan konsumen,” tambahnya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), dalam tiga tahun belakangan produksi padi terus meningkat. Namun, dia menilai, angka produksi jagung masih dapat digenjot.

Di sisi lain, dia menyebutkan, varietas padi Ciherang yang dilepas pada tahun 2000, masih mendominasi 30.44 persen luas tanam padi nasional.

Kementan telah banyak melepas varietas padi setelahnya yang memiliki potensi hasil lebih tinggi. Misalnya varietas padi Mekongga dan Inpari yang ditanam dalam skala luas.

Untuk itu, dia mendorong penggunaan benih padi hibrida. Teknologi sudah diperkenalkan pada tahun 2001 lewat pelepasan varietas dan diseminasi teknologi Kaji Terap, baik oleh Kementan maupun swasta.

“Hibrida sudah terbuki pada jagung karena sekitar 70 persen areal tanam sudah menggunakan hibrida,” jelasnya.

Selain itu, ketersediaan fasilitas penelitian dan produksi benih di dalam negeri, serta kemitraan penangkaran yang terjalin baik untuk benih jagung.

“Padi hibrida menjadi pilihan di banyak negara Asia, misalkan China, India, Pakistan, Bangladesh, Filipina dan Vietnam,” ujar Yuana.

Dia menyebutkan, produktivitas padi hibrida lebih tinggi sekitar 20 sampai 30 persen ketimbang benih biasa. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak, Ini Cara Mencegah Virus Kuning pada Cabai


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler