Fatwa Muhammadiyah Tentang Rokok Dinilai Lebih Haram

Berpotensi Matikan 6 Juta Petani Tembakau

Selasa, 20 Juli 2010 – 18:01 WIB

JAKARTA - Fatwa dari Muhammadiyah yang mengharamkan aktifitas merokok dikritisiBudayawan M Sobari menegaskan, sesungguhnya fatwa itu lebih haram ketimbang aktifitas merokok

BACA JUGA: Korban Tabung Gas Kebanyakan Perempuan



Sobari bahkan menduga fatwa haram dari Muhammadiyah itu tidak terlepas dari gelontoran dana dari perusahaan farmasi
"Fatwa Muhammadiyah yang mengharamkan rokok sesungguhnya lebih haram lagi, karena keluarnya fatwa tersebut diduga setelah (Muhhamadiyah) menerima bayaran sebesar Rp4 miliar dari pengusaha farmasi," kata M Sobari dalam acara bedah buku "Perang Nikotin dan Para Pedagang Obat" karya Wanda Hamilton, di press room DPR, Senayan Jakarta, Selasa (20/7).

Selain menilai fatwa Muhammadiyah itu haram, Sobari juga menilai fatwa tersebut berpotensi untuk mematikan mata pencaharian sedikitnya enam juta petani tembakau di Indonesia

BACA JUGA: MS Kaban: Buka Skandal Century Bukan untuk Barter

"Muhammadiyah sengaja mengharamkan nikotin untuk memampuskan sedikitnya 6 juta petani tembakau," tegas M Sobari, yang juga mantan Pemimpin Redaksi kantor berita 'Antara' era Presiden Gus Dur itu.

Menurutnya, urusan nikotin sesungguhnya murni urusan dagang dan sah menurut ketentuan agama
Persoalan akan menjadi haram ketika satu kelompok pedagang mencekik kelompok pedagang lainnya dengan cara membangun konspirasi

BACA JUGA: Kapuspenkum Dinasehati Agar Tidak Banyak Bicara



Keberanian Muhammadiyah mengeluarkan fatwa soal nikotin itulah yang disinyalir sebagai bagian dari konspirasi karena akan membunuh petani tembakau Indonesia"Argumentasi agama yang mengatakan nikotin haram itu datangnya belakangan," ungkapnya.

Sebuah keputusan yang dibuat sesuai dengan keinginan kelompok tertentu itu secara terang-benderang berulang kali terjadi di Indonesia"Undang-Undang, Peraturan Daerah, bahkan kebijakan, itu syetan semua, karena selalu terkait dengan uang, kepentingan partai politikTidak ada urusan bangsa di situ," imbuh Sobari.

Dia juga mengungkapkan kegelisahannya setelah mencermati prilaku elit penguasa saat ini yang tidak lagi mementingkan urusan bangsa dan negara dalam merespon kehendak asing"Setiap kepentingan asing yang jelas-jelas mendikte Indonesia, selalu dipahami sebagai inovasi bagi IndonesiaPadahal itu jelas-jelas konspirasi dunia untuk mengintervensi Indonesia melalui jalur ekonomi," ulasnya.

Prrihal adanya konspirasi besar pengusaha farmasi dunia untuk memampuskan enam juta petani tembakau Indonesia juga dibenarkan oleh anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Eva Kusuma SundariMenurut Eva, suksesnya konspirasi pengusaha farmasi dalam menggandeng Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari peranan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang secara spekulatif mengemukakan berbagai argumentasi bahwa nikotin merusak manusia

"Kita bisa saksikan jutaan poster yang dikeluarkan IDI bertebaran di mana-mana yang pesannya tembakau adalah penyebab kematian," ujar Eva.

Selain itu, Eva juga memandang DPR sebagai institusi yang lebih aneh lagi karena tanpa mengetahui substansi masalah lalu berpihak kepada pengusaha farmasi"Mestinya DPR itu berpihak kepada kepentingan nasional yang didalamnya terdapat sekitar enam juta petani tembakau Indonesia," tambahnya.

Pendapat senada juga di tegaskan oleh peneliti for Global Justice, Salamuddin DaengMenurut dia, hampir semua UU yang terkait dengan kebutuhan rakyat Indonesia dibuat atas pinjaman asing"Undang-Undang energi, investasi dan pertanian merupakan contoh kongrit dari intervensi asing melalui pinjaman dana," kata Salamuddin Daeng.

Muara dari UU energi, investasi dan pertanian yang dibiayai asing itu hanya satu yakni leluasanya asing untuk mengelola sumberdaya yang ada di Indonesia"Hal itu pun dianggap penting oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena presiden mendapat pujian langsung dari Presiden Amerika yang memuji SBY sebagai presiden yang berhasil dalam mencabut subsidi negara terhadap rakyatnya," ujarnya.

Dalam acara yang sama, pengamat tembakau Gabriel Mahal mengingatkan maraknya isu anti rokok pada saat agenda liberalisasi perdagangan berpotensi merugikan ekonomi dalam negeriAlasannya,  karena isu tersebut ditiup oleh negara-negara yang menjadi pesaing utama Indonesia di bidang ekspor tembakau.

"Isu itu ditiup oleh negara-negara penghasilan tembakau dunia guna mendukung dan memuluskan impor rokok dari luar negeri," tegas Gabriel Mahal(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Batin Tertekan, Jaksa Menangis di PN Tipikor


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler