jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Romo Benny Susetyo menyoroti fenomena buzzer yang terus mengancam kehidupan demokrasi, keberagaman dan kebersamaan sebagai bangsa.
Menurut Romo Benny, fenomena buzzer akan terus terjadi selama pendidikan literasi lemah, pendidikan kritis lemah, dan tidak ada etika dalam hal penggunaan media sosial.
BACA JUGA: Produk AFC Diserang Buzzer, Hotman Paris: Hati-hati Bisa Kena UU ITE, Hentikan atau Masuk Penjara!
“Hal ini terjadi karena salah satunya kesadaran politik etis enggak ada,” tegas Romo Benny saat berbicara dalam diskusi bertajuk “Menyoal Fenomena Buzzer dan Dampaknya” yang digelar Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN), Jakarta, Jumat (12/2/2021).
Pembicara lain dalam diskusi ini adalah aktivis sekaligus pesinetron Dewi Tanjung, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, dan tokoh pers Rikard Bagun.
BACA JUGA: Bang Emrus: Buzzer Mafia Tanah Membolak-balikkan Fakta, Wajib Dilawan
Pada kesempatan itu, Romo Benny mendorong bagaimana buzzer sebagai medium bisa digunakan untuk menjual sebuah ide/gagasan sehingga yang terjadi di ruang publik adalah adu gagasan.
Romo Benny mengingatkan jangan sampai orang-orang yang punya gagasan dan memiliki kemampuan, tidak bisa berperan di dalam ruang publik.
BACA JUGA: Ada Buzzer Terlibat, Kasus Sengketa Tanah di Cakung Dinilai Penuh Rekayasa
Lebih lanjut, Romo Benny berharap para propaganda tidak lagi bicara hal yang negatif, tetapi berbicara hal yang positif, bangsa dan dan negara, kemajemukan, dan keberagaman.
“Kalau bicara buzzer, seharusnya punya komitmen pada masa depan negara, itu di atas segala-galanya,” tegas Romo Benny.
“Kalau ruang demokrasi tanpa gagasan maka muncul pemimpin yang kerdil, pemimpin yang dikarbit,” kritik Romo Benny.
Sementara itu, Tokoh Pers Rikard Bagun buzzer pada dasarnya negatif. Buzzer per defesini itu artinya negatif, karena tujuannyan mereproduksi kebesingan, bikin kuping pekat,” ucap Rikard.
“Kalau buzzer dilihat sebagai medium maka dia netral. Netralitas bisa dipakai kiri dan kanan, positif dan negatif,” kata Rikard Bagun
Di tempat yang sama, Aktivis Dewi Tanjung juga menilai buzzer sebagai fenomena yang momok. Oleh karena itu, ke depan generasi muda harus cerdas dalam menilai informasi sebelum disebarluaskan.
Dewi yang juga pesinetron ini mendorong perlunya pemberian sanksi sosial kepada buzzer. Ia pun mengajak masyarakat terutama generai muda untuk bijak dan cerdas dalam menyikapi buzzer.
Dewi juga secara tegas mengajak generasi muda untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan UU belum mengakomodasi atau mengatur tentang keberadaan buzzer.
Padahal, menurut Advokat Peradi ini, buzzer merupakan fenomena sosial yang punya daya rusak tinggi tetapi belum diatur dalam UU.
“Oleh karena itu, pengaturan dalam bentuk UU diperlukan karena masyarakat sudah menjadi korban dari buzzer,” tegas Petrus.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich