jpnn.com - JAKARTA - Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo mengaku kehilangan kemerdekaan dalam hidupnya semenjak berada di balik jeruji tahanan buntut kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Suami Putri Candrawathi itu mengaku hari ini dirinya tepat 165 hari berada dalam jeruji besi.
BACA JUGA: Pleidoi Ferdy Sambo, Blak-blakan soal Tuduhan Berselingkuh dan Bandar Judi, Frustrasi!
Ferdy Sambo mengatakan hal tersbeut saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan pribadinya atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (25/1).
Ferdy Sambo juga mengaku telah kehilangan kehangatan keluarga dan sahabatnya semenjak berada dalam tahanan.
BACA JUGA: Pleidoi Kuat Maruf Singgung Tuduhan Perselingkuhan dan Yosua Baik Hati
"Semua hakikat kebahagiaan dalam kehidupan manusia yang sebelumnya saya rasakan sungguh telah sirna berganti menjadi suram, sepi, dan gelap," kata ferdy Sambo di ruang sidang.
Eks Dirtipidum Bareskrim Polri itu mengaku merenungi betapa rapuhnya kehidupannya sebagai manusia dalam ruang sempit di tahanan.
BACA JUGA: Heboh Ferdy Sambo, jika yang Gerilya Mayjen, Mahfud MD Punya Letjen, Tenang Saja
Sambo mengaku tak pernah membayangkan kepedihan hidupnya saat ini.
Sebab, lanjut dia, sebelumnya dirinya sungguh terhormat, tetapi terperosok dalam nestapa dan kesulitan yang tidak terperikan.
"Demikianlah penyesalan kerap tiba belakangan, tertingal oleh amarah dan murka yang mendahului," ucap pria yang pada 9 Februari mendatang genap berusia 50 tahun itu.
Berawal dari Pengakuan Putri Candrawathi
Ferdy Sambo mengaku penderitaan yang menimpa dirinya dan keluarga diawali dari peristiwa yang dialami oleh istrinya, Putri Candrawathi pada 7 Juli 2022 di Magelang, Jawa Tengah.
Lalu, pada 8 Juli 2022, Putri Candrawathi tiba di Jakarta dan menyampaikan bahwa dirinya telah diperkosa oleh almarhum Brigadir J sehari sebelumnya.
"Istri saya Putri Candrawathi terus menangis tersedu-sedu sambil menceritakan bagaimana kejadian yang telah dialaminya tersebut," kata Sambo.
Sambo mengatakan tidak ada kata-kata yang dapat diungkapkan oleh dirinya ketika itu.
"Dunia serasa berhenti berputar, darah saya mendidih, hati saya bergejolak, otak saya kusut membayangkan semua cerita itu," ucap Sambo.
Sambo juga membayangkan harkat dan martabatnya sebagai seorang laki-laki, sebagai suami yang telah dihempaskan dan diinjak-injak.
"Membayangkan bagaimana kami harus menghadapi ini, menjelaskannya di hadapan wajah anak- anak kami, juga bertemu para anggota bawahan dan semua kolega kami," kata Sambo.
Namun, lanjut Sambo, ketika itu Putri Candrawathi mengiba agar aib yang menimpa keluarga mereka tidak perlu disampaikan kepada orang lain.
"Istri saya begitu malu, dia tidak akan sanggup menatap wajah orang lain yang tahu bahwa dia telah dinodai," kata Sambo.
Putri Candrawathi, kata Sambo, kala itu meminta agar persoalan tersebut diselesaikan dengan baik-baik.
Karena itu, Putri Candrawathi mengaku telah menyampaikan langsung kepada almarhum Yosua agar resign dari pekerjaannya sebagai ajudan.
"Permintaan yang kemudian saya ikuti, lantas saya memintanya masuk ke dalam kamar, sementara saya berdiam diri di ruang keluarga dengan hati dan pikiran yang kacau berantakan," kata Sambo.
Dalam suasana kalut tersebut, Ferdy Sambo memanggil Ricky Rizal sebagai ajudan paling senior yang bertugas menjaga keluarga untuk menemuinya di lantai tiga rumah Saguling, Jakarta Selatan.
"Saya menanyakan apakah yang bersangkutan tahu bahwa istri saya Putri Candrawathi telah dilecehkan oleh Yosua, dan dijawab yang bersangkutan “tidak tahu”, lantas saya menyampaikan bahwa akan melakukan konfirmasi kepada Yosua," kata Sambo.
Di saat itu pula, Ferdy Sambo meminta kesediaan Bripka Ricky Rizal melindunginya atau mem-back up bila Brigadir J melawan.
Ferdy Sambo juga sempat meminta kesediaan Bripka Ricky untuk menembak Brigadir J.
"Siap menembak?”. Ricky Rizal lantas menjawab tidak siap mental," kata Sambo menirukan percakapan.
Karena itu, Ferdy Sambo lantas meminta Ricky Rizal untuk memanggil Richard Eliezer untuk menemuinya.
"Dengan pertanyaan yang sama, Richard Eliezer menyampaikan kesediaannya untuk mem-back up saya pada saat melakukan konfirmasi kepada almarhum Yosua," tutur Ferdy Sambo.
Dalam perkara ini, JPU memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Ferdy Sambo.
Bharada Richard Elziezer yang merupakan terdakwa yang berstatus justice collaborator dituntut 12 tahun penjara.
Bharada Richard sendiri disebut JPU hanya menjalankan perintah Ferdy Sambo untuk menemak Brigadir J di rumah dinas Duren Tiga, Jaksel pada 8 Juli 2022.
Adapun Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Bripka Ricky Rizal masing-masing dituntut delapan tahun penjara. (cr3/jpnn)
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama