Filipina Belum Buka Pintu buat Operasi TNI

Sabtu, 02 April 2016 – 08:22 WIB
Kapal Brahma 12, yang awaknya disandera kelompok miltan di Filipina. Foto: facebook

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah masih menunggu kabar baik dari Filipina terkait penyanderaan sepuluh warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf.

Upaya pengiriman bantuan militer pun masih belum disetujui otoritas Filipina.

BACA JUGA: Reshuffle? Tunggu aja Pak JK dari Amerika

Juru Bicara Presiden Johan Budi SP mengatakan, Presiden Joko Widodo lebih mengutamakan komunikasi dengan Filipina dalam upaya pembebasan sandera. Arahan tersebut pun sudah disampaikan kepada Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi.

Terkait opsi operasi militer Indonesia, Johan mengaku bahwa langkah tersebut masuk dalam daftar paling terakhir yang disiapkan. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor. Misalnya, pihak Filipina yang memang menolak adanya bantuan militer dari Indonesia.

BACA JUGA: Inilah Nama-nama Menteri yang Digoyang Reshuffle

 "Itu opsi terakhir kalau upaya yang sedang dilakukan menlu tidak berhasil,’’ lanjut mantan Juru Bicara KPK itu.

Dari pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah mengatakan, tangan pemerintah saat ini benar-benar terkunci. Sebab, pemerintah Filipina sudah menyatakan penolakan terhadap ikut campur militer Indonesia. Hal itu pun dinilai sesuai dengan prinsip kedaulatan negara yang dianut secara umum.

BACA JUGA: Sekjen PDIP: Membangun Bangsa Harus Kolektif, Tak Bisa Perseorangan

’’Bisa saja, Indonesia mengalihkan perhatian Filipina lalu melakukan operasi senyap. Tapi, nanti hasilnya hubungan kedua negara akan memburuk. Solusi terbaik adalah berbicara sesering mungkin. Karena, pemerintah Indonesia harus tahu bagaimana perkembangan situasi sesering mungkin,’’ ungkapnya.

Saat ini, lanjut dia, pemerintah Indonesia lebih baik menekankan bahwa prioritas paling utama adalah sepuluh WNI. Dengan begitu, jika Filipina merasa tak sanggup di saat-saat terakhir, maka Indonesia bisa mencoba kembali menawarkan bantuan.

’’Yang harus ditegaskan juga bahwa kasus ini bukan berarti negara lain bisa ikut campur seenaknya di wilayah negara lain. Tetap harus dengan seizin pemilik wilayah,’’ terangnya.

Sementara itu, semua pihak terkait kasus WNI sampai saat ini memilih irit berkomentar soal upaya penyelamatan. Salah satunya, pihak pemilik kapal. Saat Jawa Pos berupaya mewawancarai pihak PT United Tractor (UNTR), induk perusahaan PT Patria Maritimes Lines sebagai pemilik kapal, jawaban yang diperoleh hanya normatif. 

Menurut Corporate Secretary UNTR Sara Loebis, saat ini pihaknya sudah masuk dalam jaringan komunikasi penyelamatan.

"Yang bisa kami sampaikan adalah bahwa perusahaan sudah meminta bantuan dengan berbagai pihak terkait hal ini. Tapi, karena ini masih dalam proses koordinasi, kami belum bisa menyampaikan informasi apapun. Sebab, apapun proses ini berkaitan dengan nyawa sepuluh WNI. Kalau pihak sana (penyandera) sampai mengerti bisa bahaya,’’ ujarnya. (byu/bil/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akom: Ahok yang Ngocor Gak Penting Aja Dapat Dukungan, Apalagi Saya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler