jpnn.com - AMBON - Dua film pendek asal Ambon dan Masohi berhasil jadi film terpilih dalam Festival Film Bulanan Lokus 9 (Gorontalo, Maluku dan Maluku Utara).
Film terpilih pertama berjudul 'Tahuri; Bunyi Pertama Yang Keluar Dari Bumi’, karya sutradara Fredy Likumahuwa, produksi Kele Project, asal Ambon.
BACA JUGA: Hadir di BIFF 2023, Laura Basuki Catat Sineas Internasional yang ingin Ditemui
Kedua film dokumenter berjudul ‘Rumah Adat Latakua’, karya sutradara Iwi Marahena, asal Masohi.
Sutradara dan penulis skenario Rahabi Mandra selaku kurator menyatakan alasan terpilihnya film ‘Tahuri; Bunyi Pertama Yang Keluar Dari Bumi’, karena mampu mengangkat isu cerita dan karakter dengan baik.
BACA JUGA: Sandiaga Uno: Sinema Keliling Ruang Kreatif untuk Mempromosikan Film Daerah
“Tahuri itu dokumenter yang punya kesadaran terhadap penceritaan dan karakter. Bahwa dokumenter bukan cuma mengangkat isu tapi juga mengangkat karakter dan cerita," kata pria yang akrab disapa Abi dalam rilisnya, Jumat (10/11).
Menurut Abi cerita dan karakter yang digambarkan bahwa ada seorang maestro dengan segala keterbatasannya masih mengajar, dapat menarik penonton untuk masuk dalam cerita.
BACA JUGA: 2 Film FFB Lokus 6 Diumumkan, Sandiaga Uno Optimistis Bisa Mendunia
"Aku sendiri senang melihat keluguan seorang maestro ternyata dia bisa tampil di dalam film tersebut, berarti ada ketekunan dalam membuat filmnya dan akhirnya ditutup dengan pernyataan, itu jadi bahan obrolan ke pihak-pihak yang sebenarnya bisa jadi melestarikan atau mengembangkan budaya musik terutama alat musik pabrik,” kata Abi.
Sementara untuk film ‘Rumah Adat Latakua’, Abi berpendapat, film dokumenter ini sudah baik tapi masih perlu dibenahi.
“Rumah Adat Latakua terpilih karena punya sisi ketekunan dalam berkarya, tapi film dokumenter ini masih banyak yang perlu dibenahi,” ucap Abi.
Sependapat dengan rekannya, kurator dan juga Senior Business Development Manager of IDN Media, Rahma Guntari menyatakan film ‘Tahuri; Bunyi Pertama Yang Keluar Dari Bumi’ memiliki kekuatan cerita yang bagus.
“Tahuri kekuatan ceritanya bagus. Dia tidak hanya mengangkat soal kapan dan dimana, tapi siapa di balik itu, siapa yang masih eksis mengembangkan budaya itu walaupun sedikit. Walaupun dokumenter, menarik diikuti sampai akhir. Terus ada nilai-nilai dari situ,” kata Rahma.
Sementara film Rumah Adat Latakua, Rahma menilai mampu merepresentasikan sebuah budaya.
“Kalau Rumah Adat Latakua ya, representative dari budaya,” ujar Rahma.
Sebagai bentuk apresiasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, bagi kedua Film Terpilih mendapat sertifikat, suvenir, kesempatan mengikuti workshop perfilman, dan menjadi nominasi di malam penganugerahan Festival Film Bulanan yang diselenggarakan pada bulan Desember.
Selain itu, sebagai bagian dari eksibisi, akan ada penayangan poster digital di sejumlah area gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan penayangan film di acara ‘Sinema Keliling’, bioskop maupun OTT. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sandi: Pemerintah Terus Berupaya Mendorong Sineas Lokal agar Naik Kelas
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang