jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan keterangan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan DPRD DKI Jakarta terkait pengusutan dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur.
Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, terkait pengadaan lahan, tentunya dalam penyusunan program anggaran APBD DKI Jakarta, Anies Baswedan sangat memahaminya.
BACA JUGA: Kerugian Negara Pengadaan Tanah di Munjul Mencapai Rp 152,5 Miliar
Begitu pula dengan DPRD DKI Jakarta, kata dia, yang memiliki tugas dan kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan di DKI Jakarta.
“Jadi, tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang,” kata Firli dalam keterangannya di Jakarta, Senin (12/7), menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan rencana pemanggilan Anies dalam kasus tersebut.
BACA JUGA: Usut Kasus Korupsi Tanah, KPK Periksa Anak Buah Anies dan Sarana Jaya
Menurut Firli, KPK akan mengungkap semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, baik itu dari kalangan legislatif maupun eksekutif.
Hal itu mengingat kerugian negara dalam kasus tersebut sangat besar nilainya.
BACA JUGA: ICW Menganggap Dewas KPK seperti Pengacara Firli Bahuri
"Anggaran pengadaan lahan sangat besar kerugian negaranya. Jadi, siapa pun pelakunya yang terlibat dengan bukti yang cukup kami tidak akan pandang bulu, karena itu prinsip kerja KPK," ujar mantan kepala Baharkam Polri itu.
Firli menjelaskan KPK sangat memahami keinginan rakyat agar kasus dugaan korupsi tersebut bisa diselesaikan secara tuntas dengan kepastian hukum, menimbulkan rasa keadilan, dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan itu juga memastikan lembaganya bekerja berdasarkan kecukupan bukti untuk mengungkap kasus tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Firli, KPK harus bekerja mencari dan mengumpulkan bukti-bukti guna membuat terangnya peristiwa pidana.
“Dengan bukti-bukti tersebut menemukan tersangkanya," ungkap mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Menurut Firli, hal itu diperlukan karena KPK menjunjung tinggi asas-asas tugas pokok, yakni kepentingan umum, kepastian hukum, keadilan, transparan, akuntabel, proporsional, hak asasi manusia (HAM).
Dia menegaskan bahwa tidak boleh menetapkan tersangka tanpa bukti yang cukup.
Menurutnya, setiap tersangka memiliki hak untuk mendapat pemeriksaan dengan cepat dan segera diajukan ke peradilan
“The sun rise and the sun set principle harus ditegakkan. Beri waktu KPK untuk bekerja. Pada saatnya, KPK pasti akan menyampaikan ke publik," ungkap Firli.
Seperti diketahui, sampai saat ini KPK telah menetapkan lima tersangka korupsi pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI Jakarta Tahun 2019.
Tersangka itu ialah mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC), Direktur PT Adonara Propertindo (AP) Tommy Adrian (TA).
Selanjutnya, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar (RHI), dan satu tersangka korporasi PT Adonara Propertindo (AP).
KPK menduga ada kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp 152,5 miliar.
Para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP. (antara/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy