Foke Diminta Beri Sanksi Bawahannya

Karena Dianggap Hambat Penyerahan Fasos dan Fasum

Selasa, 20 September 2011 – 09:00 WIB

KALANGAN Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mendesak Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo bersikap tegasFoke –sapaan gubernur- diminta memberi sanksi terhadap aparatnya yang melakukan pembangkangan

BACA JUGA: Angkot Berkaca Gelap Kena Razia

Salah satunya, terkait penagihan lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum)


Para bawahan gubernur, dalam hal ini Badan Pengelola Keuangan Daerah dan Dinas Tata Ruang DKI, selaku pihak yang ditugasi mendata dan menagih fasos fasum dari pengembang terkesan mengabaikan instruksi gubernur

BACA JUGA: Pembangunan Proyek Tol Marunda-Cibitung Terhenti

”Gubernur harus memberikan sanksi tegas pada aparatnya yang tak kunjung melakukan pendataan, dan mengambil fasos fasum dari pengambang,” kata Ashraf Ali, Ketua Fraksi Partai Golkar, Senin (19/9)


Dijelaskan Ashraf, lahan fasos fasum adalah milik masyarakat yang harus dikembalikan kepada masyarakat

BACA JUGA: Jamu Tanpa Izin BPOM Kian Marak

Dengan fasos fasum, masyarakat akan mendapat berbagai manfaat seperti bertambahnya Ruang Terbuka Hijau (RTH), sarana pendidikan, dan sejumlah manfaat lainyaSehingga, kalau sampai membiarkan fasos fasum hilang begitu saja pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat”Apalagi nilai fasos fasum yang tidak ditagih itu mencapai angka Rp 30 triliun lebih,” ujarnya.

Lebih lanjut Ashraf mengatakan, dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, sampai saat ini jumlah dan nilai fasos fasum yang dimiliki pemprov pihak ketiga masih banyak yang belum bersertifikatSehingga, pengendalian atas barang inventaris menjadi lemah”Pengawasan atas pengelolaan aset daerah belum dilaksanakan secara khusus dan berkelanjutan,” tegasnya.

Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna, menilai persoalan fasos fasum timbul karena tidak adanya keseriusan dari pihak terkaitApalagi, ada wacana untuk mengganti fasos fasum dengan uang sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan setiap persoalan”Fasos fasum yang diganti dengan uang rentan kolusi antara pengembang dan birokrat, terutama terkait nilai harga yang harus digantikan,” tuturnya.

Ia menjelaskan, permasalahan yang terjadi saat akan mengonversi fasos fasum dengan uang ialah jumlah nilai yang ideal yang harus diganti pengembangPemprov juga tidak bisa langsung menggunakan uang tersebut untuk kepentingan lainPasalnya, uang tersebut tidak masuk APBD tahun ini.

”Itu uang liar, kecuali ada badan yang ditunjuk untuk mengelola dan transparanPergantian dengan uang harus melalui bank sehingga mengurangi adanya kolusi antara dua belah pihak,” jelasnya.

Yayat memberi contoh kebijakan pergantian fasos dan fasum dengan uang di Bekasi, Jawa BaratSaat itu, para pengembang memberikan sejumlah uang kepada pemerintah daerah untuk membangun Tempat Pemakaman Umum (TPU)Namun faktanya, hingga saat ini, pembangunan TPU tersebut tidak pernah terlaksana.

Karena itu, Yayat menyarankan agar penggantian fasos dan fasum tetap berupa lahan di tempat lain di DKI Jakarta, tetapi nilainya tetap sama seperti lahan yang dibangun pengembang”Pengantian dengan lahan akan membantu Pemprov DKI dalam mengejar target penambahan Ruang Terbuka Hijau,” tandasnya(rul/wok)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rok Mini Betebaran di Bundaran HI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler