Formasi Dokter Spesialis Tanpa Pelamar, Ini Penyebabnya

Selasa, 30 Oktober 2018 – 09:24 WIB
Dokter sedang operasi. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, KOTAWARINGIN TIMUR - Formasi CPNS 2018 untuk dokter spesialis di sejumlah daerah tidak mendapat peminat. Contohnya, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, terdapat tiga formasi dokter spesialis anak, dua dokter spesialis penyakit dalam, satu dokter spesialis obgyn, satu dokter spesialis rehabilitasi medik, dua dokter umum, dan delapan dokter gigi yang tanpa pelamar.

Sementara itu di Katingan terdapat empat formasi dokter umum, 10 formasi dokter gigi, tiga formasi perawat gigi tanpa pelamar. Hal yang sama juga terjadi di semua kabupaten di Kalimantan Tengah.

BACA JUGA: Panitia Tes CPNS 2018 di Daerah Hanya Bisa Berdoa

Hingga penutupan pendaftaran pada 15 Oktober 2018, lowongan dokter gigi maupun dokter spesialis itu sepi peminat.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Kotawaringin Timur dr Ikhwan Setiabudi SpPK mengatakan, ada beberapa faktor penyebab minimnya pelamar formasi dokter, baik itu dokter umum, dokter spesialis, maupun dokter gigi.

BACA JUGA: Tes CPNS 2018: Muncul Lagi Satu Masalah

Minimnya keberadaan rumah sakit swasta di daerah membuat dokter spesialis enggan daftar di daerah. Sebab, dokter spesialis hanya akan mengandalkan pekerjaan di satu rumah sakit milik pemerintah daerah untuk praktik. Sedangkan jika bekerja di kota besar, dokter spesialis bisa praktik di tiga rumah sakit berbeda maupun praktik pribadi.

”Kalau spesialis bedah tidak akan laku jika buka praktik pribadi, karena tindakan bedah kebanyakan dilakukan di rumah sakit. Kalau hanya praktik di satu rumah sakit, pasti pikir-pikir untuk ke daerah,” katanya.

BACA JUGA: Ada Peserta Tes CPNS Meraih Skor 468, Keren!

Kebijakan pemerintah melakukan rekruitmen secara serentak di seluruh Indonesia juga menjadi salah satu faktor penyebab sepinya pelamar dormasi dokter. Lowongan di kota-kota besar jauh diminati daripada lowongan di daerah.

Pelamar akan lebih memilih lokasi yang terjangkau dan fasilitas yang memadai. Sebab, mereka juga harus memikirkan keluarganya dan pendidikan anak-anaknya.

”Semestinya rekrutmen tenaga kesehatan tidak dilakukan serentak. Jadi ketika di satu kota tidak diterima, pelamar bisa mencoba tes di daerah lain,” ujarnya.

Untuk mengatasi ini, kata Ikhwan, pemerintah membuat kebijakan yang mendorong pemerataan dokter di seluruh Indonesia. Salah satunya melalui program wajib kerja dokter spesialis (WKDS). Selain itu, pemerintah daerah juga bisa memberikan beasiswa terikat kepada putra daerah untuk menempuh kuliah kedokteran. Setelah lulus, yang bersangkutan wajib mengabdi di daerah asal.

Sementara itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Katingan Agnes Nissa Paulina menyoroti banyaknya formasi dokter gigi yang kosong. Enam formasi dokter gigi di Kotawaringin Barat tanpa pelamar, Kabupaten Gunung Mas 15 formasi, Kotawaringin Timur 8 formasi, Katingan 10 formasi, Kapuas 3 formasi.

Padahal keberadaannya sangat dibutuhkan, mengingat di Indonesia, jumlah rasio ideal antara dokter gigi dengan penduduknya adalah 1 banding 9.000. Namun karena masih kurangnya tenaga dokter gigi di Indonesia, rasio itu membengkak hingga 1 berbanding 24.000.

Kondisi memprihatinkan ini masih ditambah dengan belum meratanya persebaran dokter gigi, di mana 70 persennya masih terpusat di Pulau Jawa.

"Ini merupakan fenomena yang belum kita ketahui dengan jelas kenapa di daerah sangat minim peminatnya, padahal formasinya sudah disiapkan. Ini sebenarnya menjadi pekerjaan rumah bagi kami semua, baik di pusat, provinsi hingga kabupaten," ungkap Agnes Nissa Paulina seperti diberitakan Radar Sampit (Jawa Pos Group).

Selain gaji pokok, para dokter umum maupun gigi juga mendapat tunjangan kelangkaan profesi yang dibayarkan bersamaan dengan tunjangan kinerja.

"Minimnya pelamar juga bukan dikarenakan wilayah penempatan yang tergolong pelosok. Sebab di Puskesmas Kasongan II yang notabene berada di ibukota kabupaten dan semua fasilitas tersedia juga tidak ada pelamar satupun," imbuhnya.

Berdasar pengamatannya, faktor lain yang ikut memengaruhi minimnya pelamar yakni terkait kelengkapan sarana dan prasarana fasilitas pendukung, terutama jaringan komunikasi dan listrik.

Kemudian jika ditempatkan di wilayah pedalaman, maka akan menumpulkan keahlian mereka sebab pasiennya mungkin tidak sebanyak di kota besar.

"Bagaimana mereka mau operasi gigi secara laser misalnya kalau listriknya saja tidak ada, lalu bagaimana mereka mau bekerja. Kalau sebatas cabut atau tambal gigi maka kapasitas seorang perawat gigi juga boleh melakukan. Hal ini berbanding terbalik dengan pelamar formasi dokter umum yang hampir terisi pelamar, terutama di wilayah yang terjangkau jalan darat," jelasnya.

Sejauh ini belum ada satupun warga Kabupaten Katingan yang berprofesi sebagai seorang dokter gigi. Namun mahasiswa yang mengambil jurusan dokter umum cukup banyak. Hal ini mungkin menjadi salah satu faktor minimnya pelamar tersebut.

"Contohnya dokter Patrick yang mengambil formasi dokter umum di Puskesmas Tumbang Kaman Kecamatan Sanaman Mantikei. Dia ini adalah warga asli desa tersebut, faktor-faktor kedekatan seperti inilah yang mungkin menjadi pertimbangannya mengabdikan diri kembali ke tempat asalnya," kata Agnes. (yit/agg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panitia Tes CPNS 2018 Sangat Tidak Profesional


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler