jpnn.com, JAKARTA - Forum Rektor Indonesia (FPI) menyatakan, kegaduhan politik, hukum, dan keamanan yang terjadi di Indonesia salah satunya karena tidak adanya haluan negara.
Masing-masing kementerian/lembaga, DPR, politikus, merasa dirinya paling benar.
BACA JUGA: Forum Rektor Tegaskan Tolak Revisi UU KPK
Hal tersebut terungkap dalam diskusi Forum Rektor Indonesia (FRI) yang dihadiri para rektor se-Indonesia di Universitas Gunadarma, Jakarta, Selasa (19/9).
"Kami prihatin melihat KPK yang seolah-olah merasa paling benar, DPR juga merasa menjadi pengawas utama, para menteri, kepala daerah hingga presiden membuat program sendiri-sendiri tanpa jelas arah tujuannya ke mana," kata Wakil Ketua FRI Prof Asep Saefuddin.
BACA JUGA: Kaum Intelek Diharapkan Jadi Penyejuk di Masa Pilkada
FRI, lanjutnya, melihat konsep pembangunan yang diusung para pemimpin sejak reformasi hingga saat ini belum terintegrasi.
Semuanya parsial dan hanya memenuhi janji politik. Hal ini akan membahayakan negara karena ibarat bahtera yang terombang-ambing di laut.
BACA JUGA: Forum Rektor Indonesia Bertekad Jaga Keberagaman
"Negara ini dikendalikan tanpa arah tujuan ke mana. Ini tidak boleh dibiarkan berlama-lama karena akan hancur negara bila tujuan akhirnya tidak jelas," tegas Prof Dr Asep yang juga rektor Universitas Trilogi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, FRI sebagai wadah para rektor telah membuat rumusan tentang pentingnya haluan negara, untuk mengembalikan kedaulatan rakyat.
"Haluan negara ini merupakan acuan dalam menjalankan roda pemerintahan. Nantinya rekomendasi FRI ini akan kami ajukan kepada Presiden Jokowi dalam waktu dekat," terang ProfAsep
Ketua Pokja Haluan Negara FRI Prof Dr Ravik Karsidi menambahkan, suatu negara harus memiliki haluan. Sejak era reformasi, Indonesia tidak mempunyai haluan negara sehingga arah kebijakan kacau balau.
Mulai dari kebijakan sektor ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, hukum, dan keamanan. Alhasil pembangunan tidak berkelanjutan.
"Dulu di zaman Orba, yang jadi acuan negara adalah GBHN. Sayangnya, ini dihapus karena dianggap produk masa lalu. Padahal GBHN ini merupakan amanat UUD 1945 untuk dijadikan dalam menjalankan pemerintahan," ucap Prof Ravik yang juga rektor Universitas Sebelas Maret ini. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Pencoblosan, Simak Nih Ajakan Ketua Forum Rektor
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad