Fredrich Yunadi dan Dokter Bimanesh Sutarjo Nasibnya Sama

Jumat, 19 Januari 2018 – 10:11 WIB
Fredrich Yunadi (kanan). Foto: Fedrik Tarigan/Jawa Pos

jpnn.com, JAKARTA - Fredrich Yunadi, mantan pengacara Setya Novanto, mengalami nasib yang sama dengan dokter Bimanesh Sutarjo.

Keduanya sama-sama mengalami penolakan dari orang yang ditunjuknya menjadi saksi meringankan dalam perkara dugaan menghalangi penyidikan terhadap Setnov.

BACA JUGA: Polisi Belum Terima Laporan, Fredrich Bohong?

Diketahui, Agung Laksono tidak sudi menjadi saksi meringankan untuk Fredrich Yunadi.

”Saya tidak bersedia menjadi saksi yang menguntungkan (Fredrich),” kata Agung di gedung KPK kemarin (18/1).

BACA JUGA: Bang Otto Tegaskan Tugas Advokat Memang Halangi Penyidikan

Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu menyampaikan dua alasan dirinya menolak jadi saksi meringankan untuk Fredrich Yunadi.

Pertama, Agung mengaku tidak mengenal Fredrich. Dia mengaku hanya tahu tentang Fredrich dari media.

BACA JUGA: Besuk Novanto di RS, Agung Laksono Diperiksa KPK

Selain itu, Agung hanya bertemu pengacara itu saat malam pasca insiden kecelakaan Setnov di kawasan Permata Hijau 16 November tahun lalu.

”Saya baru kenal (Fredrich) malam itu saja ketika saya membesuk Pak Setya Novanto,” ujarnya.

Sebagaimana diwartakan, setelah insiden kecelakan yang diduga rekayasa itu, Setnov dirawat di RS Medika Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Nah, saat perawatan itu, Agung membesuk Setnov dan bertemu dengan Fredrich.

Agung mengakui, melihat Setnov terbaring di kamar dengan luka memar di bagian dahi. ”Ada perban di wajahnya, ada sedikit memar di dahi,” ingat Agung.

Kedua, Agung juga mengaku tidak terlibat terlalu dalam perkara dugaan menghalangi (obstruction of justice) penyidikan Setnov tersebut.

”Saya juga tidak ingin melibatkan diri,” kata mantan Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat itu.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pengajuan Agung sebagai saksi meringankan untuk Fredrich merupakan hak tersangka.

Febri menjelaskan, sebelumnya dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo yang menjadi tersangka bersama Fredrich juga mengajukan permohonan untuk menghadirkan 3 dokter sebagai saksi meringankan. Namun, ketiga dokter itu menolak.

Sama dengan ketiga dokter itu, Agung juga memiliki hak untuk menolak dijadikan saksi meringankan. ”Penolakan itu kami terima,” ujarnya.

Febri menjelaskan, sebelumnya juga pernah ada tersangka KPK yang mengajukan saksi meringankan dengan latar belakang tokoh populer.

”Dulu pernah ada saksi yang meminta presiden untuk menjadi saksi meringankan,” ungkapnya.

Di sisi lain, sidang pokok perkara kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Setnov kemarin, jaksa penuntut KPK kembali menghadirkan saksi terkait transaksi jual beli mata uang asing yang dilakukan sejumlah perusahaan money changer dan pelaku bisnis lain. Mereka masih terkait dengan saksi yang dihadirkan pada sidang sebelumnya.

Saksi-saksi itu antara lain, direktur PT Erakomp Infonusa Ferry Tan (48), direktur PT Adireksa Buana Sakti Yasin Tanos (50), direktur PT Raja Valuta Deni Wibowo (61), pegawai PT Panca Wisesa Adhika Wo Si Hai (48), dan direktur PD Gunung Slamet Philip Widi Wijaya (76).

Sebagian saksi mengaku pernah melakukan transaksi dengan komisaris PT Berkah Langgeng Abadi (BLA) Juli Hira. Salah satunya Ferry Tan.

Perusahaan Ferry yang bergerak di bisnis perangkat komputer itu pernah membeli dollar AS atau transaksi valuta asing (valas) sebesar USD 239 ribu dari money changer milik Juli. ”Saya beli dollar untuk bayar ke supplier saya (di luar negeri, Red),” ucapnya.

Nah, dalam transaksi itu, Ferry mengaku pernah mengirim pembayaran jual beli dollar itu ke rekening Inayah, istri Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Hanya, Ferry mengaku tidak menahu siapa Inayah. ”Pas kami bayar (ke Juli Hira), ditransfer ke rekening-rekening itu (Inayah, Red),” terangnya.

Sebagaimana diwartakan, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menghadirkan sejumlah saksi yang merupakan rekan bisnis Juli Hira, komisaris PT Berkah Langgeng Abadi. Juli saat sidang Kamis (11/1) lalu mengaku melakukan jual beli valas dari uang PT Biomorf Maritius, rekanan e-KTP. Totalnya mencapai USD 2,62 juta.

Uang itu diduga didistribusikan ke Setnov melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (keponakan Setnov) dan Made Oka Masagung (rekan Setnov) dengan cara memanfaatkan jasa money changer. (tyo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Tersangka, Fredrich Daftar Praperadilan di PN Jaksel


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler