jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan lembaga yang asing buat Fredrich Yunadi. Sebelum menjadi tahanan dengan status tersangka dalam kasus dugaan menghalangi dan merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setya Novanto, Fredrich pernah mengikuti seleksi calon pimpinan KPK.
Pada 2010, pria kelahiran Jakarta 68 tahun lalu itu sempat lolos dari seleksi makalah hingga psikotes. Namun, pada akhirnya tetap tidak terpilih. Komisi III DPR RI memilih Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain sebagai pimpinan KPK yang baru.
BACA JUGA: Anak Buah Fredrich Sempat Diancam KPK?
Fredrich sudah cukup lama menjadi pengacara. Lebih dari 20 tahun. Pria yang dikenal dengan kumis lebatnya itu mendirikan kantor hukum Yunadi & Associates bersama 12 rekan pada 1994. Sejumlah kasus pernah dia tangani. Salah satunya kasus Bank Exim pada medio 1998-1999. Fredrich juga pernah menangani kasus korupsi berjamaah DPRD Sidoarjo di era Ustman Ikhsan pada 2004.
Nama Fredrich mencuat kala menangani kasus e-KTP dengan menjadi pengacara mantan Ketua DPR RI Setya Novanto. Perhatian publik mulai tertuju ke Fredrich saat dia memberikan keterangan peristiwa kecelakaan yang dialami Setnov akibat mobil Toyota Fortuner yang dikendarai menabrak lampu di kawasan Permata Hijau 16 November lalu. Saat itu, Frederich menyebut kliennya mengalami benjolan sebesar bakpao di dahi kiri hingga membuatnya tidak sadarkan diri.
BACA JUGA: Tahan Fredrich, KPK Habisi Profesi Advokat?
KPK menengarai Fredrich telah merancang skenario kecelakaan itu agar Setnov bisa menghindari penyidikan. Dalam dugaan KPK, Frederich memesan RS Medika Permata Hijau bahkan sebelum Setnov datang ke RS itu karena kecelakaan.
Sementara Bimanesh Sutarjo yang merupakan dokter penyakit dalam di RS Medika Permata Hijau, diduga memanipulasi data medis pasiennya sehingga memungkinkan Novanto menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK. Fredrich diduga telah memesan satu lantai di RS Medika Permata Hijau untuk Novanto.
BACA JUGA: KPK Minta Bantuan Polri untuk Garap Polisi Eks Ajudan Setnov
Fredrich semakin mendapat perhatian saat dalam sebuah wawancara televisi mengaku bahwa bayarannya sebagai pengacara tergolong mahal. Dia juga mengungkapkan secara gamblang bahwa dia suka berfoya-foya dengan kemewahan. ’’Saya kalau ke luar negeri, sekali pergi itu saya minimum spend (Rp) 3 M, 5 M,’’ ungkapnya dalam talk show Mata Najwa. Dia mencontohkan, tas mewah dengan brand Hermes seharga Rp 1 miliar juga dibelinya. ’’Saya suka kemewahan,’’ tegasnya.
Gaya hidup mewah Fredrich juga tergambar dari hadiah undian yang dia dapatkan awal tahun ini dari mal menjual produk-produk mewah kelas atas di Jakarta Pacific Place. Akun Instagram Pacific Place Jakarta Selasa (9/1) lalu mengunggah foto Fredrich saat menerima hadiah. Dalam undian tersebut, Fredrich memenangkan sebuah mobil Porsche Panamera putih yang harganya diperkirakan lebih dari Rp 1,3 miliar. Fredrich merupakan salah satu gold member di mall tersebut, karena tergolong sering berbelanja.
Kini, di Rutan KPK, alumni Universitas Jakarta itu tidak bisa lagi bergaya hidup layaknya orang kaya. Tidak ada fasilitas air conditioner (AC) di dalamnya. Saluran udara hanya masuk dan keluar melalui jendela ventilasi dan exhaust fan di sisi atas penjara. Meski demikian, di setiap ruangan terdapat fasilitas toilet dan instalasi air bersih untuk mandi.
Ada pula beberapa ruang kosong sejenis aula yang bisa digunakan untuk tempat berkumpul para tahanan, bercengkerama atau berolahraga ringan. Setnov kerap memanfaatkan aula tersebut untuk bermain tenis meja. Fredrich mungkin perlu mencoba bermain pingpong dengan mantan kliennya itu untuk mengusir rasa jenuh. (byu/tyo/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fredrich Sebut Semua Sangkaan KPK Bohong
Redaktur & Reporter : Adek