jpnn.com, JAKARTA - Dirjen Guru dan Tenaga Pendidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) resmi berganti.
Menurut Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim, pelantikan dirjen GTK yang baru memberikan semangat baru pula.
BACA JUGA: Stafsus Nadiem Dilantik jadi Dirjen GTK, Ketum IGI: Jangan Ikut-ikutan ya!
Terutama pembenahan persoalan-persoalan guru di tanah air di antaranya: masalah kompetensi; perlindungan; kesejahteraan; persoalan guru honorer termasuk yang sudah lolos seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) tetapi tak kunjung diangkat.
Juga rasio ketimpangan guru di daerah dan perkotaan; serta sinergisitas dengan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependdidikan) dalam menyiapkan calon-calon guru profesional.
BACA JUGA: Dirjen GTK: Hargai Guru Honorer K2 yang Tidak Lulus PPPK
"Dirjen GTK baru harus segera menuntaskan masalah guru terutama guru honorer," kata Satriwan dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (8/5).
Dia menyebutkan, ada beberapa masalah penting yang harus diselesaikan dirjen GTK:
BACA JUGA: Sambut Hari Guru Nasional, Kemendikbud Libatkan 1.000 GTK
1. Persoalan guru makin menumpuk. Dibutuhkan kecermatan dalam membuat regulasi guru, sehingga tidak bias. Sebab tak semua guru itu mengajar di sekolah perkotaan atau yang mahal. Tak semuanya punya akses mewah terhadap gawai pintar dan jaringan internet. Butuh penyesuaian-penyesuaian dan wisdom yang besar dalam mengelola kurang lebih 3,2 juta guru dengan pelbagai keunikannya.
2. Sinergi dengan para guru itu sendiri, yang direpresentasikan oleh organisasi profesi guru seperti PGRI, FSGI, IGI, PERGUNU, FGII, Forum Guru Muhammadiyah, atau yang tergabung dalam MGMP, KKG, dan masih banyak lagi. Sinergisitas akan menentukan efektivitas pelaksanaan regulasi. Bahkan membantu untuk pencapaian terlaksananya kebijakan dengan baik dan utuh. Tak bisa sekadar formalitas dan seremonial. Atau justru bersinergi hanya dengan komunitas guru tertentu. Tentu ini sangat tak diharapkan.
3. Koordinasi juga vital. Urusan koordinasi ini persoalan laten dalam birokrasi kita yang tak selesai-selesai. Khususnya dengan Dinas Pendidikan Daerah. Banyak regulasi pusat tak sampai pesannya ke daerah, hanya karena faktor koordinasi dan komunikasi. Seperti Konsep Merdeka Belajar yang dipahami secara tak merdeka oleh guru.
Data FSGI (2020) yang menunjukkan, 53% guru masih berorientasi pada penyelesaian kurikulum di tengah masa krisis Covid-19. Jelas-jelas ini bertentangan dengan semangat SE Mendikbud No 4 Tahun 2020. Dirjend GTK harus mampu membangun koordinasi dan komunikasi yang baik dengan dinas pendidikan daerah.
"Jangan saling mengandalkan. Apalagi menyerahkan begitu saja semua persoalan guru ke daerah dengan argumen: Ini urusan daerah; guru itu milik daerah, atau berlindung di balik merdeka belajar, daerah dan sekolah sudah diberi otonomi, dan sebagainya," tegasnya.
Dia menambahkan, adanya distorsi informasi Kemendikbud ke daerah (guru) membuktikan kegagalan koordinasi dan komunikasi dari pusat.
4. FSGI berharap di bawah Dirjen GTK baru, komitmen peningkatan kompetensi guru diutamakan. Dengan mengingat profil guru-guru Indonesia yang sangat beragam secara demografis dan geografis.
Menurut Satriwan, GTK mestinya responsif menjawab persoalan guru, misal saja di tengah darurat Covid-19 sekarang. Di satu sisi guru kerap dituding belum kompeten mengelola PJJ/BDR, tapi kewajiban Kemendikbud (GTK) memberikan pendampingan atau pelatihan dirasa sangat minimalis bahkan tidak ada.
"Harusnya GTK langsung intervensi, bukan sekadar mengeluarkan SE yang implementasinya ternyata belum maksimal bahkan terdistorsi tadi. Para guru itu punya semangat tinggi mengajar dan belajar walau di tengah keterbatasan akses, keuangan, dan kemampuan," ucapnya.
Data FSGI (2020) menunjukkan 67% guru tetap semangat mengajar dan 58% bersedia diberikan pelatihan pengelolaan PJJ/BDR selama masa krisis. Ini harus direspon cepat GTK. Model kerja _business as usual_ atau yang begitu-begitu saja tentu tak diharapkan.
5. Persoalan para guru honorer yang lolos seleksi PPPK tetapi belum kunjung diangkat, masih terkatung-katung nasibnya. Yang dibutuhkan adalah upaya Dirjen GTK mengkoordinasikannya dengan BKN dan/atau KemenPAN-RB.
"Bagaimanapun juga mereka adalah guru yang punya "orang tua" yakni Dirjen GTK. Bagaimana nasib 34.954 guru honorer yang lolos PPPK tersebut, mau diapakan mereka? Para guru honorer yang sudah belasan tahun mengabdi, sekarang menunggu tindakan nyata Dirjen GTK. Selamat bekerja Dirjen GTK," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad