FSGI Temukan Guru Rajin Mengunggah Berita Hoaks di Medsos

Minggu, 20 Mei 2018 – 20:50 WIB
facebook. Ilustrasi Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, kekerasan dalam bentuk apapun semestinya tidak lagi terjadi di masyarakat, apalagi dunia pendidikan.

Ideologi radikalisme, yang berujung dengan aksi kekerasan berawal dari cara pandang yang tidak menghargai perbedaan.

BACA JUGA: Ramadan Momen Tepat Perangi Hoaks dan Radikalisme

Merasa bahwa pendapatnya, diri atau kelompoknya yang paling benar dan antipluralitas.

Bibit-bibit radikalisme, lanjutnya, sudah tumbuh sejak dini di sekolah melalui pendidikan.

BACA JUGA: Jago PDIP di Malut Ajak Warga Lawan Radikalisme saat Ramadan

Pembelajaran di kelas yang tidak terbuka terhadap pergulatan pendapat dan cara pandang.

"Pembelajarannya tidak didesain menghargai perbedaan. Alhasil para siswa dan guru terjebak pada “intoleransi pasif”, yaitu perasaan dan sikap tidak menghargai akan perbedaan (suku, agama, ras, kelas sosial, pandangan kegamaan dan pandangan politik), walaupun belum berujung tindakan kekerasan. Model intoleransi pasif inilah yang mulai muncul di dunia pendidikan kita," beber Heru, Minggu (20/5).

BACA JUGA: Menristekdikti: Radikalisme Musuh Bersama

Dia melanjutkan, guru terjebak kepada pembelajaran satu arah. Artinya pratik pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru (teacher centered learning).

Guru menerangkan pelajaran, siswa mendengar. Guru tahu, siswa tidak tahu. Guru selalu benar dan siswa bisa salah.

Wasekjen FSGI Satriwan Salim menambahkan, relasi pembelajaran yang terbangun antara guru dan siswa adalah relasi guru superior dan siswa inferior.

Pola seperti ini masih banyak ditemukan FSGI di sekolah-sekolah. Akibatnya, guru kadang memberi doktrin yang berbeda dan siswa hanya bisa menerima.

“Tidak tercipta ‘pembelajaran dialogis’ antara siswa dan guru. Penyemaian radikalisme terjadi ketika guru terbiasa mendoktrin pelajaran, apalagi dalam ilmu sosial dan agama. Tidak terbangunnya suasana pembelajaran dialogis, mendengarkan pendapat argumentasi siswa," cetus Satriwan.

Menurutnya, FSGI bahkan menemukan ada guru yang tiap hari mengunggah di akun FB-nya berita-berita hoaks dari sumber tak kredibel.

Guru tersebut juga aktif membagi tautan dan video bermuatan kebencian SARA serta konten-konten yang memojokkan salah satu kelompok politik di negara. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Didesak Berantas Akun Penyebar Radikalisme


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
FSGI   radikalisme  

Terpopuler