jpnn.com, KUPANG - Lembaga Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia mendorong penambahan Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK LN) di Nusa Tenggara Timur agar memadai dalam melayani kebutuhan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) di provinsi itu.
“Saat ini baru ada empat BLK pekerja migran di NTT terdiri dari satu BLK milik pemerintah dan tiga lainnya milik Perusahaan Pengerah Pekerja Migran Indonesia (P3MI),” kata Direktur Padma Indonesia Gabriel Goa ketika dihubungi dari Kupang, Jumat (5/8).
BACA JUGA: Kepala BP2MI Menjemput 193 PMI yang Dideportasi dari Malaysia
Gabriel Goa menilai, jumlah BLK tidak memadai dibandingkan dengan NTT sebagai wilayah bercirikan kepulauan yang terdiri dari 22 kabupaten/kota.
Dia mengatakan hal itu berkaitan dengan upaya mempersiapkan CPMI asal NTT menyusul dibukanya kebijakan penempatan CPMI di Malaysia per 1 Agustus 2022.
BACA JUGA: Irma Suryani DPR: Kami Akan Perjuangkan Penambahan Anggaran BP2MI
Menurut dia, NTT sebagai daerah kantong PMI perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk melengkapi berbagai infrastruktur pendukung terutama BLK LN.
Semua BLK di NTT saat ini, kata dia berbasis di Kota Kupang sedangkan 21 kabupaten lainnya belum memiliki BLK LN sehingga menyulitkan warga di daerah-daerah karena harus menyiapkan waktu dan biaya tertentu untuk datang di Kota Kupang.
BACA JUGA: PADMA Indonesia: Jangan Terjebak Tipu Muslihat Aktor TPPO
"Oleh karena itu, memang kondisi ini membuat para CPMI lebih memilih nekat melalui jalur ilegal yang rentan dengan praktik perdagangan orang atau human trafficking," katanya.
Menurut dia, pemerintah pemerintah perlu menggandeng berbagai pihak terkait untuk menghadirkan BLK LN seperti Asosiasi Pengelola Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (AP2TKI) Lembaga Sertifikasi Profesi (LPS), dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) mempersiapkan infrastruktur yang handal, berkompeten dan bersertifikat untuk melatih CPMI yang akan bersaing di bursa kerja baik di dalam maupun luar negeri.
Lebih lanjut, Gabriel Goa mengatakan permasalahan PMI di luar negeri umumnya menimpa warga yang berangkat melalui jalur non prosedural dan tanpa adanya persiapan kompetensi dan kapasitas melalui BLK LN.
Akibatnya, kata dia banyak PMI yang terjebak dalam praktik perdagangan orang bahkan di antaranya berujung pada kehilangan nyawa karena bekerja tanpa adanya jaminan keamanan kenyamanan dari negara.
"Oleh karena itu, selain penindakan terhadap praktik perdagangan orang, tentu kesiapan infrastruktur pendukung yang memadai juga menjadi kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi," katanya.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari