jpnn.com - ZUMROH Najiyah, 25, punya prestasi yang sangat membanggakan. Pada 14 April lalu, mahasiswi Fakultas Syariah UIN Malang ini berhasil menjadi juara nasional membaca kitab kuning karangan Imam Ghozali, Ihya’ Ulumuddin.
FARIK FAJARWATI-Malang
BACA JUGA: Kisah Mengharukan, Dari Menandu Pasien Hingga Dihadang Babi Hutan
Ditemui di Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Zumroh nampak anggun dengan balutan busana muslim setelan warna tosca. Di tangannya sebuah kitab dengan tulisan pegon (huruf arab tanpa harakat) tengah dibolak-balik.
Kepiawaian Zumroh dalam membaca dan memaknai kitab kuning memang tidak dia dapatkan secara instan. Diawali dari menjadi santriwati di Pondok Pesantren Salafiyah, Kebonsari, Pasuruan selama hampir 10 tahun.
BACA JUGA: Beginilah Keseruan Hari Pertama Wonderful Indonesia di Thailand
Dengan cukup lamanya dia belajar, membuat kemampuan Zumroh untuk menguasai kitab kuning semakin baik. Sejak tahun 2006 beberapa kali Zumroh juga telah mengikuti lomba membaca kitab kuning baik di tingkat daerah maupun provinsi.
“Kalau belajar secara khusus sih sebenarnya tidak, ya mungkin karena terbiasa saja. Kalau di pondok membaca kitab kan sudah menjadi makanan sehari-hari,” kata gadis kelahiran 1 Juni 1991 itu merendah.
BACA JUGA: HEBAT...Rela Mengajar Tanpa Digaji, Sudah 11 Tahun
Bedanya dengan santri lain yang merasa cukup hanya sekadar mengaji, bungsu dari dua bersaudara ini juga ingin mengasah kemampuannya dalam lomba. Dan benar saja, pada tahun 2006 untuk pertama kalinya Zumroh menjajal kemampuannya dalam memahami kitab yang dia pelajari di pondoknya dalam lomba hafalan Kitab Imriti yang diselenggarakan oleh Kantor Departemen Agama (kini Kemenag) Jawa Timur. Dalam kompetisi itu, jugalah untuk pertama kalinya Zumroh mendapatkan juara pertama.
Tahun 2008 Zumroh kembali menjajal kemampuannya dalam Gelaran 1 Abad Pesantren Lirboyo, Kediri dan berhasil menduduki peringkat kedua membaca Tafsir Jalalain.
Masih dengan kitab yang sama pada tahun 2011, Zumroh juga menduduki peringkat pertama dalam lomba membaca kitab yang diselenggarakan oleh MQK (musabaqah qiroatul kutub) Departemen Agama Jawa Timur.
Dan yang teranyar, pada 14 April kemarin, putri dari pasangan Muhammad Asrori (Alm) dan Siti Masyrifah ini juga berhasil menyisihkan 142 pesaingnya dalam lomba membaca Kitab Ihya’Ulumuddin Tingkat Nasional yang diselenggarakan Oleh DPP PKB di Jakarta.
”Awalnya cuma coba-coba, karena persyaratan rekomendasi untuk pendaftaran harus lewat pesantren lalu saya ajukan dari pondok tempat saya mengajar saat ini, dan ternyata lolos,” jelasnya.
Proses seleksi yang harus dia lewati pun tergolong singkat. Zumroh mengatakan bahwa seleksi di tingkat provinsi dirinya harus bersaing dengan 10 orang peserta yang juga memperebutkan kursi ke tingkat nasional.
“Ini yang membuat saya sebenarnya kurang pede, karena waktu tahapan ini saya bukan di peringkat pertama tapi di peringkat kedua,” katanya.
Maka, bersama keempat perwakilan dari Jawa Timur, Zumroh kemudian berangkat ke Graha Gus Dur Jakarta pada 12 April untuk bertandang dalam tahapan final menghadapi para peserta dari seluruh wilayah Indonesia.
Dalam tahapan tersebut, para peserta diberikan kesempatan untuk membaca kitab Ihya’Ulumuddin di hadapan para juri. Untuk final para peserta diberi kesempatan membaca kitab selama 15 menit dan waktu grand final 20 menit, materinya juri yang menentukan.
“Ini yang paling membuat saya deg-degan, karena sebelumnya saya belum pernah mengaji kitab Ihya’Ulumuddin dan baru tahu di sana kalau ternyata kitab tersebut terdiri dari empat juz. Saya cuma belajar juz satu dan juz dua saja,” katanya sampil terkekeh. Beruntungnya saat dites oleh dewan juri, Zumroh mendapat bagian untuk membaca juz 1.
Tidak hanya membaca dalam kompetisi tersebut, peserta juga harus bisa menerjemahkan, memahami, dan menjawab pertanyaan terkait dengan teks yang dia baca. Karena itulah kemampuan Zumroh berbahasa Arab baik dalam ilmu nahwu maupun sorof juga diuji dalam kompetisi ini. “Sempat tidak menyangka bisa menjadi juara, justru yang yakin saya akan menang itu ibu,” terangnya.
Yap, kunci kesuksesan yang diraih oleh gadis kelahiran Pasuruan ini memang tidak terlepas dari doa sang ibu.
“Waktu masih babak final saya sempat tidak yakin dan menelepon ibu supaya tidak kecewa kalau nanti hasilnya kurang memuaskan. Karena ibu saya yakin sekali kalau saya pasti juara hari itu, katanya habis didatangi Ibu Nyai Sepuh (Istri dari Kiai) tempat saya mondok,” terangnya.
Ketidakyakinan Zumroh pada saat itu karena melihat bahwa ada banyak peserta lain yang tampil sangat bagus di hadapan dewan juri, sementara dia merasa hanya tampil biasa-biasa saja.
Namun pada saat pengumuman terjawab sudah rasa gelisah itu setelah nama Zumroh Najiyah dipanggil sebagai juara pertama.
“Alhamdulillah, semua karena doa ibu dan barokah dari guru serta teman-teman yang memberi semangat,” kata Zumroh.
Gadis itu merasa bahwa kesempatan yang diberikan oleh Allah tersebut adalah bukti bahwa tidak ada yang lebih barokah dari pada doa wanita yang telah melahirkan dan membersarkannya sendiri setelah sang ayah berpulang.
“Ibu saya kalau setiap hari kelahiran anaknya hampir selalu berpuasa, ya mungkin itu yang menjadikan Allah kasih kemudahan untuk saya,” kata Zumroh.
Hal ini diungkapkan oleh Zumroh karena menurut dia, dirinya bukanlah tipe anak yang rajin belajar. Sejak kecil Siti Masyrifah lah yang pertama kali mengenalkan Zumroh pada huruf hijaiyah sampai cara membaca kitab gundul.
Jika dihitung sudah puluhan kitab yang sudah dikhatamkan oleh gadis yang juga telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz ini. “Waktu mau berangkat lomba ibu juga sempat ngomel karena saya tidak belajar untuk mempersiapkan diri. Belajar lah saya meskipun akhirnya ketiduran juga,” katanya lalu tertawa.
Atas prestasi yang dia raih, sebagai hadiah Zumroh mendapatkan kesempatan untuk pergi umrah. Di tanah suci nanti oleh panitia, dia juga akan diajak untuk berziarah ke makam Imam Ghozali sebagai pengarang kitab Ihya’ Ulumuddin.
Saat ini selain tengah menyelesaikan tugas akhirnya, mahasiswi jurusan Hukum Bisnis Syariah UIN Malang ini juga disibukkan dengan kegiatan mengajar di Pondok Pesantren Darun Najah Karangploso. ”Karena sudah tidak ada kuliah kalau kosong ya pulang ke Pasuruan, bantu ibu juga mengajar di sana,” tuturnya.
Meski belum ada pandangan untuk mengikuti kompetisi serupa, Zumroh menyampaikan bahwa dirinya akan terus belajar membaca kitab kuning. Zumroh juga aktif dalam kajian lembaga turats yang diprakarsai oleh Fakultas Syariah UIN Malang.
Dalam kajian tersebut mahasiswi semester delapan itu sudah mengkaji beberapa kitab seperti Fiqih Islam, Syarah Hikam, dan Qawaid. “Kalau lomba sementara ini mungkin pending dulu karena skripsi harus saya selesaikan,” imbuhnya.
Karena Zumroh masuk ke UIN melalui PBSB (penerimaan bersama santri berprestasi), maka setelah lulus tahun ini dia harus mengabdi dulu di pesantren tempatnya menimba ilmu baru kemudian melanjutkan pendidikan di jenjang magister. (*/lid/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bambang Pamungkas Sering Bicara Sendiri di Depan Cermin
Redaktur : Tim Redaksi