Gagal Kliring Rp 5 M, BI Awasi Bank Century

Jumat, 14 November 2008 – 16:14 WIB
JAKARTA - Krisis finansial global yang mengakibatkan likuiditas seret kini benar-benar merembet ke perbankan nasionalKemarin industri perbankan dikejutkan dengan gagal kliringnya PT Bank Century Tbk.

Emiten yang melantai di bursa dengan kode perdagangan BCIC itu mengaku terlambat dalam penyediaan alokasi dana prefund untuk aktivitas kliring

BACA JUGA: EIA Turunkan Estimasi Demand Minyak Dunia

Perseroan menyatakan, gagal kliring disebabkan tingginya transaksi dana masuk dan keluar nasabah sebagai buntut ketatnya likuiditas di masyarakat


Corporate Secretary Bank Century Deddy Triana mengakui, pihaknya ada masalah teknis sehingga terlambat menyetor dana ke Bank Indonesia (BI) untuk kliring

BACA JUGA: BP Migas Teken Kontrak USD 912,1 Juta

Kamis  (13/11).

Namun, sambung dia, tiba-tiba ada pemberitahuan bahwa pihaknya dihadapkan pada kekurangan dana yang harus disetor
Nilainya Rp 5 miliar

BACA JUGA: Target Iklan PPPI 2009 Rp 60 Triliun

Apakah itu karena Bank Century kesulitan likuiditas? ''Kesulitan likuiditas adalah hal yang wajar dalam kondisi seperti ini,'' jawab Deddy.

Sejumlah analis menduga, gagal kliringnya Century karena mismatch alias ketidakcocokan antara likuiditas riil yang dimiliki dan angka yang tercatat untuk dilaporkan sebelum mengikuti kliringNamun, Deddy membantah asumsi tersebut''Tidak ada itu mismatchIni hanya masalah teknisBesok (hari ini) semua sudah lancar,'' ujarnya.

Kasus yang menimpa Bank Century itu membuat perdagangan sahamnya dihentikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI)Saat distop, harga saham BCIC bertengger di level Rp 50 per lembar.

Dirut Bank Century Hermanus Halim menegaskan, hari ini (14/11) aktivitas kliring perseroan sudah berjalan normal''Itu berhasil diatasi karena pengalokasian dana prefund sudah dilakukan hari ini (kemarin),'' ujar Hermanus dalam keterangannya kepada otoritas bursa

Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik (DKE) antara pesertaPertukaran itu bukan hanya atas nama bank peserta, tapi juga atas nama nasabah yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentuPelaksanaan kliring itu dilakukan secara nasional melalui jaringan bank sentralHingga September 2008, Bank Century mencatatkan kenaikan rasio kredit terhadap simpanan (LDR) dari 33,18 persen pada 2007 menjadi 47,59 persen.

Gubernur BI Boediono mengatakan, bank sentral segera mempelajari kasus tersebut lebih dalamRegulator perbankan itu juga akan memeriksa dan mengawasi neraca keuangan Bank Century untuk mencari penyebab terjadinya gagal kliring''Kita akan melihat lebih dalam bagaimana petanyaTapi, intinya perlu modal,'' imbuh Boediono di Jakarta kemarin

Menurut Boediono, pemenuhan modal merupakan tanggung jawab pengelola dan pemilik bankSetelah modal dipenuhi, bank baru bisa kembali mengikuti kliring ''Mereka harus bertanggung jawab,'' tegas mantan Menko Perekonomian itu.

Deputi Gubernur BI Muliaman DHadad menambahkan, saat sudah bisa memenuhi kewajibannya, Bank Century bisa kembali melakukan kliringPenyediaan prefund adalah salah satu kewajiban bank dalam melaksanakan kliring.

BI juga menangkis rumor bahwa kegagalan kliring itu bakal menimpa bank lainDalam siaran persnya, bank sentral menegaskan hanya ada satu bank, yakni Bank Century, yang menderita masalah tersebutTransaksi Bank Century melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) tetap berjalan normal.

Dengan begitu, ketidakikutsertaan bank yang bersangkutan dalam kliring tidak mengganggu kelancaran sistem pembayaran dan sistem perbankan secara keseluruhanBI juga membenarkan bahwa Bank Century sudah bisa mengikuti kliring secara normal mulai hari ini.

Ketua Forum Stabilisasi Keuangan Raden Pardede mengatakan, masalah kliring masih sebatas masalah teknisKarena itu, hal itu belum menjadi ancaman yang berarti

Ekonom perbankan dan moneter Iman Sugema menyatakan, apa yang terjadi di Bank Century patut diduga bahwa bank tersebut kesulitan likuiditas''Jumlah kekurangannya kecil memang (Rp 5 miliar), tapi dalam kondisi likuiditas ketat seperti ini, itu berbahaya,'' ujar ekonom Indef tersebutKekurangan dana itu sebenarnya dapat diantisipasi jika Century mempunyai SUN atau SBI yang bisa direpokan

Meski kasus Bank Century masih terhitung dalam skala kecil, bank sentral mestinya menjadikan momentum untuk melakukan deteksi dini''Aktivitas bank itu kan tiap hari ada laporannya, BI harus melakukan deteksi dini bank-bank mana saja yang kesulitan likuiditas,'' ujarnya.

Iman mengemukakan, pasar uang antarbank (PUAB) saat ini tidak bisa berjalan normal karena terjadi ketidaksalingpercayaan di antara bank-bank yang ada''Ini warning bagi BI karena sistem perbankan menghadapi situasi tidak saling percaya,'' sahutnya.

Terbukti, jika memang kekurangan dana Rp 5 miliar itu, Century sebenarnya bisa dengan mudah mengakses likuiditas ke bank lain lewat mekanisme PUAB''Dana Rp 5 miliar itu kecil, semestinya bisa diatasi,'' ujarnya.

Ekonom Tony Prasetiantono minta pemerintah segera mengambil langkah untuk mengatasi persoalan kalah kliringJika kondisi ini dibiarkan berlarut, bisa terjadi dampak berkelanjutanMenurut dia, pemicu Depresi Besar (Great Depression) di AS yang menular ke dunia pada 1929 salah satunya juga berawal dari rumor kalah kliring''Ada bank mau bangkrut karena semacam kalah kliring di Austria,'' ujarnya kemarin.

Bila bank tersiar kalah kliring, biasanya terjadi penarikan dana pihak ketiga (DPK) secara besar-besaran (rush)Bank yang memiliki struktur kuat pun akan bangkrut jika terjadi penarikan besar-besaran''Karena itu, pemerintah dan BI harus bertindak cepat supaya tidak terjadi rush,'' tuturnya.

Bumi Buyback Saham

Sementara itu dari pasar modal, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengagendakan pembelian kembali saham (buyback) sebanyak-banyaknya 3,298 miliar lembar atau tidak lebih dari 17 persen dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuhUntuk merealisasikan aksi korporasi itu, perusahaan batu bara terbesar di tanah air itu menyisihkan dana Rp 8,246 triliun atau sekitar USD 824,670 juta''Dana itu berasal dari pinjaman dan internal kas perseroan,'' ujar Direktur BUMI Eddie J Soebari dalam laporannya kepada BEI kemarin.

Perseroan menargetkan melakukan pembelian kembali pada harga rata-rata Rp 2.500 per lembarAnak perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) itu menunjuk PT Recapital Securities sebagai pedagang perantara efek dalam program buybackPembelian saham dilakukan dalam tiga bulan, terhitung sejak satu hari setelah disampaikannya keterbukaan informasi itu kepada Bapepam-LK dan BEI.

Secara terpisah, kelesuan permintaan di Amerika Serikat dan Eropa dikhawatirkan diikuti pemutusan hubungan kerja (PHK)Kadin menilai sektor yang paling rentan melakukan PHK adalah tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki.

''Bila kelesuan pasar ekspor berlangsung lama, PHK sulit dihindari produsen eksporterIndustri TPT dan alas kaki sudah mengisyaratkan PHKIndustri TPT mungkin mem-PHK 10 persen di antara 2,5 juta pekerja di sektor itu,'' ujar Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Bambang Soesatyo di Jakarta kemarin (13/11).

Politikus Golkar tersebut menyatakan, kondisi itu bisa dihindarkan bila industri memaksimalkan pasar dalam negeriUntuk itu, pemerintah harus memberi insentif dengan menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia serta menurunkan harga bahan bakar bersubsidi(sof/eri/noe/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Rombak Total APBN 2009


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler