jpnn.com - SURABAYA – Meski pemerintah terus memperjuangkan kesejahteraan guru, nyatanya penunggakan gaji guru tidak tetap (GTT) masih sering terjadi.
Kasus itu sempat terjadi di SDN 1 Rungkut, Surabaya, Jawa Timur pada Januari. Kini, kasus serupa terjadi kembali di sekolah elite, Multiple Intelegences (MI).
BACA JUGA: Dana BOS Telat Cair, Itu Wewenang Disdik Provinsi
Sekolah yang berada di kawasan Apartemen Metropolis, Jalan Raya Tenggilis Mejoyo 127 itu juga tidak membayar gaji para GTT selama tiga bulan.
Di sekolah tersebut, sebanyak 20 GTT nasibnya terkatung-katung. Meskipun bakal menerima gaji, biasanya pemberiannya molor. Para GTT pun protes. Mereka tidak mau mengisi buku rapor.
BACA JUGA: Dana Bos Telat Cair, Bendara Dinas Pendidikan Terpaksa Berutang
“Karena molornya gaji ini siswa yang seharusnya rapotan (menerima rapor) pada Desember mundur hingga 16 Januari. Itu pun dengan beberapa nilai ditahan guru yang bersangkutan. Sebab, guru pelajaran tidak mau mengisi nilainya,” kata perwakilan komunitas guru MI, usai melakukan mediasi dengan Yayasan Generasi Kreatif (Pemilik MI), Didik Purwanto, di kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Rabu (18/3).
Guru mata pelajaran IPA itu menjelaskan sejak Agustus 2014, gaji guru terhambat. Pihak yayasan hanya menjanjikan gaji. Namun, mereka tak kunjung membayarnya hingga Desember.
BACA JUGA: Astaga, Pemko Pekanbaru Berutang Rp 3,25 Miliar Untuk Gaji Guru Honor
Hal itu menyebabkan tunggakan gaji yang belum dibayar cukup besar. ”Padahal, sebagai sekolah yang baru berdiri (tahun 2012), seharusnya mereka sudah siap dengan dana operasional minimal selama tiga tahun sebagai syarat pendirian atau izin operasional sekolah baru,” tandas Didik.
Imbas lain, karena tidak dibayar, sebagian guru di sekolah yang terdiri atas SD, SMP, SMA tersebut memilih untuk mengundurkan diri (resign).
Akibatnya, jumlah guru MI terus menurun. Dari jumlah guru yang awalnya puluhan orang kini hanya tersisa lima orang.
Menurut Didik, segala upaya untuk menyelesaikan persoalan ini telah dilakukan. Mulai dari berkoordinasi dengan wali murid hingga yayasan. Bahkan, pada Desember lalu, guru mengirimkan surat permohonan penyelesaian dari Dispendik Surabaya dan berbagai instansi lainnya. Seperti, DPRD Surabaya dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Namun, surat itu tidak direspons. “Baru pada Januari, kami kirim surat kembali ke Dispendik Surabaya dan baru dipanggil. Hasilnya, yayasan berjanji untuk menyelesaikan pembayaran,” pungkasnya.
Sementara itu, banyak orang tua siswa yang merasa resah dan khawatir terhadap masa depan pendidikan anak-anak mereka. Karena mereka merasa yang dijanjikan pihak Yayasan Generasi Kreatif selaku pemilik sekolah dengan kenyataannya berbeda. Akhirnya, sebagian besar orang tua berniat untuk memindahkan anaknya ke sekolah lain.
Satu di antaranya adalah Lisawati, orang tua Tubagus Hilman, siswa kelas IX SMP MI. “Setiap bulan, kami bayar SPP Rp 1 juta. Tapi, anak tidak ada kelas. Kami minta kejelasan. Kalau tidak, anak saya akan pindah sekolah,” tegas Lisa usai sidang mediasi.
Sekretaris Yayasan Generasi Kreatif Emy Sulistyorini berjanji akan membayar semua tunggakan kepada GTT.
“Besok akan kami bayar semua. Yayasan punya uang kok. Kegiatan belajar mengajar bagus di Multiple Intelligence,” kata Emy.
Sementara, Humas Dispendik Surabaya, Eko Prasetyoningsih, menambahkan bahwa dispendik telah melakukan upaya mediasi antara Yayasan Generasi Kreatif dengan guru.
“Hasilnya kan sudah jelas bahwa yayasan akan membayar hari ini,” jelasnya. (han/jee/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Detik Menegangkan Menghadapi Ujian Online, Eh...Malah Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi