Gaji Guru Tak Cukup, Sugeng Merangkap Jadi Tukang Becak

Mengajar Digaji Rp 224 Ribu, Genjot Becak Dapat Rp 900 Ribu

Minggu, 27 November 2011 – 13:30 WIB
Sugeng Supriadi, selain mengajar di SMP Nusantara, Bandarlampung, ia juga harus menjadi pembecak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Foto: Alam Islam/Radar Lampung

Nasib guru honorer di mana pun samaGaji jauh dari cukup dan guru terpaksa ngobjek untuk menutup kebutuhan hidup

BACA JUGA: Berkat Novel-Film Eat, Pray, Love, Ketut Liyer Kewalahan Layani Turis Asing

Itu pula yang dijalani Sugeng, guru SMP Nusantara Bandar Lampung
Sudah 24 tahun dia mengajar

BACA JUGA: Panji Hadisoemarto, Kandidat Doktor Ilmu Virus di Harvard University

Namun, gaji yang diterima hanya Rp 224 ribu
Untuk menambah penghasilan, dia rela menarik becak. 
------------------------------------
LIA APRIANDARI, Bandar Lampung
-----------------------------------

TINGGI mentari masih sepenggalah, menyinari bangunan SMP Nusantara di Jalan Jelantik No 16 Tanjungagung, Tanjungkarang Timur (TKT), Bandar Lampung

BACA JUGA: Para Siswa SMKN 29 Penerbangan Jakarta yang Pintar Merakit Pesawat

Saat itu seorang pria berpakaian batik berwarna cokelat kekuningan sedikit tergopoh-gopoh memasuki sebuah ruang kelasDi tangannya, sebuah buku bergambar not balok tergenggam erat

Tak lama kemudian, pria bernama Sugeng tersebut mengucapkan salam kepada siswa di sebuah kelas, yang sudah menunggu kehadirannyaTanpa banyak bicara, pria yang tinggal di Jalan Bangau, Tanjungagung, TKT, itu menghampiri whiteboardDengan cekatan, dia mulai menggoreskan spidol hitam di tangan kanannya untuk menggambar not balokSejenak kemudian, bapak tiga anak tersebut dengan suara halus mulai menerangkan cara membuat dan membaca lambang-lambang itu

Ya, Sugeng adalah guru kesenian sekolah ituProfesi tersebut dia geluti sejak 1987"Awalnya, saya tidak pernah terpikir untuk menjadi seorang guruNasib yang menuntun saya menjalani profesi itu," ujarnya kepada Radar Lampung (Jawa Pos Group) setelah mengajar

Pria 44 tahun tersebut merupakan alumnus SMP NusantaraDia lulus dari sekolah itu pada 1983Setelah lulus SMP, dia melanjutkan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) 1 PahomanPendidikan tersebut berhasil dia selesaikan pada 1986Setahun kemudian, pria berkulit sawo matang tersebut melamar sebagai staf tata usaha (TU) di SMP Nusantara

Dari situlah, karirnya sebagai guru dimulaiKarena sekolah kekurangan guru, Sugeng yang memiliki bakat seni lantas diberi amanah untuk mengajar seni-budayaSebagai bentuk keseriusannya menekuni dunia pendidikan, dia lantas berupaya melanjutkan pendidikanPilihan akhirnya jatuh ke pendidikan guru sekolah menengah tingkat pertama (PGSMTP) di PahomanDi lembaga pendidikan setara D-1 tersebut, dia berhasil lulus dengan nilai cukup memuaskan.

"Waktu itu kebetulan di SMP Nusantara tidak ada guru kesenianKarena saya dipandang punya bakat, saya lalu ditawari menjadi guruTawaran itu kemudian saya terima," tuturnya sembari menatap barisan siswa yang berlatih upacara

Sayang, meski telah mengabdikan diri selama 24 tahun, embel-embel guru honorer hingga kini tidak juga lepasSaat ini dia hanya menerima honor Rp 224 ribu per bulanPada zaman ini uang sejumlah itu tentu sangat jauh dari kata cukup

Meski demikian, di tengah impitan ekonomi karena harus menghidupi keluarga, Sugeng mengambil keputusan yang cukup mengejutkanSejak 1993, dia memutuskan untuk menjadi pengayuh becak

"Mau bagaimana lagi? Kerjaan ini yang paling bebas karena tidak ada tekanan atau tuntutan dari mana punKapan saja saya punya waktu, saya bisa narik (becak)," ungkapnya

Bagaimana cara membagi waktu? Jika mendapat jam mengajar siang, Sugeng mengayuh becak sore dan malamDemikian sebaliknyaDari usaha itu, dia bisa mengantongi penghasilan hingga Rp 30 ribu per hari atau sekitar Rp 900 ribu per bulanItu berarti sekitar tiga kali lipat penghasilannya sebagai guruMeski kerap harus pulang hingga larut, dia tetap setia menjalani profesi tersebut

Ketika guru lain bisa beristirahat, Sugeng masih harus menjalani profesi sampinganPenampilannya pun berubah drastisJika saat mengajar mengenakan kemeja batik, ketika mengayuh becak baju itu dia ganti dengan pakaian ala kadarnyaBahkan, dia sering mengenakan baju yang warnanya sudah pudar, celana selutut, sandal jepit, dan topi berwarna cokelat yang melindungi kepalanya dari sengatan matahari

Itu pula yang terjadi saat Radar Lampung menyambanginyaSetelah mengecek kondisi becak kesayangan, dengan penuh percaya diri Sugeng mengayuhnya menuju Pasar Tugu TKT

Terik mentari dan derasnya hujan sudah menjadi bagian hidupnyaNamun, itu semua tidak menjadi halangan berarti untuk terus mengayuh becak hitamnyaTak jarang, ban becaknya kempis di tengah jalanJika sudah begitu, dia harus merelakan sebagian penghasilannya melayang ke tukang tambal ban

Sugeng begitu telaten mengumpulkan uang dengan becaknyaItu semua dia lakukan demi tiga buah hatinya yang membutuhkan biaya pendidikanYaitu; Ratih Sepsilawan, 17, yang kini duduk di bangku kelas XII SMA; Surya Galih, 14, pelajar kelas VIII SMP; dan si bungsu Singgih Remili Darma, 12, murid kelas VI SD

Ya, Sugeng kini harus hidup dengan tiga anaknya tersebutSebab, sejak Maret 2011 sang istri memilih berpisah dengan alasan tidak mau hidup susah

Penderitaan Sugeng makin lengkap karena sejak beberapa tahun terakhir sebuah virus yang belum diketahui jenisnya menggerogoti saraf bagian belakang kepalanyaAkibatnya, sebagian wajah Sugeng pernah berubah bentukMeski kini kondisinya berangsur normal, bagian mata sebelah kirinya masih tampak merah

Meski juga dikenal sebagai pengayuh becak, di mata siswa dan rekan kerjanya, Sugeng dipandang terhormatItu tidak lain disebabkan sikap disiplin yang senantiasa dia tunjukkan kepada para anak didiknyaSekalipun dalam kondisi sakit, dia tetap bersemangat menularkan ilmu kepada para siswa.

Sugeng juga dikenal sebagai guru yang selalu datang tepat waktu"Saya tidak ingin anak didik saya menunggu untuk diberi ilmu," ucapnya, merendah

Wakil Kepala SMP Nusantara Bidang Kesiswaan Kholinawati SPd juga mengakui hal itu"Pak Sugeng merupakan seorang yang sangat tabah, sangat bertanggung jawab, dan disiplinWalaupun dalam kondisi sakit, dia tetap mengajarDatangnya pun tidak pernah telatPokoknya, sangat disiplin," katanya.

Senada, Ratih, anak Sugeng, menyatakan bangga meski sang ayah menekuni pekerjaan yang kerap dipandang rendah oleh sebagian orang tersebut"Saya justru bangga dengan bapakSaya tidak malu punya bapak tukang becak," katanya dengan yakin

Di tengah kesibukannya, Sugeng masih menyimpan sebuah ambisi besar, yaitu melanjutkan pendidikan ke jenjang strata 1"Biar saya bisa diangkat (jadi PNS)Sekarang kan harus sarjana untuk dapat sertifikasi guruSemoga Allah mengabulkan harapan itu," katanya sambil menunduk(fik/jpnn/c11/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tri Handono, Diplomat Gamelan di Pittsburgh, Amerika Serikat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler