jpnn.com, Â BALIKPAPAN - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan tiga tersangka dalam kasus penambangan ilegal di Kawasan Ibu Kota (IKN) Nusantara.
Pertambangan ilegal itu terletak di wilayah IKN Nusantara, KM 43 Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada Kamis (24/3) siang.
BACA JUGA: Sigit Sebut G20 EDM dan Organisasi Internasional Dukung Isu Prioritas Lingkungan Hidup
Sebagaimana diketahui, Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Samarinda, berhasil meringkus 11 pelaku penambang ilegal dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Senin (23/3) dini hari lalu.
Saat dilakukan penggerebekan, petugas mendapati pelaku sedang berkegiatan mengeruk emas hitam.
BACA JUGA: Menteri Siti Minta Penambang Ilegal di IKN Dibereskan, 11 Orang Langsung Ditangkap
Penyidik kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka dari 11 penambang ilegal yang ditangkap.
Para tersangka di antaranya adalah M (60), warga Balikpapan yang berperan sebagai koordinator atau penanggung jawab di lapangan, kemudian E (38) dan ES (34), warga Kukar yang bertugas selaku operator alat berat ekskavator.
BACA JUGA: 11 Penambang Ilegal di IKN Nusantara Ditangkap, 3 Orang Jadi Tersangka
Ketiga tersangka itu kini sudah dijebloskan ke sel tahanan Polres Kutai Kartanegara. Sementara barang bukti berupa 2 unit excavator, 1 unit dumptruck dam 1 kantong sampel batubara beserta barang bukti lainnya, kini diamankan di Kantor Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan Samarinda.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan saat ini jajarannya sedang melakukan pengembangan kasus guna mengungkap adanya keterlibatan pihak lain di dalam menjalankan bisnis ilegal tersebut.
"Saya sudah memerintahkan Penyidik untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Baik itu pemodal, penadah hasil tambang illegal serta pihak lain yang terlibat dalam aktivitas penambangan batubara ilegal di kawasan Tahura Bukit Suharto," ujar Rasio kepada awak media, Kamis (24/3).
Menurut Rasio, pertambangan ilegal adalah kejahatan yang harus diusut tuntas. Pasalnya para pelaku sudah merugikan negara dan merusak lingkungan hidup dan hutan lindung. Terlebih lagi lokasi tambang emas hitam itu berada di kawasan IKN Nusantara.
"Mereka sudah mengancam kehidupan masyarakat, dan merugikan negara. Pelaku kejahatan ini, apalagi pemodal harus dihukum seberat-beratnya, agar ada efek jera," ungkap Rasio.
"Saya juga sudah memerintakan penyidik untuk berkoordinasi dengan PPATK untuk mendalami aliran keuangan dari kejahatan ini guna penegakan hukum tindak pidana pencucian uang” tegas Rasio Sani.
Rasio Sani menambahkan penindakan ini sekaligus menjadi peringatan bagi para pelaku penambang batu bara ilegal, termasuk para pemodal tambang illegal.
Dijelaskannya, bahwa pemodal kejahatan pertambangan illegal berdasarkan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 diancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal 20 milyar.
Pemodal dan kegiatan tambang illegal sebagaimana Pasal 94 ayat (1) huruf a huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan di pidana maksimum 15 tahun serta pidana denda maksimum Rp.100 millar.
"Sementara pembeli atau penerima sebagaimana Pasal 98 ayat (1) diancam hukuman maksimum 3 tahun penjara serta pidana denda maksimum Rp.1,5 miliar," jelasnya.
Sementara itu, untuk ketiga tersangka yang kini telah mendekam di balik jeruji besi, terancam hukuman maksimal 15 tahun disertai denda Rp 10 miliar
"Untuk ketiga tersangka kami jerat dengan Pasal 89 ayat (1) huruf b dan/atau a Jo Pasal 17 ayat (1) huruf a dan/atau b Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo Pasal 37 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman penjara maksimum 15 tahun dan denda Rp 10 miliar," pungkasnya. (mcr14/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... IKN Pindah ke Kaltim, Jakarta Bersaing dengan Washington hingga Sydney
Redaktur : Natalia
Reporter : Arditya Abdul Aziz