jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian, melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) menggandeng Asian Productivity Organization (APO) yang berkantor pusat di Tokyo, Jepang untuk menyiapkan investasi generasi muda untuk mengembangkan pertanian di daerah.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo berharap ada transformasi ilmu dari kegiatan Workshop on Policy Initiative for Attracting Youth and Preventing Attrition in Agriculture yang dilaksanakan secara virtual, Rabu (7/4).
BACA JUGA: Kementan dan Pemprov Sumsel Bahas Penguatan Peran BPP
"Workshop internasional ini bisa menjadi ajang sharing, ajang berbagi ilmu untuk memajukan pertanian. Termasuk tentunya peningkatan SDM pertanian," kata dia dalam keterangan resmi.
Sementara secara terpisah Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi, mengatakan workshop ini bertujuan untuk mempelajari serta meninjau inisiatif dan skema kebijakan yang ada selain untuk menarik generasi muda ke daerah perdesaan dan bekerja di bidang pertanian.
BACA JUGA: BPPSDMP Sebut Kebangkitan Pertanian dimulai dari Petani dan Penyuluh
"Lewat workshop, kita mengidentifikasi dan mempromosikan praktik-praktik terbaik yang mendukung ketertarikan generasi muda ke pertanian, dan mendiskusikan peluang dan tantangan dalam mempromosikan keterlibatan pemuda di sektor pertanian," jelasnya.
Sekretaris BPPSDMP, Siti Munifah, dalam sambutannya pada acara ini mewakili Kepala Badan PPSDMP menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia melalui BPPSDMP berkomitmen untuk terus berproduksi untuk memenuhi kebutuhan pangan sekitar 270 juta penduduk Indonesia, meningkatkan kesejahteraan petani, dan meningkatkan ekspor komoditas pertanian.
BACA JUGA: BPPSDMP Kementan: Kunci Keberhasilan Pertanian Ada di SDM yang Berkualitas
"Kementerian Pertanian juga berkomitmen untuk mempersiapkan SDM pertanian yang berjiwa wirausaha melalui penciptaan 2,5 juta wirausaha pertanian milenial pada tahun 2024," terangnya.
Oleh sebab itu, sambung Siti Munifah, berinvestasi pada generasi muda yang tinggal di daerah perdesaan menjadi kunci, selain pembentukan ekosistem strategis yang mendukung seperti penggunaan teknologi 4.0, pemasaran digital, akses finansial dan penggunaan teknologi modern di pasca panen.
"Melalui lokakarya ini, para peserta diharapkan dapat mengetahui bagaimana melibatkan kembali pemuda di bidang pertanian," ujar dia.
Di samping itu, diharapkan program penyuluhan, pelatihan dan pendidikan dapat membekali pemuda perdesaan dengan keterampilan dan wawasan yang dibutuhkan untuk terlibat dalam pertanian.
"Dan juga mengadopsi pertanian yang ramah lingkungan, serta inisiatif dan pendekatan yang digunakan oleh negara lain dalam menarik pemuda di bidang pertanian," kata Siti.
Perwakilan National Productivity Organization (NPO) Indonesia yang berkedudukan di Kementerian Ketenagakerjaan, Ratna Sari Dewi, menyampaikan apresiasinya kepada pihak BPPSDMP Kementan dan APO Secretariat yang telah menyelenggarakan acara ini.
Menurutnya, merujuk pada Buku Data Produktivitas APO (2020), diketahui bahwa sektor pertanian masih mendominasi di sebagian besar negara Asia-Pasifik, menyumbang 31 persen dari total lapangan kerja pada tahun 2018, diikuti oleh manufaktur sebesar 16 persen dan jasa sebesar 16 persen.
"Mayoritas penduduk berbasis pertanian ini bertempat tinggal di daerah perdesaan, menunjukkan bahwa pertanian merupakan salah satu sumber utama lapangan kerja bagi kaum muda," kata dia.
“Saat ini, pertanian tidak lagi bergantung pada tenaga kerja manual tetapi menggabungkan mekanisasi dengan informasi digital yang real-time," ungkap dia.
Ratna menyebutkan, kaum muda yang mahir digital dapat berkontribusi mengubah pertanian perdesaan menjadi sektor yang lebih produktif dan menarik.
"Menarik anak muda berbakat ke pertanian telah menjadi agenda utama pemerintah di seluruh negara anggota APO,” tambah Ratna Sari Dewi.
Kepala Pusat Pendidikan Pertanian, Idha Widhi Arsanti, yang menjadi Keynote Presenter, menambahkan kesempatan dan tantangan dalam pelibatan generasi muda ke sektor pertanian.
Menurut dia, tantangannya adalah sektor pertanian menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 38 juta orang di Indonesia, namun hampir 80 persen petani Indonesia berusia di atas 45 tahun.
Sedangkan di Indonesia terdapat 65 juta pemuda dengan usia rata-rata 28 tahun yang dalam hal ini jumlah pemuda tidak sejalan dengan partisipasi pemuda di sektor pertanian.
"Rendahnya minat pemuda pada sektor pertanian menjadi tantangan, baik dalam pekerjaan maupun kewirausahaan, baik di on-farm maupun off-farm; dan setiap tahun jumlah petani menurun 500 ribu," beber dia.
Idha menjelaskan, kesempatan yang dimiliki adalah adanya kebutuhan untuk 81.090.000 petani, yang hanya separuhnya terpenuhi (38.224.371 petani yang ada.
"Kita membutuhkan 42.865.629 lebih pemuda untuk mengembangkan pertanian di era Industri 4.0, serta menggantikan petani tua, berdaya saing, lebih tanggap terhadap teknologi, lebih adaptif dan kreatif. Kaderisasi petani dengan dukungan pendidikan dan teknologi holistik merupakan salah satu solusi kunci," kata Idha.
Menurutnya ada 3 hal penting yang dibutuhkan dalam menyusun kebijakan strategis yaitu kolaborasi, inklusivitas, konstruktif.
Acara dilanjutkan dengan Sesi mengenai Kebijakan dimana perwakilan dari FAO, IFAD, International School of Sustainable Tourism menjelaskan mengenai inisiatif kebijakan di masing-masing institusi asalnya dalam menangani masalah meningkatkan minta generasi muda ke dalam pertanian.
Hadir pula sebagai Narasumber dalam kegiatan ini, Tomomi Ishida (FAO Italia), Federica Emma (IFAD Italia), Joselito C. Bernardo (International School of Sustainable Tourism Filipina), AA Gede Agung Wedhatama (Bali Organik Subak, Indonesia), Sheng-jang Sheu (National University of Kaohsiung Taiwan), dan Kit Chan (K-Farm Sdn. Bhd Malaysia).
Acara diikuti oleh 33 orang peserta dari berbagai negara. Diantaranya Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Iran, Pakistan, Filipina, Taiwan, Sri Lanka, dan Turki. (jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia