jpnn.com - JPNN.com – Kasus Bupati Klaten Sri Hartini yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguak praktik politik dinasti selama 20 tahun di salah satu wilayah di Jawa Tengah itu.
Masih kuatnya politik dinasti dalam kontestasi pemilihan kepala daerah semacam itu akhirnya mendorong komisi II untuk mengusulkan kembali larangan pencalonan kepala daerah dalam satu garis keluarga.
BACA JUGA: Bu Sri, Oh Bu Sri, Uang Miliaran Cuma Ditaruh di Lemari
’’Ini memang perlu diatur kembali karena faktanya politik dinasti itu ada,’’ ujar M. Riza Patria, wakil ketua Komisi II DPR, saat dihubungi kemarin (4/1).
Dia menyatakan, bahaya politik dinasti sudah lama menjadi perhatian DPR dan pemerintah. Dalam revisi UU Pilkada pada 2015, larangan politik dinasti sudah diatur.
BACA JUGA: Garap 40 Saksi, KPK Bidik Pihak Lain di Klaten
Aturan saat itu menyebutkan, pasangan calon yang masih memiliki hubungan keluarga dengan incumbent dilarang maju selama satu periode. ’’Ini kemudian dibatalkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi,’’ kata Riza.
Legislator Partai Gerakan Indonesia Raya itu menilai, saat ini kekhawatiran politik dinasti sudah terbukti.
BACA JUGA: KPK Sita Uang Sebegini di Rumah Bupati Klaten
Kabupaten Klaten menjadi contoh bahwa pengisian jabatan kepala daerah hanya didominasi dua keluarga yang silih berganti.
Mereka bergiliran menjabat pucuk pimpinan bupati dan wakil bupati. ’’Politik dinasti menunjukkan ada potensi suap, termasuk yang terbukti dalam promosi jabatan,’’ ungkap Riza.
Karena itu, sangat beralasan bahwa aturan untuk membatasi politik dinasti perlu diterapkan lagi.
Bagaimanapun, sudah terbukti bahwa incumbent sedikit banyak ingin memperluas kekuasaannya. ’’Kami berharap MK bisa memahami jika itu diatur lagi,’’ ujarnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan, pemerintah juga sudah menyepakati pelarangan politik dinasti.
Hal itu dibuktikan dengan dibuatnya norma larangan dalam UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. ’’Sudah kami larang, oleh MK diperbolehkan lagi,’’ ujarnya di Jakarta kemarin.
Untuk itu, kalaupun banyak pihak yang mempersoalkan politik dinasti, itu sudah bukan kewenangan pemerintah.
Menurut dia, bola panas berada di tangan DPR dalam pembahasan UU Pilkada ke depan. ’’Ya silakan DPR saja. Kalau kami, gak mungkin lobi MK. Silakan DPR lobi ke MK,’’ imbuhnya.
BACA: Bu Sri, Oh Bu Sri, Uang Miliaran Cuma Ditaruh di Lemari
Meski demikian, Tjahjo tidak sepakat jika politik dinasti dijadikan penyebab korupsi di daerah. Sebab, hal serupa bisa terjadi di daerah-daerah yang tidak mengalami dinasti. (bay/far/c5/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Irman Ngotot Pengin Penyidik KPK Jadi Saksi
Redaktur : Tim Redaksi