Gara-gara Trauma Lari di Tumpukan Orang Mati

Kamis, 05 Desember 2013 – 14:16 WIB
MULTINASIONAL - Sebagian peserta foto bersama sebelum memulai gowes menyusuri rute menanjak di kawasan Cameron Highlands, Malaysia. Foto: Joy Riders For Jawa Pos

SIAPA sangka Juanico Coli Chepeda yang tidak pernah ikut lomba lari jarak jauh bisa memenangi lomba maraton gunung internasional Bromo Tengger Semeru Ultra for Man 2013. Apa resepnya?
 
MASBAHUR ROZIQI, Malang
 
WAJAH 
Juanico Coli Chepeda terus terlihat semringah. Senyumnya menyapa orang-orang yang ditemui di kampusnya, Universitas Merdeka (Unmer) Malang, 26 November lalu. Nama Juanico memang sedang naik daun di kampus setelah sukses menjuarai lomba maraton yang melintasi pegunungan sejauh 102 km yang diikuti peserta dari 15 negara tersebut.

Hari itu secara khusus Rektor Unmer Prof Dr Anwar Sanusi memanggil Juan "panggilan Juanico Coli Chepeda" ke ruang kerjanya. Rektor ingin menyampaikan ucapan selamat atas prestasi Juan sekaligus memberikan kabar gembira.

BACA JUGA: Sukses Selesai Touring, Dapat Medali Kubis

"Tidak ada alasan untuk tidak memberikan beasiswa untuk Juan. Kamu telah mengarumkan nama kampus ini dengan prestasi yang luar biasa," ujar Anwar sembari memotret Juan, mahasiswa asal Kota Soe, Kecamatan Neonmat, Kabupaten Timur Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, itu.

Rektor berjanji memperjuangkan beasiswa pemuda 21 tahun tersebut. "Nanti saya usulkan ke yayasan. Kebetulan, saya juga mau rapat dengan ketua yayasan," tambah Anwar sambil menjabat tangan Juan.

BACA JUGA: Wajah Lain Hubungan Indonesia-Australia

Lomba lari maraton yang melintasi Gunung Bromo Tengger Semeru itu berlangsung pada 23"24 November silam. Peserta berdatangan dari berbagai negara. Antara lain, Singapura, Amerika Serikat, Selandia Baru, Prancis, Belgia, Inggris, Polandia, Australia, Malaysia, Jerman, dan Indonesia sebagai tuan rumah. Selain 102 km kategori pria dan wanita, maraton gunung itu melombakan jarak 165 km (pria) serta 50 km untuk pria dan wanita.

Catatan waktu yang ditorehkan Juan bisa dibilang luar biasa: 23 jam 53 menit 03 detik. Nyaris sehari nonstop. Raihan waktu itu jauh dari batas waktu yang ditargetkan panitia: 32 jam.

BACA JUGA: Lailly Prihatiningtyas, Calon Direktur Utama BUMN Termuda

Bahkan, dengan juara kedua, Wee Teck Hian, catatan waktu Juan terpaut tiga jam lebih cepat. Pelari asal Singapura itu mencatat waktu: 26 jam 49 menit 50 detik. Juara III diraih Januar Adi Putra (Indonesia) dengan waktu 26 jam 53 menit 13 detik.

"Ketika saya selesai mandi, makan, lalu istirahat, mereka baru berdatangan," ungkap mahasiswa semester II teknik mesin itu lantas terkekeh.

Kemampuan Juan lari "seharian" tanpa henti itu cukup mengagetkan teman-temannya di Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam (Imapala) Unmer Malang. Apalagi mengingat usianya yang masih muda dan belum banyak pengalaman mengikuti lomba lari jarak jauh, sedangkan kebanyakan peserta dari luar negeri sudah berpengalaman.

"Saya pernah ikut lomba maraton di Malang, tapi hanya finis nomor 13," ucap Juan. "Yang menang ketika saya ikut turnamen sepak bola di NTT. Tim saya juara ketiga," tambah dia.

Lomba maraton lintas gunung itu, kata Juan, sangat berat. Berjarak 102 kilometer, peserta harus naik-turun gunung dengan kecuraman yang sangat tajam. Yang paling berat adalah ketika peserta harus berlari melewati tanjakan di sekitar kaldera Gunung Bromo. Selain peserta harus "memanjat" gunung dengan kemiringan sekitar 65 derajat, bau menyengat belerang dari kawah Bromo sangat menyiksa.

"Baunya saya tidak tahan. Hampir mau muntah. Ditambah napas mulai ngos-ngosan saat menapaki tanjakan tajam itu. Capeknya minta ampun. Tapi, saya terus lari. Ingat sama teman-teman yang terus mendukung saya," ujarnya.

Saking capeknya, Juan sempat nyaris putus asa. Dia sudah hendak menangis karena tidak kuat lagi. "Tapi, entah, tiba-tiba semangat saya bangkit lagi. Saya terus berlari di tebing-tebing gunung itu sampai finis. Bahkan nomor satu," imbuh putra pasangan Koptu Joao Chepeda dan Teresia Olivera Da Kosta tersebut. Menurut Juan, dirinya menyenangi olahraga lari jarak jauh, antara lain, untuk menghilangkan trauma lama. Apa itu" Sampai saat ini dia masih sering teringat kenangan pahit kerusuhan Timor Leste pada 1999. Kala itu Juan masih berusia tujuh tahun.

"Saya pernah berjalan melewati tumpukan orang-orang mati karena kerusuhan itu. Awalnya saya pelan-pelan melewati mayat-mayat tersebut. Tapi, begitu selesai, saya langsung lari ketakutan," ungkapnya dengan ekspresi ngeri. "Saya belum bisa melupakan itu," lanjutnya.

Karena itu, Juan lalu mencari cara untuk menghilangkan trauma yang sudah mendekam sekitar 14 tahun tersebut. Salah satu caranya adalah berolahraga lari. "Dengan lari, ingatan itu jadi tertumpuk. Saya juga melupakannya dengan bermain sepak bola," kata pemuda kelahiran 1 Maret 1992 yang keluarganya memilih menjadi warga Indonesia setelah Timor Leste memerdekakan diri.

Keikutsertaan Juan dalam lomba maraton Gunung Bromo Tengger Semeru itu juga dimaksudkan untuk melupakan trauma tersebut. Dia memang didorong teman-temannya di Imapala Unmer Malang untuk mengikuti lomba bergengsi tersebut.

"Saya awalnya menantang dia untuk ikut lomba lari maraton gunung. Gayung bersambut ternyata. Malah dia sangat ingin ikut. Harus menang. Itu yang saya pesankan padanya," jelas Iwan Priyadi, aktivis imapala yang mendampingi Juan selama lomba.

Tidak hanya mendampingi, teman-teman Juan urunan untuk membiayai keiikutsertaannya di lomba lari jarak jauh itu. Urunan tersebut terkumpul Rp 5 juta.

"Saya terharu dengan perjuangan Mas Iwan dan teman-teman alumni imapala. Mereka bersedia menyisihkan sebagian rezekinya. Solidaritas mereka membuat saya malu kalau tidak bisa mempersembahkan yang terbaik," ujarnya.

Prestasi itu sekaligus menjadi bukti bagi ayah Juan yang sempat meremehkan kemampuan sulung di antara tiga bersaudara tersebut. "Sekarang saya bisa membuat ayah dan ibu bangga. Kemenangan ini untuk mereka di NTT," tandasnya.

Juan terobsesi untuk mengikuti lomba maraton gunung di dua tempat lain. Yakni, Gunung Rinjani, Lombok, dan Bali. Bila mampu berprestasi di dua event itu, dia berhak tampil di final Mont Blanc, Prancis.

"Untuk menghadapi itu, saya berupaya menjaga kondisi tubuh agar terus prima. Setiap pagi saya harus lari dan seminggu sekali lari di lintasan Gunung Arjuno atau Penderman," tandas pria bertinggi 165 cm tersebut. (*/c5/c10/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejar Pelaku Tabrak Lari saat Angkut 10 Penumpang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler