jpnn.com - Swiss adalah salah satu negara paling makmur dan penduduknya paling bahagia di dunia.
Negara kecil, penuh pergunungan dan bersalju sepanjang tahun ini, hanya berpenduduk tiga juta orang.
BACA JUGA: Revolusi Beludru
Ia dikelilingi negara-negara besar Jerman, Prancis, Italia, dan Austria.
Masyarakat Swiss menuturkan banyak bahasa, dan terdapat empat bahasa resmi, yaitu Jerman, Prancis, Italia, dan juga bahasa lokal Romansh yang kurang populer.
BACA JUGA: Conquistadores
Jumlah kambing dan sapi di Swiss lebih besar dari jumlah penduduk.
Swiss kaya dengan sejarah sebagai negara yang netral pada masa perang atau damai. Swiss tidak pernah terlibat dalam perang dengan kekuatan asing sejak 1815.
BACA JUGA: Gott ist Tott
Karena netralitas itu Swiss dijadikan tuan rumah berbagai organisasi internasional.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) punya kantor pusat di New York, tetapi banyak mendirikan kantor di Swiss.
Ekspor paling terkenal adalah produk jam tangan dan olahan susu.
Namun, mungkin tidak banyak yang tahu bahwa ekspor paling keren dari Swiss adalah tentara bayaran.
Betul. Swiss adalah negara yang paling banyak mengekspor tentara bayaran (mercenary) untuk menjadi tentara di negara lain. Salah satu yang paling terkenal adalah Tentara Pengawal Paus di Vatikan.
Garda Swiss, atau Pasukan Pengawal Swiss, adalah tentara bayaran Swiss yang telah bertugas sebagai pengawal pribadi, pasukan upacara, dan penjaga istana di berbagai tempat di Eropa, dari akhir abad ke-15 hingga hari ini.
Mereka memiliki reputasi sebagai pasukan yang sangat disiplin dan sangat setia pada para pihak yang menyewa jasa mereka.
Beberapa unit Garda Swiss juga pernah bertempur di medan laga. Terdapat pula resimen-resimen tentara bayaran Swiss reguler yang bertugas sebagai tentara terdepan dalam berbagai kesatuan, seperti kesatuan-kesatuan dari Prancis, Spanyol, dan Napoli hingga abad ke-19.
Kesatuan pasukan tersebut yang paling tua adalah Garda Seratus Swiss atau Swiss Hundred Guard/Cent-Garde, yang bertugas di istana-istana Prancis pada 1497 sampai 1830. Kesatuan kecil ini kemudian dilengkapi oleh sebuah Resimen Garda Swiss pada 1567.
Garda Swiss Sri Paus di Vatikan dibentuk pada 1506 dan merupakan satu-satunya kesatuan Garda Swiss yang masih ada.
Pada abad ke-18 beberapa kesatuan Garda Swiss yang lain juga dibentuk dan tinggal di berbagai istana monarki Eropa.
Garda Swiss Sri Paus di Vatikan sangat dipercaya menjaga keamanan dan keselamatan pemimpin umat Katolik nomor satu di dunia itu, karena profesional dan amat setia. Mereka disumpah untuk siap sedia mengorbankan jiwa dan raga untuk keselamatan Sri Paus.
Terakhir kali Swiss terlibat konflik dengan negara asing adalah pada 1815. Sebagai negara kecil Swiss menjadi jajahan Prancis.
Namun, setelah 1815 Swiss menjadi negara merdeka, Swiss enggan lagi dijajah, dan mempersiapkan rakyatnya dengan sangat baik dengan berbagai pelatihan militer.
Swiss begitu waspada akan invasi bangsa asing dan selalu punya cara untuk mengantisipasi serangan.
Itulah mengapa ketika Nazi Jerman berhasil menguasai banyak negara saat Perang Dunia Kedua, Swiss menjadi satu-satunya negara terdekat yang mereka lewatkan. Padahal, Swiss dan Jerman saling berbatasan.
Secara politik, Swiss juga dikenal sebagai negara yang netral sejak dideklarasikan dalam Kongres Wina 1815.
Meski begitu bukan berarti Swiss jadi negara yang lemah. Daya militer Swiss justru sangat kuat. Ketika orang menyebut bahwa Swiss tidak mempunyai tentara, itu karena seluruh penduduk Swiss pada dasarnya adalah tentara.
Kecuali anak-anak dan perempuan, seluruh pria yang berusia 18-34 tahun di Swiss telah menjalani wajib militer. Itu berarti, meski personel militer aktif di Swiss hanya berjumlah 200.000, tetapi semua penduduk sipilnya telah siap untuk dinas militer.
Salah satu yang unik di Swiss adalah sistem pertahanan semesta yang melibatkan masyarakat sebagai bagian dari sistem pertahanan. Itulah sebabnya mengapa Swiss memiliki banyak bungker militer yang terkamuflase dengan alam, rumah penduduk, atau sarana publik lain.
Mereka punya gua-gua raksasa di sekitar Pegunungan Alpen yang berfungsi sebagai lapangan udara, bungker militer di balik batu-batu besar di perbukitan, atau gubuk sederhana yang mewadahi tank.
Secara keseluruhan, Swiss memiliki sekitar 300.000 bungker militer dan 5.100 tempat penampungan umum, untuk menampung seluruh penduduk jika situasi darurat terjadi. Selain itu, setiap bangunan, mulai dari instalasi resmi milik negara sampai rumah-rumah penduduk, semua telah dilengkapi dengan fasilitas perlindungan antinuklir.
Swiss terlihat elok, indah, dan nyaman. Namun, di balik itu ia menyimpan kekuatan dahsyat yang bisa mengalahkan siapa saja.
Bahkan, Hitler yang terkenal jago pun tidak berani mengganggu Swiss, dan memilih melewatinya saja dalam invasinya ke seluruh Eropa.
Ledakan kekuatan Swiss itu terlihat pada pertandingan 16 Besar Euro 2020 Selasa (29/6) dini hari.
Kesebelasan Prancis yang lebih digdaya dan jauh lebih dijagokan, ternyata tertipu oleh kamuflase Swiss, dan dipaksa mundur dengan kekalahan yang memalukan.
Skor akhir 3-3 di waktu normal dan perpanjangan waktu, sudah bisa menggambarkan bagaimana perang terbuka terjadi.
Saling serang, saling adu taktik dan strategi.
Pada akhirnya Swiss terlihat lebih cerdik dan bisa mengalahkan Prancis dalam adu penalti yang menegangkan. Skor akhir 8-7 setelah drama adu penalti menjadi bukti perang besar itu.
Unggul lebih dulu di babak pertama melalui gol Haris Seferovic di menit ke-15, dan kemudian punya kesempatan untuk menambah keunggulan di babak kedua melalui tendangan penalti, Swiss malah kebobolan tiga gol dalam 15 menit. Dua gol dari Karim Benzema dan satu gol spektakuler dari Paul Pogba seharusnya meruntuhkan mental tim mana pun.
Namun, tidak bagi pasukan Garda Swiss. Mereka sudah terbiasa ditempa latihan keras dan disiplin tinggi.
Mereka tetap bermain konsisten dan tidak menyerah mencari setiap peluang. Unggul dua gol membuat Prancis lengah. Swiss mengintai kelengahan itu.
Pertanahanan semesta Swiss menunjukkan tuahnya. Tanah-tanah dan bangunan sederhana ternyata adalah penyimpan senjata rahasia yang mematikan.
Kelengahan Prancis membawa petaka. Sisa waktu tujuh menit sudah cukup bagi Swiss untuk menghukum Prancis.
Seferovic kembali menjadi pahlawan dengan sundulan mematikan, lalu ditutup dengan gol Mario Gavranovic yang membuat Prancis meleleh.
Di babak adu penalti seharusnya Prancis di atas angin. Kiper dan kapten Hugo Lloris punya kepercayaan diri penuh karena berhasil menggagalkan tendangan panalti di babak kedua. Namun, mental pemain Swiss terlihat lebih kokoh, dan pemain Prancis kelelahan.
Puncaknya terjadi ketika Kylian Mbappe--yang bermain kurang meyakinkan sepanjang babak—menjadi penendang terakhir yang ragu-ragu. Tendangannya berhasil ditepis kiper Yann Sommer. Pupuslah asa Prancis.
Juara dunia dan juara Eropa itu menyerah kalah oleh keuletan dan disiplin tinggi pasukan Garda Swiss. (*)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi