jpnn.com, MATARAM - Sektor pendidikan disinyalir menjadi ladang pungutan liar (pungli). Berdasarkan catatan Ombudsman NTB, dari puluhan laporan terkait keluhan di pelayanan publik tahun ini sebagian besar berasal dunia pendidikan.
Ketua Ombudsman NTB Adhar Hakim mengatakan, banyak modus yang dikeluhkan masyarakat terkait sektor pendidikan. Keluhan itu umumnya menggunakan modus sumbangan sukarela di luar ketentuan.
BACA JUGA: Terima Pungli Rp 100 Ribu, Petugas Syahbandar Kena OTT
”Sampai Maret ada 40 laporan, itu didominasi sektor pendidikan,” kata Adhar, kemarin (10/3).
Adhar menjelaskan, modus sumbangan sukarela dipakai untuk beragam alasan. Misalnya, acara perpisahan sekolah, pembelian buku, dan yang baru-baru ini terjadi, sumbangan untuk Ujian Nasional Berbasi Komputer (UNBK).
BACA JUGA: Pungli Uang Ujian, Kepala Sekolah Ditangkap
Jumlah permintaan sumbangan sukarela juga bervariasi. Ada beberapa sekolah yang mematok angka ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Tidak saja pihak sekolah, tak jarang guru memungut biaya untuk kepentingan bimbingan belajar di luar jam sekolah.
Padahal, menurut sejumlah aturan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, disebutkan pada Pasal 182 bahwa guru dan kepala sekolah tidak boleh melakukan pungutan di luar aturan perundang-undangan. Hal yang sama juga berlaku untuk komite sekolah.
BACA JUGA: Ada Pengawas, Jangan Diam-diam Tambah Kelas
Selain PP Nomor 17 Tahun 2010, terdapat peraturan lain yang juga melarang sekolah dan guru melakukan pungutan. Antara lain, Permendikbud Nomo 48 Tahun 2008; Permendikbud Nomor 60 Tahun 2011; Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012; dan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016.
”Semua aturan itu melarang kepala sekolah, guru, komite melakukan pungutan yang bertentangan dengan aturan hukum,” jelas Adhar.
Namun, bukan berarti masyarakat tidak boleh sama sekali menyumbang kepada pihak sekolah. Hanya saja, bukan dilakukan dengan cara melawan hukum.
”Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, itu memperbolehkan, tapi tentu saja caranya harus disesuaikan dengan aturan,” ujar dia.
Menurut Adhar, pihaknya telah berupaya melakukan langkah pencegahan. Memberikan sosialisasi kepada sekolah agar tidak melakukan pungli. Hanya saja, tidak semua sekolah mengindahkan anjuran dari Ombudsman.
”Maunya kita tentu ketika pihak sekolah diberi tahu, bisa langsung mengerti,” kata dia.
Lebih lanjut, Adhar mengatakan sebagian sekolah yang masih menjalankan praktik pungli, disinyalir karena ada pembiaran dari pemerintah daerah. Praktik pungli seolah-olah dipelihara pemda untuk kepentingan tertentu.
”Di sebagian pemda, pungli justru digunakan sebagai kapital untuk kepentingan tertentu. Sehingga ada kecenderungan dibiarkan mereka,” beber dia.
Menurut Adhar, jika pemda pro aktif terhadap keluhan masyarakat terkait pungli di sektor pendidikan, tentunya hal tersebut bisa ditekan. Hanya saja, kesalahan justru dilakukan pemda dengan kurangnya pembinaan terhadap sekolah.
”Kesalahan ada di pemda, yang melakukan pembinaan kurang,” tandasnya.(dit/r2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pungli di Pelabuhan Terbongkar, Begini Modusnya
Redaktur & Reporter : Friederich