jpnn.com, JAKARTA - Bank Sentral China atau People's Bank of China (PBoC) baru-baru ini melarang kripto di negara itu. Transaksi kripto pun dinyatakan ilegal.
Namun, bagaimana pendapat Bos Indodax Oscar Darmawan?
BACA JUGA: China Resmi Melarang Kripto, Begini Nasib Harga Bitcoin
Oscar menilai dampak dari larangan transaksi kripto yang membuat harga aset kripto anjlok, hanya bersifat temporer.
Menurut Oscar, meskipun pelarangan tersebut sempat membuat harga bitcoin dan aset kripto lainnya jatuh, atensi dan minat masyarakat dunia sampai saat ini justru semakin banyak, terlebih saat masa pandemi seperti ini. Ia pun menilai seharusnya hal itu tidak menjadi sebuah kekhawatiran besar untuk para investor.
BACA JUGA: The Fed Bakal Rilis Penelitian Mata Uang Digital, Pertanda Baik untuk Kripto?
"Investor tidak perlu was was. Pengumuman ini hanya akan berdampak jangka pendek karena aksi market jual yang sifatnya memang hanya sementara," tegas Oscar di Jakarta, Senin (27/9).
Oscar yakin secara jangka panjang pernyataan China tidak akan berdampak.
BACA JUGA: Kripto Sah Jadi Alat Pembayaran di El Savador, Bakal Menular?
Dia pun mencontohkan pada 1 Januari 2021, harga Bitcoin menyentuh USD 29.576 per koin atau setara Rp 422 jutaan dengan kurs dolar hari ini.
"Coba lihat sekarang, harga Bitcoin sudah menyentuh di angka USD 43,942 per koin atau setara Rp 626 juta-an dengan kurs dolar hari ini," ujar Oscar.
Oscar menyampaikan pernyataan dari PBoC mengenai pelarangan transaksi kripto bukanlah hal yang baru.
Pada awal 2021, pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping tersebut mengumumkan akan menindak tegas seluruh aktivitas penambangan kripto.
Kabar tersebut disusul oleh pernyataan grup industri keuangan negara China pada Mei 2021 yaitu Asosiasi Keuangan Internet Nasional China, Asosiasi Perbankan China, dan Asosiasi Pembayaran dan Kliring China yang resmi melarang segala perdagangan kripto.
"Pernyataan kemarin hanyalah sekadar pengingat. Menilik beberapa waktu ke belakang, larangan oleh pemerintah China terhadap kripto bukan pertama kalinya dikeluarkan," kata Oscar.
Oscar menjelaskan memang sejak akhir 2013, China melarang Bitcoin.
Pada 2017, pemerintahan China pernah menutup bursa kripto lokal. Kemudian pada Juli 2018, PBoC mengatakan ada sekitar 80 platform perdagangan kripto dan Initial Coin Offering yang ditutup.
Pada 2019, PBoC mengeluarkan pernyataan akan memblokir akses ke semua bursa kripto domestik dan asing serta situs web Initial Coin Offering.
China memang satu-satunya negara yang sangat keras terkait transaksi kripto. Namun, Oscar menilai hal itu tidak perlu dikhawatirkan, mengingat banyak negara lain yang justru mendukung pertumbuhan aset kripto termasuk Indonesia.
"Indonesia memperbolehkan aset kripto menjadi suatu komoditas dan sudah resmi diatur dibawah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)," ujar Oscar. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia