Dakota Stephenson, remaja berusia 15 tahun pertama kali mencoba 'vaping' dengan teman sekolahnya. Tapi ia tak menyangka kebiasaannya itu memiliki risiko yang mematikan.
Bulan September lalu remaja asal Sydney tersebut dirawat di unit gawat darurat rumah sakit, karena menderita kelainan paru-paru yang disebabkan 'vaping', atau dikenal dengan istilah EVALI.
BACA JUGA: Sejumlah Kontingen PON Papua Terpapar Covid-19, Menpora Amali Merespons Begini
EVALI adalah singkatan dari 'E-cigarette or Vaping product use-Associated Lung Injury' yang pertama kali dilaporkan terjadi di Amerika Serikat.
Ibunya, Natasha Stephenson, mengatakan Dakota harus bernafas menggunakan bantuan ventilator dan setiap kali ia melepasnya membuatnya susah bernafas, Awalnya para dokter di rumah sakit menyangka ia tertular COVID-19.
BACA JUGA: Antisipasi Gelombang Ketiga Covid-19, IDI Minta Perketat Penjagaan Pintu Masuk Indonesia
Ia dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans hanya beberapa hari setelah merasakan sakit punggung dan kesulitan buang air kecil, kemudian muntah-muntah disertai debar jantung yang cepat dan suhu badan meningkat hingga 39 derajat.
"Saat itu ia kesulitan bernapas, semakin parah," kata Natasha.
BACA JUGA: COVID-19 Ternyata Punya Sisi Positif di Bidang Kesehatan, ini Dia
Dalam beberapa jam Dakota mengalami hipoksia dengan tidak cukupnya udara yang masuk ke paru-parunya dan menyebabkan pneumonia di kedua paru-parunya.
Saat itulah Dakota mengaku kepada ibunya jika ia diam-diam memiliki kebiasaan vaping selama tujuh bulan terakhir.
Dakota keluar dari rumah sakit setelah seminggu dirawat, tapi sekarang ia kesulitan saat berolahraga padahal sebelumnya sangat bugar.
Dakota kini memperingatkan remaja lain tentang potensi risiko akibat kebiasaan vaping.
"[Ini] bisa membunuhmu. Ini sangat menakutkan," katanya.
Natasha mengatakan terkejut mengetahui putrinya diam-diam 'vaping', karena baik ibu dan ayahnya tidak merokok dan sangat membenci rokok.
"Bagian tersulit ketika harus membawanya ke Rumah Sakit Anak," katanya.
"Kata-kata tidak bisa menggambarkan perasaan saya sebagai orang tua."
Pekan lalu lembaga yang mengawasi produk terapi dan obat-obatan di Australia, atau Therapeutic Goods Administration (TGA) mengumumkan pelarangan penjualan vaping dengan nikotin tanpa resep dokter, setelah melihat penggunaannya yang meningkat di kalangan anak muda.
Apa yang dialami Dakota telah ditulis secara rinci dalam laporan Medical Journal of Australia (MJA).
Namun, beberapa dokter yang percaya 'vaping' dapat membantu menghentikan kebiasaan merokok, mendesak agar laporan ini ditangani dengan penuh hati-hati.
Alex Wodak, direktur Asosiasi Pengurangan Bahaya Tembakau Australia, mengatakan EVALI adalah kondisi yang sangat spesifik yang hanya didokumentasikan di Amerika Serikat pada tahun 2019, menanggapi 'vape' yang mengandung tetrahydrocannabinol (lebih dikenal sebagai THC) dari ganja dan vitamin E asetat yang membuat orang ketagihan.
"Gejalanya [yang terperinci dalam laporan] adalah Sindrom Gangguan Pernafasan Akut, kondisi yang memiliki 20 hingga 30 kemungkinan penyebabnya, seperti infeksi atau alergi," kata Dr Alex.
Namun, penulis laporan MJA mengatakan tidak semua pasien dengan EVALI menggunakan produk vaping dengan kandungan vitamin E.
Sekitar 15 persen pasien EVALI dilaporkan hanya menggunakan produk yang mengandung nikotin.
Eli Dabscheck, seorang dokter pernapasan di Rumah Sakit Alfred di Melbourne, mengatakan laporan kasus tersebut jelas memenuhi definisi EVALI yang ditetapkan oleh Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC).
Dokter Eli mengatakan seorang anak berusia 15 tahun yang dilarikan ke rumah sakit dengan gejala Dakota "sangat tidak biasa". Makin banyak anak muda yang 'vaping'
Dokter Jancey, dari Curtin University, mengatakan sejak tahun 2013, penggunaan rokok elektrik di Australia telah meningkat secara signifikan, dua kali lipat pada usia 14-17 tahun dan hampir tiga kali lipat di kelompok usia 18 hingga 24 tahun, sementara tingkat merokok telah menurun.
"Kita paham anak muda menganggap produk rokok elektrik relatif tidak berbahaya, tetapi sebenarnya tidak demikian," katanya.
"Rokok elektrik mengandung karsinogenik, logam berat dan perasa yang diciptakan untuk dicerna, bukan dihirup."
Dokter Jancey juga mengatakan 'vape' mengandung nikotin, yang berbahaya bagi perkembangan otak remaja, karena membuat gangguan pada fungsi otak dan daya ingat.
Namun masalahnya rokok elektrik dipromosikan secara luas di jejaring sosial oleh produsen dan 'influencer'.
Lembaga pengatur kesehatan di Amerika Serikat mulai melihat kasus EVALI meningkat pada 2019.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, lebih dari 2.800 orang telah dirawat di rumah sakit atau meninggal karena kondisi EVALI antara Maret 2019 dan Februari 2020.
Data laboratorium juga menunjukkan vitamin E asetat, yakni zat tambahan dalam beberapa produk rokok elektrik atau vaping yang mengandung THC, sangat erat dengan kasus EVALI yang meningkat.
Artikel ini diproduksi oleh Erwin Renaldi dari laporannya dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Melepas Kondom Tanpa Izin di Tengah Pertandingan Jadi Tindakan Kriminal