jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menggelar Rapat Koordinasi dan Evaluasi bersama Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Hak Pencipta dan Hak Terkait di The Westin Hotel, Jakarta pada Kamis (16/1).
Rapat tersebut diadakan dalam rangka mengevaluasi hasil kinerja dan target, serta merencanakan program LMKN ke depan.
BACA JUGA: LMKN Beri Penjelasan Soal Keluhan Pencipta Lagu Terkait Jumlah Royalti
"Supaya terjadi kerja sama dan keselarasan untuk mencapai target royalti lagu dan/atau musik yang lebih optimal lagi dari tahun sebelumnya," kata Ketua LMKN Dharma Oratmangun dalam keterangan resmi.
Dalam forum tersebut disampaikan bahwa total royalti lagu dan/atau musik pada 2024 yang berhasil terhimpun mencapai Rp 77.153.709.254, pencapaian tertinggi sejak LMKN berdiri.
BACA JUGA: LMKN Bantah Tuduhan Tidak Transparan Soal Laporan Royalti untuk Musisi
Sementara target penghimpunan royalti yang ingin dicapai LMKN pada 2025 yakni sebesar Rp 126.164.103.841.
Penggunaan teknologi dalam proses lisensi menjadi strategi utama LMKN untuk mencapai target royalti yang sudah ditetapkan pada 2025.
BACA JUGA: Himpun Royalti Hingga Rp 161 Miliar di 2024, WAMI Merasa Belum Ideal
Dengan mengembangkan tata kelola royalti berbasis IT, diharapkan dapat meminimalisir trust issue yang terjadi di antara LMKN, LMK-LMK, Pengguna Komersial, dan para Pemilik Hak.
LMKN berkomitmen penuh untuk menerapkan teknologi dalam proses penarikan, penghimpunan, dan pendistribusian royalti atas pemanfaatan lagu dan/atau musik.
Upaya tersebut dilakukan dengan bekerja sama dengan berbagai pihak yang mempunyai pengalaman dan mempunyai kemampuan di bidang teknologi.
Berbagai penyempurnaan sistem yang sedang digarap LMKN di antaranya, proses penghimpunan royalti kategori live event, bidang lisensi, hingga bidang distribusi.
Contohnya, LMKN dan LMK dapat melakukan distribusi secara langsung kepada Pencipta (yang berasal dari dalam negeri) dengan Service Level Agreement (SLA) dalam waktu 14 hari, sedangkan untuk Pencipta yang berasal dari luar negeri dilakukan kepada LMK yang memiliki kerja sama resiprokal.
Dalam proses penghimpunan royalti kategori background music seperti hotel dan restoran, LMKN mengembangkan teknologi player khusus dengan fitur yang memungkinkan agar data penggunaan lagu yang digunakan dapat diterima secara langsung untuk keperluan distribusi yang transparan, akuntabel dan berasaskan good governance.
Di samping itu, pada 2025, LMKN merilis penggunaan Sertifikat Lisensi dalam bentuk digital dengan tanda tangan Ketua LMKN dalam bentuk digital (e-sign) dengan standarisasi sesuai dengan (Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) dari Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi), sehingga LMKN tidak lagi akan menerbitkan Sertifikat Lisensi dalam bentuk cetak (hardcopy).
LMKN juga berupaya proaktif dalam bekerja sama dengan lembaga-lembaga dan asosiasi-asosiasi terkait di dalam ekosistem musik termasuk pengguna komersial dari lagu dan atau musik agar memiliki kesadaran yang tinggi serta taat dalam melakukan kewajibannya membayar royalti public performing rights.
Selain itu, LMKN terus berupaya menjalin kerja sama dengan aparat penegak hukum demi meningkatkan penerimaan royalti PR dengan dilandasi kesadaran akan pentingnya perlindungan atas hak pencipta dan pemilik Hak Terkait sesuai amanah undang-undang.
LMKN adalah rumah bagi semua pemangku kepentingan dalam ekosistem musik yang sentiasa mengedepankan asas musyawarah, persatuan serta upaya kolaboratif demi kepentingan bersama secara menyeluruh.
"Kami menyampaikan apresiasi tertinggi dan berterima kasih kepada semua para pengguna komersial dari lagu dan atau musik yang telah patuh membayar royalti lagu dan/atau musik," ucap Ketua LMKN Dharma Oratmangun
Dalam kesempatan itu, LMKN juga menyampaikan usulan Pengadilan Sederhana untuk penyelesaian pelanggaran
atas royalti di lagu dan/atau musik.
Regulasi terkait dengan Royalti atas penggunaan lagu dan/atau musik di Indonesia sudah sangat lengkap (full complience) Dari Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP Nomor 56 Tahun 2021) sampai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (Permenkumham No 9 Tahun 2022).
"Jadi mengapa harus bayar royalti? Berapa harus dibayar dan kepada siapa dibayar? Apa sanksi jika tidak membayar. Semuanya sangat jelas," jelasnya.
Meski peraturan sudah komplit, kepatuhan membayar royalti di Indonesia sangat rendah. Salah satu faktor utama yakni karena penerapan sanksi membutuhkan biaya besar dan waktu sangat lama.
Hal tersebut terjadi karena penyelesaian pelanggaran royalti mengikuti hukum acara biasa yang melewati proses dari tingkatan pertama sampai kasasi bahkan Peninjauan Kembali (PK), tentunya akan sulit bagi LMKN melaksanakan proses ini mengingat keterbatasan dana.
Sebagai alternatif maka, LMKN mengusulkan peradilan sederhana. Hal itu sebenarnya sejalan dengan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman: peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas ini tegas disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sederhana mengandung arti pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif. Asas cepat, asas yang bersifat universal, berkaitan dengan waktu penyelesaian yang tidak berlarut-larut. Asas cepat ini terkenal dengan adagium justice delayed justice denied.
LMKN kemudian mempertanyakan royalti yang belum menjadi anggota LMK (unclaimed royalty) yang tersimpan di YouTube.
Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021), maka LMKN diberikan tugas dan wewenang menghimpun royalti atas penggunaan lagu dan/atau musik karya cipta baik anggota maupun bukan anggota LMK sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 12 ayat (2) PP 56/2021.
Sebagaimana Pasal 2 ayat 4 PP 56/2021, bentuk layanan publik yang bersifat komersial termasuk analog dan digital.
Oleh karena itu, menurut LMKN, YouTube seyogyanya berkewajiban mendistribusikan royalti digital Pencipta lagu melalui LMKN termaksud kepada Pencipta yang belum menjadi anggota suatu LMK atau yang dikenal juga sebagai Royalti dana cadangan (dana unclaim) selama 2 (dua) tahun sebagaimana Pasal 24 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (Permenkumham No 9 Tahun 2022).
Dengan demikian, sesuai ketentuan maka pendistribusian dana unclaimed tersebut sudah harus dilakukan sejak 2022.
Mengingat besarnya dana cadangan tersebut sehingga dapat dipergunakan untuk kemanfaatan pengembangan tata kelola royalti maka LMKN bermaksud mempertanyakannya kepada YouTube.
Hal itu disampaikan langsung oleh moderator Johnny Maukar kepada Dirjen Kekayaan Intelektual, Bapak Ir. Razilu, MSi.
Atas masalah tersebut, Dirjen menyatakan dukungan DJKI untuk dapat membahas masalah itu secara langsung dengan pihak YouTube.
Dalam waktu dekat bakal diupayakan pertemuan dengan manajemen YouTube. Pihak LMKN dan DJKI berharap setelah adanya pertemuan tersebut akan diperoleh kejelasan dan transparansi terkait dana unclaimed yang terkumpul di YouTube. (ded/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi