TELUK MERANTI - Ribuan masyarakat Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau, tampaknya tidak mengenal putus asa memperjuangkan agar hutan di tanah mereka tidak terus-terusan dirambah pengusahaMereka tidak rela hutan Semenanjung Kampar yang kedalaman gambutnya mencapai 3 meter bahkan 16 meter dan menyimpan persediaan miliaran stok karbon dioksida, hancur begitu saja.
Warga sudah mengadu ke pihak pemerintah daerah setempat agar hutan di kawasan tersebut dijaga dari aktifitas perusahaan
BACA JUGA: Status PNS untuk Perangkat Desa
Namun, pemda dianggap tidak mendengarkan aspirasi merekaSekitar 300 orang warga kemarin (3/2) menggelar ritual Tahlil Bianyut di atas ponton di Sungai Kampar, Pelalawan untuk meminta perlindungan kepada Allah SWT dari ancaman kerusakan alam yang timbul oleh aktifitas perusahaan
BACA JUGA: Curhat ke JK, Bachtiar Mengaku Tak Salah
Sekitar pukul 13.30 WIB, masyarakat berbondong-bondong menuju pinggir Sungai Kampar lalu menaiki ponton ukuran 5x15 meter dan empat kapal 4x15 meter serta beberapa ukuran yang lebih kecilDalam kata sambutannya, Haji Rusman, tokoh masyarakat Teluk Meranti, mengatakan masyarakat sudah tidak bisa lagi berharap pada pemerintah yang seharusnya melindungi mereka, juga kepada perusahaan yang terus ingin mengambil hak penguasaan hutan Semenanjung Kampar atau hutan seberang
BACA JUGA: Sail Banda 2010 Diluncurkan
"Kita tidak bisa percaya lagi dengan pemerintah atau pihak lainHutan kita sudah terancam diambil alih, sedangkan masyarakat tidak mendapatkan kompensasi yang adilSudah kepada semuanya kita mengadu, juga pada pemerintah namun tidak ada hasilnyaMakanya kita mengadu pada Tuhan," ungkap Haji RusmanDikatakan, saat ini ribuan masyarakat Teluk Meranti terus berjuang mempertahankan hutan Semenanjung Kampar yang kedalaman gambutnya mencapai 3 meter bahkan 16 meter dan menyimpan persediaan miliaran stok karbon dioksidaHal ini diperkuat oleh hukum Indonesia yang melarang konversi lahan gambut di kedalaman lebih dari 3 meter
Di acara tersebut, Imam masjid Al-qohar, Buyung syahdu melantunkan sholawat nabi dan tahlil dengan pengeras suara yang diikuti masyarakatDalam tahlil tersebut, beberapa tokoh masyarakat membawa air minum dalam botol kemasan yang kemudian dibacakan zikirSementara pihak perempuan membawa makanan khusus untuk ritual, pisang dan beras yang digoreng, atau botihMakanan itu sendiri berasal dari tanaman di hutan sebagai simbol kehidupan masih tersedia jika hutan tidak rusak.
Dalam ritual itu, masyarakat yang tidak ikut dalam acara secara khusus melakukan buang abu tungku dari pembakaran di dapur ke sungaiHal itu dilakukan sebagai simbol membuang petakaAcara itu sendiri berlangsung hingga jam 16.00 dan masyarakat kembali merapat ke pantaiSebelumnya, Selasa malam, ratusan masyarakat menggelar tabligh yang disampaikan ustadz Hidayatullah di Masjid Al-qohar.
Firdaus, Ketua RW 06, Teluk Meranti menjelaskan, hutan selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat setempatNamun sumber kehidupan ini akan hilang jika fungsinya berubah juga sungai serkap dan sungai turip tempat mencari ikan akan tercemar(bud/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Budi Sampoerna Bantah Lakukan Rekayasa
Redaktur : Soetomo Samsu