Gemala Ala Gubernur NTT Sekadar Jargon Kosong

Evaluasi Progres Pembangunan Maritim Era Jokowi-JK (1)

Selasa, 22 Agustus 2017 – 08:25 WIB
Gubernur NTT Frans Lebu Raya. FOTO: Timor Express/JPNN.com

jpnn.com, KUPANG - Senin (21/8), Indonesia merayakan Hari Maritim Nasional. Peringatan Hari Maritim di era Jokowi-JK tentu seharusnya lebih kuat mengingat pasangan ini mengusung tema poros maritim dalam jargon pembangunannya.

Pada momentum peringatan ini, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Sahabat Alam NTT mengevaluasi progres pembangunan maritim yang digagas oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di NTT.

BACA JUGA: Dukung Ekspor, Apindo-Kadin Kumpul Pengusaha

Walhi dan Sahabat Alam NTT mencatat Gubernur NTT Frans Lebu Raya pada periode kepemimpinannya mencanangkan Gerakan Masuk Laut (Gemala). Gerakan ini masuk akal karena NTT memang adalah provinsi kepulauan dimana laut menjadi salah satu potensi terkuatnya.

“Gerakan ini seolah memberi angin surga bagi rakyat untuk bisa mengelola potensi kelautan untuk kesejahteraan. Sayangnya seiring perjalanan waktu, gerakan ini tinggal jargon kosong,” demikian pernyataan sikap kedua organisasi ini.

BACA JUGA: Gubernur NTT jadi Terlapor di KPK Dalam Kasus Dugaan Korupsi Pantai Pede

Mereka menyebut beberapa indikasinya. Dalam perspektif ekonomi (PAD NTT), tidak terlihat kontribusi yang memadai dari sektor maritim. Hal ini dikarenakan salah satunya, program-program pembangunan NTT bias darat.

Kondisi kelautan dan pesisir di NTT makin memprihatinkan dengan adanya kebijakan “memunggungi” laut. Yakni membiarkan kebijakan privatisisi kawasan pesisir yang merajalela. Contohnya, membuka ruang privatisasi di pesisir kota Kupang (Pasir Panjang, Teluk Kupang).

BACA JUGA: Para Bupati di Pulau Ini Sepakat Dukung Tour de Flores

Selain itu, pencemaran laut dibiarkan. Penyelesaian kasus pencemaran laut Timor praktis tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah provinsi.

Walhi dan Sahabat Alam NTT juga menilai upaya penyelesaian justru banyak diinisiasi masyarakat sipil di NTT. Saat ini juga pencemaran di laut Kupang tidak dikontrol oleh pemerintah daerah.

“Sampah banyak di laut karena aktivitas pembangunan yang tidak diurus serius dampak lingkungannya,” demikian pernyataan mereka.

Berkurangnya wilayah kelola rakyat di pesisir. Ada banyak nelayan yang sulit akses ke laut atau bahkan sekadar menambatkan perahu karena adanya privatisasi pesisir. Bahkan akses publik untuk melakukan rekreasi di pantai kian berkurang. Contoh kasus, Kota Kupang.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler