Genjot Ekspor Dengan Desentralisasi Perizinan

Minggu, 21 Juli 2019 – 01:41 WIB
Ilustrasi aktivitas ekspor impor. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) berkomitmen untuk terus mendukung kinerja ekspor.

Wujud nyatanya adalah memudahkan perizinan lewat kebijakan desentralisasi.

BACA JUGA: Jatim Sumbang 40 Persen Pendapatan PT PP Properti

Kebijakan itu akan meringkas mata rantai birokrasi yang secara tidak langsung bisa meningkatkan daya saing para pelaku usaha di pasar ekspor.

BACA JUGA: Kesadaran Pelaku Industri Kreatif Daftarkan Hak Kekayaan Intelektual Masih Rendah

BACA JUGA: Industri Furnitur Domestik Masih Seksi

Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak menyatakan, Jatim sangat potensial menjadi gerbang ekspor.

Sebab, provinsi tersebut memiliki captive market dari Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua.

BACA JUGA: Harga Sapi Mulai Naik

Namun, segala jenis perizinan ekspor masih terpusat di Surabaya. Karena itulah, pemprov segera mendesentralisasikan layanan perizinan.

Saat ini Pemprov Jatim menyiapkan East Java Super Corridor (EJSC). Melalui EJSC, nanti desentralisasi dilakukan.

’’Ibu Gubernur (Khofifah) sudah mendorong bakorwil (badan koordinator wilayah) untuk melayani itu,’’ jelas Emil di hadapan para eksportir Jatim, Kamis (18/7).

Desentralisasi itu bakal menambahkan lima titik baru pengurusan izin usaha. Yakni, di Pamekasan, Bojonegoro, Madiun, Malang, dan Jember.

’’Jadi, tidak perlu mengurus izin ke Surabaya,’’ tutur Emil.

Rencananya, ada sekitar 78 persen perizinan yang didesentralisasi. Untuk mewujudkannya, pemprov bekerja sama dengan BPOM.

Sebanyak 13 di antara 19 jenis perizinan akan dilimpahkan ke bakorwil. Dengan begitu, para eksportir cukup datang ke bakorwil untuk mengurus izin.

Suami Arumi Bachsin itu berharap dalam waktu dekat lahir export gateway di Jatim.

Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Isdarmawan Asrikan menyambut baik rencana pembentukan EJSC.

Dia menyebut sistem tersebut sebagai jalan keluar bagi para pelaku usaha di daerah yang berorientasi ekspor.

“Namun, pengaplikasian online ini belum dipahami seluruh pelaku usaha. Masih perlu sosialisasi,’’ ujarnya.

Menurut Isdarmawan, biaya logistik di Jatim juga masih mahal. Padahal, pertumbuhan ekonomi Jatim bergantung pada ekspor dan investasi.

Saat ini 90 persen ekspor Jatim adalah produk manufaktur. Contohnya, makanan olahan, perhiasan, tekstil, dan kayu.

’’Sekitar 10 persen komoditas ekspor Jatim berasal dari sektor pertanian dan perkebunan,’’ ungkapnya. (res/c14/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kunjungi Jatim, Caketum PSSI Terus Gerilya Mencari Dukungan


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler