jpnn.com, JOGJA - Pemerintah akan menggejot sektor pariwisata untuk menurunkan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Pertimbangannya, pertumbuhan penerimaan devisa dari sektor pariwisata termasuk yang sangat signifikan.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Aida Budiman menuturkan, pertumbuhan penerimaan devisa dari sektor itu mencapai USD 7 miliar pada 2010. Kemudian, jumlahnya naik sekitar 80 persen menjadi USD 12,5 miliar pada 2017.
BACA JUGA: Tambang Batu Bara Bisa Jadi Objek Wisata
’’Neraca jasa menjadi sumber untuk meningkatkan CAD. Karena itu, sektor pariwisata (yang berada dalam neraca jasa) merupakan sektor yang potensial. Pertumbuhan penerimaan devisanya sangat tinggi, baik dari sisi orang maupun transportasi,’’ paparnya dalam bincang-bincang media menjelang rakorpusda di Hotel Royal Ambarukmo, Jogjakarta, Selasa (28/8).
Sebagaimana diketahui, defisit transaksi berjalan pada triwulan kedua tahun ini sudah menyentuh angka USD 8,0 miliar atau 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Besaran defisit tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat USD 5,7 miliar atau 2,2 persen terhadap PDB. Pelebaran CAD tersebut menjadi warning bagi pemerintah maupun BI.
BACA JUGA: All Out Bangun Pariwisata, Bontang Kebanjiran Wisatawan
Aida melanjutkan, sektor pariwisata memberikan dampak langsung dan tidak langsung bagi perekonomian domestik. Secara tidak langsung, pengembangan sektor tersebut mampu menyerap tenaga kerja sehingga berdampak kepada peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, secara langsung sektor pariwisata bisa meningkatkan aliran modal ke Indonesia. ’’Kalau sektor pariwisata ini dikembangkan dengan baik, orang mau melakukan investasi dengan melihat besarnya potensi sektor pariwisata di Indonesia,’’ katanya.
BACA JUGA: Okupansi Hotel Naik Tipis, Promosi Pariwisata Harus Digenjot
Secara garis besar, lanjut dia, perekonomian Indonesia saat ini dalam kondisi baik. Itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi triwulan II yang ada di angka 5,27 persen. Inflasi juga masih dalam rentang target di kisaran 3,5 persen.
Namun, kondisi global menjadi tantangan bagi perekonomian nasional. Khususnya terkait upaya normalisasi yang tengah dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS). Kebijakan perpajakan AS yang baru juga mengakibatkan aliran dana kembali masuk ke sana.
’’Aliran modal global dari yang sebelumnya ada di berbagai kawasan sekarang kembali ke AS sehingga terjadi global liquidity tightening. Dampaknya, proses fluktuasi aliran modal,’’ jelasnya.
BI pun berupaya menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Di antaranya, melakukan hal-hal yang bersifat struktural seperti memperbaiki kinerja CAD serta menjaga nilai tukar rupiah.
Dia menyatakan bahwa BI akan membantu pemerintah meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia. ’’Jadi, nggak bergantung ke nilai tukar karena lagi depresiasi. Kini yang kami coba bisa lakukan adalah penguatan bagaimana orang senang ke Indonesia,’’ ungkapnya.
Ketua Tim Pokja Percepatan Pembangunan 10 Destinasi Pariwisata Prioritas Kemenpar Hiramsyah S. Thaib menuturkan, fokus kementeriannya ialah mengidentifikasi masalah dan potensi pariwisata yang ada. Masalah paling utama adalah aksesibilitas. Khususnya terkait infrastruktur transportasi udara, laut, dan darat.
’’Cara kerja pemerintah sekarang beda. Harus bekerja simultan dan paralel, serta saat yang sama membangun infrastruktur darat, laut, dan udara,’’ katanya.
Hiramsyah menekankan, saat ini fokus pemerintah ialah meningkatkan aksesibilitas transportasi udara. Ketersediaan infrastruktur transportasi udara terbukti mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing maupun Nusantara.
’’Contohnya, Bandara Silangit yang selesai 2016. Itu meningkatkan kunjungan ke Danau Toba. Peningkatannya cukup signifikan,’’ tuturnya. (ken/c4/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Event Semakin Marak, Wisatawan ke Bolsel Membeludak
Redaktur & Reporter : Soetomo