jpnn.com, JAKARTA - Politikus Gerindra Bambang Riyanto mengkritisi kebijakan pemerintah yang selalu mengkambinghitamkan guru honorer. Kompetensi guru honorer baik kategori dua (K2) maupun non kategori dinilai terlalu rendah sehingga tidak layak diangkat PNS.
Kalaupun diangkat harus melalui seleksi kompentensi dasar (SKD) dan seleksi kompetensi bidang (SKB). Tentunya dengan memerhatikan batas usia 35 tahun.
BACA JUGA: 23 Tenaga Honorer Positif Narkoba
"Pemerintah ini aneh, kok bicara kompetensi guru sementara sarana prasarana (sarpras) pendidikan saja terbatas. Mestinya pemerintah fokus pada pemenuhan guru dulu, baru sarpras," kata Bambang kepada JPNN, Senin (7/1).
Dia menyebutkan, pemerintah bisa mensyaratkan kompetensi dalam rekrutmen guru PNS nanti 30 tahun ke depan. Untuk saat ini, pemerintah jangan bicara kompentensi lantaran jumlah guru masih minim.
BACA JUGA: Gerindra Sudah Lama Ingatkan Pemerintah soal Anggaran BMKG
"Guru kita masih minim. Jangan lihat di perkotaan yang berlebih. Di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan terisolir) guru PNS nya bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan diisi guru honorer," tuturnya.
Bila pemerintah beralasan, kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan, sangat naif. Sebab, faktor utamanya ada di sarpras. Bagaimana guru bisa meningkatkan kemampuannya bila sarprasnya terbatas.
BACA JUGA: Satria Gerindra Ikut Menolak Kongres Lanjutan KNPI
Presiden Jokowi, lanjut Bambang, jor-joran dalam membangun infrastruktur. Sementara untuk sarpras sekolah dan pemenuhan guru terabaikan. Dalam empat tahun terakhir, Jokowi hanya mengalokasikan kuota guru PNS baru 120 ribu. Itupun banyak yang tidak terisi karena gagal di SKD.
"Inikah sama saja memercik air di dulang terpercik muka sendiri. Penginnya guru berkompetisi tinggi dari kalangan fresh graduate, nyatanya sama saja banyak yang enggak lolos. Kuota 120 ribu bisa terisi setelah ada PermenPAN-RB 61/2018," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Tenaga Honorer tak Tahu Tugasnya, Hanya Duduk Saja
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad