jpnn.com, JAKARTA - Kemendagri turun tangan meredakan perseteruan Bupati Tolitoli Mohammad Saleh Bantilan dengan wakilnya, Abdul Rahman Buding. Keduanya pun dipanggil ke Jakarta untuk mengklarifikasi peristiwa tersebut.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono mengatakan, pihaknya sudah memanggil Bupati Tolitoli ke kantornya pada Jumat (2/2) malam.
BACA JUGA: Hubungan Kepala Daerah dengan Wakilnya, Mesra tapi Gersang
“Selasa dilanjutkan dengan (pemanggilan) wakil bupati,” ujar pria yang akrab disapa Soni itu, seperti diberitakan Jawa Pos.
Pada kesempatan Jumat malam tersebut, pihaknya mengkonfirmasi sejumlah tuduhan yang dilayangkan wakil pada sang Bupati.
BACA JUGA: Masih Panas, Bupati Tolitoli Ungkit Perilaku Istri Wakil
Salah satunya terkait pernyataan Rahman yang menyebut Saleh sering keluar negeri. Hasilnya, tuduhan tersebut tidak benar.
Kalaupun ke luar negeri, itu dilakukan untuk mengundang investor berinvestasi di Tolitoli. Pasalnya, tanpa jemput bola, sulit memaksa investor melirik kota kecil seperti Tolitoli. Selain itu, kunjungan juga dilakukan dalam rangka berobat.
BACA JUGA: Aksi Koboi Wabup Tolitoli Bisa Kena Sanksi
“Itu dilakukan pada hari libur, itu tidak masalah setelah kita cek melalui imigrasi,” imbuhnya.
Terkait pelantikan pejabat-pejabat eselon II yang tidak disetujui wakil dan ditenggarai menjadi penyebab pertikaian, Soni menilai apa yang dilakukan bupati sudah tepat. Mengingat prosedur pelantikan sudah benar dan sudah dikomunikasikan secara baik dengan wakilnya.
“Baik itu mengenai orang yang dilantik, jadwal, kemudian sudah diundang (wakilnya),” tuturnya. Namun agar tidak berat sebelah, pihaknya akan tetep meminta klarifikasi dari wakil bupati.
Soni menegaskan, pemberian sanksi atas kejadian tersebut akan dilakukan kemendagri. Sebagimana ketentuan pasal 67 UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), di situ ditegaskan jika kepala daerah dan wakil harus mentaati etika dan norma.
Nah, ketika justru sikap tidak etis dan melanggar norma yang dipertontonkan, maka sanksi tidak bisa dihindari.
Hal itu dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan Kepala daerah.
Terkait apa sanksinya, Kemendagri belum bisa memutuskan. Hal itu akan bergantung pada hasil klarifikasi dan proses investigasi. “Bisa teguran tertulis keras,” kata birokrat asal Jawa Timur itu.
Meski teguran, lanjut Soni, itu tidak bisa dianggap sepele. Pasalnya, kalau hal itu kembali terjadi dan mengakibatkan keluarnya teguran tertulis yang kedua kalinya, maka bisa berdampak pada pemberhentian. “Kasus seperti ini akan sering terjadi kalau kita tak segera lakukan tindakan,” pungkasnya. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kunci Proyek e-KTP Ada di Setya Novanto
Redaktur & Reporter : Soetomo