jpnn.com, SURABAYA - Triwulan pertama 2017 (Januari-Maret) sekolah hampir berakhir. Namun, dana bantuan operasional sekolah (BOS) triwulan I dari pemerintah pusat belum juga cair.
Sekolah pun kian resah. Mereka sulit memenuhi kebutuhan operasional harian.
BACA JUGA: Duh...Sekolah Terpaksa Sibuk Cari Utangan
Apalagi jenjang SMA/SMK yang hanya mengandalkan SPP dari siswa. Itu pun belum semua siswa yang membayar SPP.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah tersebut kiranya pas untuk menggambarkan kondisi SMA/SMK di Surabaya saat ini.
BACA JUGA: Hari Ini 10 Ribu Massa Sekolah Swasta Berunjuk Rasa
Setelah tidak lagi mendapatkan bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) dari Pemerintah Kota Surabaya mulai Januari lalu, kini sekolah harus bersabar menunggu pencairan BOS.
''Pembiayaan operasional sekolah selama tiga bulan ini praktis hanya mengandalkan SPP dari siswa,'' ujar Kepala SMKN 2 Djoko Pratmodjo.
BACA JUGA: Dana BOS Boleh untuk Bayar Gaji Pegawai Swasta
SPP menjadi salah satu pemasukan sekolah selain BOS yang cair tiap tiga bulan sekali.
Meski demikian, pemenuhan kebutuhan operasional di SMKN 2 masih belum bisa tercukupi.
Sebab, jumlah pemasukan SPP setiap bulan tidak bisa diprediksi sekolah.
Siswa yang sanggup membayar SPP setiap bulan bisa berubah sewaktu-waktu.
''Bulan ini (Maret, Red) jumlah siswa yang membayar SPP mencapai 75 persen,'' jelasnya.
Setiap bulan SMKN 2 mengeluarkan biaya Rp 700 juta untuk memenuhi kebutuhan operasional harian.
Pengeluaran itu digunakan untuk mencukupi aktivitas 2.898 siswa.
Dana tersebut juga dibuat untuk biaya praktik yang memang menjadi bagian dari kurikulum SMK.
Untuk sementara, sekolah terpaksa meminjam dana ke koperasi. Djoko tidak ingat pasti total pinjaman sekolah.
Sebab, data terperinci pinjaman ada di tangan bendahara sekolah.
Namun, dia memastikan sekolah memang menambah pinjaman agar tetap bisa menjalankan pembelajaran.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Saiful Rachman menjelaskan, dana BOS sedang dalam proses pencairan.
Dia menyatakan, memang butuh waktu untuk memprosesnya.
Menurut Saiful, ada beberapa alasan yang membuat pencairan dana BOS triwulan ini tidak berjalan mulus.
Pertama, petunjuk teknis (juknis) tentang dana BOS juga baru keluar.
Juknis tersebut tertuang dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah yang Diundangkan pada 27 Februari 2017.
Juknis tersebut menjadi acuan dalam pencairan dana BOS.
Kedua, sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, mulai tahun ini pihaknya berwenang menangani SMA/SMK.
Kondisi itu tentu tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
''Dulu dicairkan melalui dana hibah, sekarang dana BOS dalam bentuk belanja langsung,'' ungkapnya kemarin (17/3).
Dana BOS melalui belanja langsung, kata Saiful, bisa langsung kepada sekolah-sekolah.
Pihak sekolah pun harus membentuk rencana kerja anggaran sekolah (RKAS) lebih dulu.
Sekolah juga harus memiliki bendahara yang menangani BOS. ''Karena uang akan masuk ke sana,'' jelasnya.
Berbeda dengan pencairan sebelumnya, sebagai kepala dinas pendidikan Jatim, dia hanya bertanda tangan dalam kepentingan memorandum of understanding (MoU) untuk pencairan dana BOS.
Setelah semua tuntas, pihaknya mentransfer dana BOS ke rekening sekolah.
''Sudah, selesai,'' paparnya. Kini dana BOS dicairkan langsung ke sekolah.
''Hubungannya dengan bendahara-bendahara di sekolah,'' jelasnya.
Di sisi lain, masa transisi setelah perpindahan kewenangan SMA/SMK ke provinsi juga tengah berlangsung.
Pihaknya pun perlu mengumpulkan data-data terkait dengan pencairan BOS di tiap-tiap daerah di Jatim.
''Data dari daerah agak sulit. Meski ada dapodik (data pokok pendidikan, Red), tapi kan hubungannya langsung dengan sekolah di daerah, ini yang agak repot,'' tuturnya.
Apalagi, Jawa Timur, terutama Surabaya, menjadi pilot project pencairan dana BOS nontunai. ''Jadi, tumpuk-tumpuk,'' ucapnya.
Meski begitu, mantan kepala Badan Diklat Jatim itu menuturkan akan menyelesaikannya dengan cepat.
''Ini kami proses. Kami selesaikan. Minggu depan beres,'' jelasnya.
Saiful mengatakan, pihaknya memang harus berhati-hati dalam pencairan dana BOS.
Terutama terkait dengan masalah administrasi. Pihaknya tidak ingin pencairan itu berbuntut persoalan hukum di kemudian hari.
''Kalau administrasi salah, akan ruwet. Kita bisa kena, terutama saya,'' tuturnya.
Administrasi yang dimaksud, di antaranya, RKAS, ketersediaan bendahara sekolah, dan kebutuhan triwulan pertama.
Pihak sekolah juga tengah menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi atau sistem yang baru.
Karena itu, pihaknya mencari jalan antardaerah. ''Cabang-cabang dinas pendidikan di daerah kami perankan,'' ujarnya.
Meski begitu, dia memastikan hak sekolah tetap tidak terabaikan.
Triwulan pertama, lanjut dia, memang sedikit ruwet untuk membuka jalan.
Namun, dia optimistis untuk triwulan berikutnya lebih mudah. ''Sekolah bersabar sedikit lagi, tidak apa-apa cari utangan dulu,'' paparnya.
Saiful menegaskan, Dispendik Jatim tidak hanya mengurusi pencairan dana BOS SMA/SMK.
Pencairan dana BOS jenjang SD dan SMP juga melalui Dispendik Jatim.
Karena itu, semua administrasi harus beres. Sebab, pencairan tidak bisa dicicil per jenjang. Semua dicairkan secara bersamaan. (elo/puj/c15/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana BOS Boleh untuk Gaji Honorer, Maksimal 15 Persen
Redaktur & Reporter : Natalia