Ginjal Siswi SMA Dijual Rp 70 Juta

Sabtu, 05 April 2014 – 05:51 WIB

jpnn.com - SURABAYA - Perjuangan Ayu Nurul Farida, 18, dalam menyelamatkan keluarga dari kesulitan bikin trenyuh banyak pihak.

Teman, guru, kepala dinas kesehatan, hingga kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya mendatangi rumahnya untuk melihat kondisi keluarga siswa kelas XII SMAN 3 Surabaya tersebut.

BACA JUGA: Polri Terima 66 Kasus Pelanggaran Pemilu


Ya, beberapa hari teakhir, Nurul membikin heboh lingkungannya. Itu tidak lepas dari kenekatan gadis manis tersebut dalam menjual salah satu ginjalnya. Nilainya juga tidak seberapa jika dibandingkan dengan fungsi organ penting tersebut. Yakni, Rp 70 ribu.

Hal itu dilakukan Nurul untuk menolong ayah, ibu, dan adiknya yang terserang penyakit berat serta terjerat utang. Si ayah sudah lama terserang stroke, ibunya menderita kista, dan adiknya mengidap tumor.

BACA JUGA: KPAI: PDIP Paling Libatkan Anak-anak Dalam Kampanye

Nurul memang gadis yang sangat menyayangi keluarga. Dia nekat mengambil langkah tersebut karena ingin tiga orang yang dicintainya itu sembuh.

"Saya mau jual (ginjal, Red) karena kasihan sama Bapak, Ibu, dan Adik. Kami tidak punya biaya untuk berobat," katanya di rumah kontrakan keluarganya, kawasan Bulak Banteng, kemarin (4/4).

BACA JUGA: Nazaruddin Sebut Olly Dondokambey Terima 1 Juta Dollar

Kemarin rumah Nurul disambangi orang-orang yang berempati pada penderitaan mereka. Mereka adalah teman-teman sekolah dan guru Nurul, Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita, serta Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Ikhsan.

Kepada para tamu, Nurul bercerita. Niat menjual ginjal itu muncul karena dia merasa tidak tega dengan si ibu yang sakit dan dikejar-kejar rentenir.

Sejak Desember tahun lalu, ibunya, Nur Hayati, 42, berutang Rp 12 juta kepada rentenir. Dia berjanji mengembalikannya pada Januari lalu.

Namun, hingga saat ini, Nur Hayati tidak memiliki uang untuk membayar. Karena itu, si rentenir terus mengejarnya. Kini utang tersebut berbunga menjadi Rp 21 juta.

"Itu sudah termasuk bunga. Kalau sampai 10 April utang tidak dibayar, saya mau dibawa ke polisi," ujar Nur Hayati sambil mengusap dada.

Nur Hayati terpaksa berutang untuk berobat. Selain dirinya yang menderita kista, suaminya, Didik Santoso, 53, terserang stroke, serta anaknya, Nur Ayu, 12, mengidap tumor di telinga.

Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Nur Hayati bekerja sebagai buruh cuci dan bekerja serabutan sambil menunggu panggilan warga yang membutuhkan tenaganya. Dia bekerja sambil menahan sakit.

Kondisi keluarga itu sebelumnya normal-normal saja. Gaji Didik Susanto sebagai PNS guru SMP negeri cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, sejak 2007, ujian demi ujian datang.

Nur Hayati menderita kista sejak melahirkan anak bungsunya, Muhammad Nur Aminudin, 7. Pada tahun yang sama, Didik terserang stroke. Pada 2012, giliran Nur Ayu yang sakit. Dia terserang tumor pada telinga.

Ketika penyakit itu kambuh, telinganya mengeluarkan nanah. "Karena tidak ada obat, cairan yang keluar hanya dilap," jelas Nur Hayati yang duduk di sisi pembaringan Didik.

Kini Didik hanya bisa berbaring di tempat tidur. Gajinya juga habis karena dipotong ini dan itu. "Gajinya habis untuk membayar utang, iuran koperasi, dan kontrakan," lanjut Nurul.

Untuk keperluan obat saja, dalam sebulan, keluarga itu harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah. Didik butuh obat seharga Rp 500 juta setiap hari, sedangkan Nur Ayu butuh Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta setiap minggu. Selain itu, mereka harus keluar uang Rp 1,5 juta per tahun untuk kontrak rumah.

Penderitaan yang dialami keluarga Didik memang bikin trenyuh setiap orang yang mendengar. Hidup dengan lima anak, serta kondisi sebagian anggota keluarga sakit parah mengharuskan Nurul dan kakaknya bekerja.

Sepulang sekolah, Nurul bekerja sebagai penjaga toko. Kakaknya terpaksa tidak melanjutkan sekolah dan memilih bekerja sebagai office boy di salah satu kantor jasa pengiriman barang. Meski sudah berusia 7 tahun, si bungsu, Aminudin, juga belum bisa bersekolah karena tidak memiliki biaya.

Rianti, wali kelas Nurul yang kemarin ikut menjenguk keluarga tersebut, mengungkapkan bahwa niat muridnya menjual ginjal diketahui sekitar dua minggu lalu. "Saya tahu saat ada murid saya yang lapor ketika kegiatan bakti sosial," tuturnya.

Menurut Rianti, muridnya itu curhat kepada teman sekelasnya bahwa dia ingin menawarkan ginjal jika ada yang bersedia membeli. Sebab, Nurul sangat membutuhkan uang untuk membantu keluarga.

Ketika itu juga disebut bahwa sudah ada sesorang yang menawar ginjal Nurul. Namun, niat tersebut lebih dulu dicegah teman-temannya.

Rianti bercerita, salah seorang sahabat baik Nurul melarang temannya itu menjual ginjal. Dia kemudian bercerita kepada Rianti. Ceita tersebut akhirnya sampai ke telinga kepala dispendik dan kepala Dinkes Surabaya. Mereka lantas bersama-sama menengok keluarga Nurul kemarin.

Setelah mengetahui kondisi tersebut, Kadinkes Surabaya Febria Rachmanita langsung meminta agar Didik, Nur Hayati, dan Nur Ayu dibawa ke RSUD dr Soewandhie.

"Kondisi mereka akan diperiksa di RS untuk memastikan diagnosis penyakit," katanya. Dia berjanji semua biaya ditanggung pihaknya.

Sementara itu, menanggapi adik bungsu Nurul yang belum sekolah, Kadispendik Ikhsan akan mengusahakan agar dia bisa bersekolah. (bir/c14/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolres Tasikmalaya: Korban Tewas KA Malabar Tiga Orang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler