BERBEKAL hobi musik, Muhammad Khirzan Ulinnuha, 24, sukses menciptakan gitar rotan laminasi. Begitu dipetik, gitar itu suaranya tidak jauh berbeda dengan gitar pada umumnya.
------------
Laporan Dida Tenola, Surabaya
-----------
MATA lelaki bertubuh kurus itu sesekali terpejam. Lagu Belum Ada Judul milik Iwan Fals mengalir merdu. Denting permainan gitar yang mengiringi lagu tersebut juga tak kalah nyaman di telinga. Terdengar jernih dan empuk.
Suara gitar yang empuk dan merdu tersebut tidak berasal dari kayu oak atau kayu lain yang menjadi bahan mainstream gitar. Tapi, dari rotan. Gitar itu diberi nama Aluna oleh penciptanya.
BACA JUGA: Biasanya Moreira Suka Usil, Jelang Dieksekusi Teriak-teriak
’’Itu (Aluna, Red) adalah nama anak ketiga perajin gitar kondang di Purwodadi. Namanya Pak Widadi, beliau yang membantu saya menyelesaikan gitar ini,’’ ucapnya.
Sebagai tanda terima kasih, alumnus SMAN 1 Malang tersebut menamakan gitar itu Aluna. Ulin bercerita bahwa pembuatan gitar tersebut bermula dari penemuan rotan laminasi oleh Dodi Mulyadi, pakar dan desainer rotan dari Pusat Inovasi Rotan Nasional (Pirnas).
BACA JUGA: Di Atas Bukit Itu Aura Keimanan Menyeruak
Rotan laminasi adalah rotan yang telah dipotong berupa balok-balok kecil dan direkatkan hingga berbentuk papan.
Melihat inovasi itu, Ulin ingin mengembangkan lebih luas lagi. Dia yakin rotan tidak hanya berakhir sebagai produk furnitur. Apalagi, yang dia ketahui, Indonesia adalah kerajaan rotan besar.
BACA JUGA: Bioskop Bisik, Para Tunanetra Itu Bisa Tertawa Ngakak
”Di Indonesia ini rotannya banyak. Sayangnya, rotan cuma bisa jadi kursi atau meja. Udah gitu yang beli orang asing pula. Sayang kan kalau nggak bisa dimanfaatin,” papar bujang kelahiran Blitar itu.
Ide membuat gitar tersebut sebenarnya muncul secara tidak sengaja. Gitar berbahan rotan laminasi itu sebenarnya bukanlah produk yang disiapkan untuk tugas akhirnya di kampus. Awalnya dia bermaksud menciptakan wadah unik yang dibutuhkan banyak orang. Kemudian Ulin melihat banyak teman kampusnya bermain gitar. Karena itu, dia mengganti gagasannya.
Dosen pembimbing menggiring Ulin untuk menciptakan gitar yang berbeda. Lama Ulin berpikir, akhirnya di sebuah mata kuliah, dosennya bercerita tentang keikutsertaannya pada workshop yang berkaitan dengan rotan.
Lelaki yang sejak kecil juga hobi menggambar itu kemudian punya pikiran nyeleneh. ”Begitu jam kuliah selesai, saya berpikir bisa nggak ya rotan dibuat jadi gitar,” imbuhnya.
Mahasiswa angkatan 2009 itu pun mewujudkan imajinasi desainnya ke bentuk nyata. Semula sulit menemukan bahan baku rotan yang sudah diolah menjadi laminasi. Setelah berkomunikasi dengan beberapa orang, Ulin pun berharap kepada salah seorang kenalannya yang bersedia mengirim rotan laminasi dari Sulawesi.
Namun, rotan yang ditunggu cowok yang juga aktif di komunitas menggambar Penahitam Surabaya itu tidak kunjung tiba. Di tengah keputusasaannya mendapat rotan laminasi, kakak kelasnya memberi informasi tentang distribusi rotan di Menganti, Gresik.
Sayangnya, di situ tidak ada rotan laminasi (rotan yang sudah diolah menjadi bentuk papan), melainkan rotan mentah yang masih berbentuk silinder utuh.
Karena dikejar waktu, Ulin akhirnya rela berpanas-panasan mengendarai motor ke Gresik. Dibantu rekannya, dia membeli 30 kg rotan mentah bentuk silinder jenis asalan. Setiap 1 kg rotan dihargai Rp 9 ribu.
Rotan-rotan itu dibawanya sebanyak dua kali. Pertama, dia membawa 12 kg rotan dengan naik motor. ”Saya bawa naik motor dengan diboncengkan teman. Lumayan kemeng pundak ini,” ceritanya lalu tertawa kecil.
Keesokan harinya, dia menyewa pikap milik kenalannya untuk mengangkut 30 kg rotan. Kocek sewa mobil itu lumayan tebal untuk ukuran mahasiswa. ”Total penggunaannya sekitar 20 kg. Saya sengaja membeli banyak untuk jaga-jaga, nyatanya memang sisa,” ceritanya.
Membeli rotan mentah memaksa pria Sagitarius itu bekerja dua kali. Sebelum membuat gitar, dia harus menerapkan teknologi laminasi. Artinya, dia harus memotong rotan silinder berdiameter 3,2 cm menjadi beberapa bagian kecil.
Lalu, rotan-rotan sepanjang 4 meter itu dipotong per 1 meter berbentuk balok. Selanjutnya, 4 bilah rotan yang sudah menjadi balok tersebut direkatkan dengan lem, baru dipotong kecil-kecil seperti papan.
Tugas selanjutnya ialah mencari perajin yang bisa membantunya mengerjakan gitar sesuai desain yang sudah dibuatnya. Pada tahap itu, lagi-lagi Ulin mendapat hambatan. Dia sulit mencari perajin gitar di Surabaya. Rata-rata perajin menolak menggarap gitar miliknya karena mereka sudah menerima pesanan dari orang lain.
Bahkan, ada salah seorang seniman gitar yang meremehkan karyanya. Orang tersebut tidak percaya bahwa hasil kreasi Ulin bisa menghantarkan suara.
”Beliau benar-benar nggak mau ngerjain. ’Daripada buang-buang waktu bikin gitar kamu dan nolak pesenan orang. Udah gitu, iya nanti kalau gitarnya bunyi, lah kalau enggak?’ Beliau bilang gitu ke saya,” kenangnya kemudian tersenyum kecut.
Perjuangan cowok yang mengaku masih jomblo itu akhirnya terbayar. Dia berjodoh dengan Widadi untuk melanjutkan penggarapan gitar. Selama sebulan, Ulin bolak-balik Surabaya-Purwodadi untuk mengecek hasil polesan Widadi.
Ulin mengaku tidak semua bagian gitarnya berasal dari rotan. Rotan hanya dipakai untuk top body, back, dan side guitar. Sementara itu, bracing atau bagian dalam masih dilapisi kayu. Bagian neck terbuat dari mahoni dan senar gitar jenis nilon. Semua kelengkapan itu dibuat agar gitar mampu bersuara dan tidak melengkung jika terkena panas matahari.
Akhirnya, gitar jadi. Yang terpenting, kualitas suara yang dihasilkannya tak kalah dengan gitar mainstream. Kerja kerasnya terbayar. Bahkan, bila sedang galau, Ulin bergitar dan bersenandung dengan enak.
Karya gitarnya dipresentasikan ke publik pada pameran tugas akhir bertema Bright Future Ahead yang diselenggarakan jurusannya kemarin (17/1) dan hari ini. Selain itu, gitar rotan orisinal tersebut diikutsertakan pada perlombaan internasional di Jerman pada Mei.
Penilaian lomba itu diumumkan pada Februari. ”Ya selama ini setahu saya, belum ada yang bikin gitar dari rotan. Saya yakin ini yang pertama di Indonesia. Bahkan, mungkin di dunia,” tegasnya.
Jika lolos, pria penyuka warna hitam itu berharap produknya mendapat hak paten dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Bila itu terwujud, dia sangat yakin mimpi besarnya untuk memasarkan produknya secara masal tergapai. Apalagi pada pengujung tahun nanti, MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) 2015 bergulir.
”Kalau benar-benar bisa dapat hak paten, saya ingin membangun industri baru. Akhir tahun nanti kita saingan se-ASEAN. Masak kita mau rotan produksi Indonesia terus-terusan dibeli orang asing. Nanti saya pasti mengajak perajin gitar seperti Pak Widadi,” harapnya tinggi. (*/c7/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gagal Bertemu Komodo, Puas Melihat Monyet
Redaktur : Tim Redaksi