jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia menilai manuver Setya Novanto serta kuasa hukumnya berlebihan dan terkesan mencari-cari kesalahan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lucunya lagi, ujar Doli, terbitnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) untuk pimpinan KPK Agus Raharjo dan Saut Situmorang itu seakan bentuk balasan atas diterbitkannya SPDP terhadap Novanto sehari sebelumnya.
BACA JUGA: Setnov Menghindar Dari Wartawan? Ini Jawaban Idrus...
Menurut Doli, yang kemudian aneh adalah kenapa cuma Agus dan Saut saja yang dilaporkan. Padahal, seperti yang diketahui selama ini, apa pun yang ditetapkan oleh KPK pasti berdasarkan rapat seluruh pimpinan komisi antirasuah.
“Apa karena kedua pimpinan itu selama ini dinilai sangat vokal menyikapi dugaan keterlibatan SN dalam kasus megakorupsi e-KTP, sehingga harus dipolisikan?” kata Doli, Kamis (9/11).
BACA JUGA: Pak Polisi, Memangnya Agus dan Saut Salah Apa?
Doli menyatakan, publik juga melihat ketidakadilan dari apa yang dilakukan Polri. Setiap yang terkait dengan kepentingan Novanto, baik itu pengamanan lapangan, pengaduan, dan laporan begitu dengan sigap dan cepat direspons seakan bekerja secara profesional.
Tapi, ketika semua publik menunggu langkah apa yang dilakukan untuk mengusut kasus misalnya terkait Novel Baswedan dan lainnya seakan Polri tak bisa berbuat apa-apa.
BACA JUGA: SPDP terhadap 2 Pimpinan KPK Bisa Dianggap Kriminalisasi
“Kita juga patut bertanya-tanya apa jasa SN kepada Polri sehingga terkesan sering pasang badan buat SN,” papar Doli.
Dia menegaskan kembali bahwa kasus Novanto ini bukan lagi hanya berdampak buruk terhadap Partai Golkar saja. Tetapi langkah dan tindakan Novanto termasuk kuasa hukumnya itu sudah mengarah pada terjadinya kerusakan tatanan politik, demokrasi, sosial, dan hukum di Indonesia.
“Indikasi adanya upaya menghabisi bahkan membubarkan KPK, mengadu domba antarinstitusi penegak hukum, mengendalikan peradilan, dan mangkir dari pemeriksaan, itu semua dapat dipastikan akan merusak tatanan hukum kita,” jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, perilaku yang menyebutkan semua orang berbohong, tidak adanya rasa malu, tindak tanduk yang penuh tipu daya, dan upaya pemutarbalikan fakta, itu semua dapat merusak tatanan budaya dan kehidupan sosial masyarakat.
Begitu juga dengan tindakan seperti mengadukan masyarakat media sosial yang berekspresi dengan persepsinya, mengancam mempolisikan orang yang memiliki pandangan kritis, akan merusak tatanan politik.
“Serta dapat mengancam tumbuh kembangnya demokrasi di Indonesia,” ungkap Doli. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terbit SPDP terhadap 2 Pimpinan KPK, Pengacara Setnov Senang
Redaktur & Reporter : Boy