Golkar Mulai Main Ancam

Unjuk Kekuatan Melawan Blok M dan Blok S

Minggu, 15 Februari 2009 – 19:37 WIB

JAKARTA- Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Firmanzah mengatakan pernyataan Ketua Fraksi Partai Golkar (PG) di DPR, Priyo Budi Santoso bahwa Partai Golkar akan mengambil posisi memimpin partai tengah untuk melawan dominasi S dan Blok M dengan mengusung Ketua Umum PG dengan Sutiyoso, Hidayat Nur Wahid dan Sri Sultan Hamangkubuwono X adalah upaya Partai Golkar untuk menyampaikan kekesalan kepada Susilo Bambang Yudhoyono dan Partai Demokrat agar tidak macam-macam dengan Golkar.

"Pesan itu sengaja disampaikan karena saat ini akumulasi kekesalan Partai Golkar sudah memuncak terhadap Partai Demokrat yang selalu mengklaim keberhasilan pemerintahan saat ini hanya kerja Partai Demokrat, padahal masyarakat tahu bahwa kader Golkar-lah yang justru banyak menduduki posisi-posisi strategis di kabinet, sementara kader Demokrat di luar SBY hanya menduduki posisi tidak strategis," ujar Firmanzah, di Jakarta, Minggu (16/2).

Pernyataan Wakil Ketua Umum PD, Ahmad Mubarok yang menyebut Golkar akan meraih suara 2,5 persen hanyalah puncak dari kekesalan seluruh kader GolkarOleh karena itu agar tidak dianggap remeh, mereka menyampaikan peringatan jangan macam-macam dengan Golkar yang memiliki basis daerah dan jaringan yang luas, kata Firmanzah.

Dia mengingatkan, wacana yang dilontarkan Priyo patut diindahkan sebagai upaya menjaga Golkar dari kesombongan PD yang mematok target suara 20 persen

BACA JUGA: Maskapai Airlines Diminta Perketat KUPPU

"Jika target tercapai, Partai Demokrat akan lebih sombong dan bisa saja menggusur Golkar dari koalisi dan mencari partner yang lebih mudah diatur."

Soal wacana nama-nama tokoh yang bisa digandeng JK seperti Sutiyoso, Hidayat dan Sri Sultan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
“Golkar sadar, JK memiliki elektibilitas dan popularitas yang rendah, jadi kalau mau memasangkan JK dengan seseorang maka orang tersebut harus bisa menopang JK

BACA JUGA: Mufidah Kalla Bangun Rumah Gadang di Surabaya

Sutiyoso, Hidayat dan Sri Sultan memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus diperhitungkan dengan cermat,” tegasnya.

Sebenarnya, jika Golkar bisa menggandeng Hidayat Nur Wahid, maka pemerintahan dan parlemen bisa lebih stabil
"Namun Hidayat tidak memiliki pengalaman administratur negara

BACA JUGA: Tetap Akan Berlakukan Permenakertrans No 22/2008

Sedang Sutiyoso berpengalaman memimpin ibukota Jakarta 10 tahun," ungkat Firmanzah.

Kekurangan Sutiyoso tidak punya partai juga tidak pernah berkonfrontasi dengan pesaingnya, ini sangat merugikan diaKalau mau maju harus konfrotantif terutama dengan inkumbenDia memang administrator tapi bukan politisi.

"Hal ini bisa membuat JK pun lebih leluasa dalam menyusun kabinet dengan memasukkan orang-orang Golkar yang berkualitasGolkar juga tidak akan bisa dikangkangi oleh Demokrat seperti yang terjadi saat iniSementara jika dipasangkan dengan Sultan maka sulit mendapatkan dukungan dari luar karena Sultan juga merupakan kader GolkarJadi keputusan mau berkoalisi dengan siapa adalah keputusan Golkar,” imbuhnya.

Firmanzah menilai posisi SBY jadi calon yang paling memiliki kans terbesar lebih disebabkan karena ketidakhadiran tokoh alternativ“Tidak ada satupun capres lainnya yang jadi interest publicKalau mau kalahkan SBY maka yang lainnya harus kompakIsinya SBY atau bukan SBYSemua partai harus sudah berpikiran kesana karena bagaimana pun kharisma SBY sangat kuatKalau hanya Megawati yang akan bersaingan dengan SBY, maka kita sudah akan tahu pememangnya dan Megawati seharusnya menyadari juga hal itu,” tegasnya.

Dihubungi secara terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Paramadhina, Bima Ariya Sugiharto mengatakan bahwa ada tiga variabel yang akan menentukan partai dalam mengusung capres- capresnyaPertama hasil perolehan suara pemilu legislativKedua pasangan capres-cawapres itu sendiri terkait elektabilitas dan popularitasnyaYang ketiga adalah isu politik nasional itu sendiri.

“Kemungkinan besar, jika target suara 20 persen Partai Demokrat bisa diraih, maka Partai Demokrat akan mencari cawapres dari tokoh politik yang popular dan non-parpolJika ini yang terjadi maka pemilu akan semakin menarik dan pasangan pun akan semakin banyak,” ujar Bima.

Saat ini, lanjut Bima, posisi SBY diatas angin karena dia dapat menggambungkan popularitas dirinya secara personal dengan popularitas partai"Ini hanya bisa dilawan dengan komposisi out of the box yaitu komposisi yang di luar dugaan atau di luar capres-capres yang ada saat ini namun memiliki popularitas partai dan personal yang bisa menyaingi SBY."

“Ada satu logika yang dibangun SBY dan mungkin akan diterima publik nantinyaSBY akan mengatakan bahwa di periode terakhir ini dirinya akan habis-habisan dan tidak mau dibatas-batasi dengan koalisi seperti saat iniOleh karena itu jika SBY sangat mungkin mengganden Menkeu Sri Mulyani karena akan direspon baik oleh rakyat karena masyarakat jenuh dengan parpol," tegas Bima.

Sementara untuk JK jika ingin jadi capres masih mungkin namun ada beberapa syarat yang harus dipenuhinya antara lain lalui proses internal Golkar secara baik maka sebagai prestise Golkar pun akan mengusungnya menjadi capres sendiri, atau mengeroyok SBY dan Demokratnya“Ini tidak akan membuat posisi SBY seperti pada tahun 2004 dimana dia bisa mengatakan dirinya terzalimin.

"Jika dia dikeroyok, masyarakat tidak akan menganggap lagi SBY terzolimi karena dia inkumbenBiasanya yang terzolimi adalah orang yang tidak memiliki kuasa untuk melawan dan sebagai inkumben hal itu tidak lah mungkin,” tandasnya(Fas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... ASKES Diminta Gandeng Pemda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler