Gowes Pertama, Jantung Berdebar seperti saat Jatuh Cinta

Selasa, 20 Agustus 2013 – 13:57 WIB

Akhirnya, rombongan Indonesia dapat kesempatan bersepeda di Aspen. Tapi, acara santai justru jadi penyiksaan luar biasa. Udara tipis, suhu sampai 41 derajat. Rasanya seperti belajar naik sepeda lagi.
 
AZRUL ANANDA, Aspen

Program bersepeda di Colorado bersama Team Sky secara resmi dimulai Sabtu siang, 17 Agustus (Minggu, 18/8 WIB). Pukul 13.00 waktu setempat, sebelas peserta telah berkumpul di Aspen.

BACA JUGA: Adelana, si Gadis Pemalu itu Ingin jadi Polisi

Empat dari Indonesia, satu dari Kanada, sisanya dari berbagai penjuru Amerika. Mulai dari Seattle, Austin, serta kota-kota lain.

Siang itu, semua berkumpul di sebuah rumah mewah, yang dijadikan penginapan selama beberapa hari di Aspen. Setelah bagi kamar, tur fasilitas, tim Rapha "partner apparel Team Sky" yang mengelola program ini mengumpulkan seluruh peserta di ruang santai.

BACA JUGA: Pemanasan di California, Menuju Aspen Sehari Lebih Dini

Acara kenalan resmi dimulai.

Di situ ada Brad Sauber, pengelola program-program tur Rapha yang datang dari Inggris. Ada Tim Coghlan, yang bekerja di kantor Rapha di Portland, Oregon, AS. Ada pula Ben Lieberson, legenda touring Rapha yang pekerjaannya keliling dunia bersepeda.

BACA JUGA: Berkarir 13 Tahun, Tidak Punya Uang, tapi Dipercaya Orang

Tidak tertinggal Paul Whiting, pro masseuse, pakar fisio asal Inggris yang akan "merawat" badan para peserta selama program di Colorado. Selama bertahun-tahun Whiting menjadi andalan para pembalap sepeda dunia (dan atlet dunia lain) untuk masalah-masalah pada badan.

"Paul memilih menemani kita semua, menolak tawaran kerja dari tim-tim kelas dunia di event ini," kata Sauber, yang juga menjelaskan bahwa dirinya dulu punya banyak pengalaman sebagai mekanik sepeda tim profesional. Jadi, dia akan bertindak bila peserta punya masalah sepeda.

Mereka berempat menjelaskan seperti apa kira-kira program dalam beberapa hari ke depan. Termasuk, kemungkinan-kemungkinan perubahan. Khususnya yang berkaitan dengan interaksi bersama Team Sky. Serta, tamu-tamu spesial lain yang akan menemani peserta.

Intinya, mereka berempat akan bekerja bersama untuk memastikan program ini berlangsung memuaskan, menjadi kenangan tidak terlupakan.

Sebagai contoh servis penuh yang mereka terapkan: Setiap malam sepeda akan dibersihkan dan diperiksa. Setiap pagi semua botol minum sudah disiapkan dan terisi penuh. Kalau habis, tinggal minta tolong ke mobil yang selalu mendampingi. Dan setiap malam, jersey serta bibshort yang dipakai akan dicucikan. Pagi hari, baju sudah fresh siap dipakai lagi.

Saat bersepeda pun, tiga di antara empat akan turun gowes bersama peserta. Ada yang memimpin di depan, menemani di tengah, dan mengawal di belakang.

Ingat, setiap malam Whiting juga siap memijat bagian-bagian tubuh peserta yang dirasa sakit atau kurang nyaman.

Setelah brifing, pukul 14.00, program bersepeda pertama dilakukan. "Ini sepeda santai, kecepatan biasa. Untuk membiasakan diri dengan keadaan, sekaligus ngobrol dan kenalan satu sama lain," tegas Sauber.

Acara santai itu, bagi rombongan Indonesia, berubah jadi shock therapy. Ternyata, benar-benar tidak mudah untuk beraktivitas fisik di ketinggian 2.400 meter"
 
Benar-Benar Sulit Bernapas
Malam sebelumnya (Jumat, 16/8), Ben Lieberson mengingatkan kami bahwa tidak mudah untuk beradaptasi di ketinggian Colorado. Udara tipis, oksigen tipis. Jadi, jangan paksakan diri saat kali pertama bersepeda.

"Kalau kita push, detak jantung tidak bisa recovery dengan cepat. Begitu detaknya tinggi, akan terus tinggi," ujarnya. "Karena kering, teruslah minum air," tambahnya.

Begitu keluar dari rumah penginapan, rombongan bersepeda pelan (20"25 km) melintasi jalanan taman yang indah. Melintasi sungai kecil, jembatan kayu, dan jalanan gravel (kerikil halus). Setelah sekitar sepuluh kilometer, rasanya kami bisa beradaptasi dengan baik.

Tapi kemudian, kami diajak melewati tanjakan-tanjakan yang biasa digunakan sebagai rute latihan para pembalap. Tidaklah ekstrem. Ada beberapa bagian yang mencapai kemiringan 10 persen, tapi kebanyakan di angka 4"6 persen.

Di situlah kami mulai merasakan betapa beratnya bersepeda di ketinggian 2.400 meter.

Kami benar-benar sulit bernapas. Dan setelah tanjakan terlewati, napas juga tidak segera normal. Kami benar-benar tersengal-sengal berusaha mengikuti rombongan. Padahal, kecepatan sangat rendah. Sekitar 10"15 km/jam di tanjakan, 20"25 km/jam di jalan datar.

"Edan. Kalau latihan di Indonesia (di ketinggian "normal", Red), kemiringan 4"6 persen itu, kita masih bisa ngobrol. Di sini saya tidak berani bicara," kata Cipto S. Kurniawan, 31, pria asal Pasuruan yang dikenal sebagai jagoan climbing. "Sejak awal sudah tidak cukup mengandalkan bernapas pakai hidung," tambahnya.

Sun Hin Tjendra, 41, yang dikenal sebagai "pembalap eksekutif" yang superkuat, juga merasakan sulitnya bernapas di Aspen. "Jantung berdebar-debar seperti ketika jatuh cinta dulu," ujarnya.

Temperatur yang panas, siang itu mencapai 41 derajat Celsius, ikut menyiksa. Angin dingin tidak menolong saat kami harus menanjak. Di jalanan datar, rasanya melaju 25 km/jam itu seperti memaksakan diri melaju 40"45 km/jam.

Belum bicara soal udara kering. Karena diminta terus minum, tidak terasa saya menghabiskan hampir enam botol air. Dua botol di antaranya berisi air dengan campuran ramuan khusus dari Skratch Labs.

Padahal, total bersepeda kami hanya sekitar 50 km. Tergolong pendek, dan dengan kecepatan relatif rendah. Tapi, rasanya seperti ikut event jarak jauh Audax lebih dari 200 km!

Rasanya seperti ketika kali pertama serius menekuni road bike dulu, bukan seperti cyclist yang sudah berpengalaman.

Sejak selesai bersepeda sampai malam, kami terus membicarakan itu. Di Indonesia, beberapa pekan sebelum berangkat ke Amerika, kami sudah latihan tergolong intensif. Di Jawa Timur, kami hampir setiap hari latihan menanjak ke berbagai tempat. Misalnya, Tretes, Tosari Bromo, dan Nongkojajar Malang. Semua masuk tanjakan kategori 1 atau bahkan HC (hors categorie, kategori terberat). Minimal kategori 2.

Latihan endurance juga kami lakukan, berkali-kali bersepeda lebih dari 100 km. Dan ketika pemanasan 85 km menanjak Mount Tamalpais di kawasan San Francisco Kamis lalu (15/8), kami juga merasa nyaman.

Tapi, semua latihan itu dilakukan di ketinggian dekat dengan permukaan laut. Beda sekali dengan di ketinggian 2.400 meter! Ketika mengecek data di komputer, tanjakan-tanjakan yang kami jajal pada hari pertama ini hanya di kategori 3 atau 4. Seharusnya relatif gampang.

"Segala latihan jadi seperti tidak berguna," cetus Wawan, sapaan akrab Cipto S. Kurniawan.
 
Kami berharap, pada hari pertama bersepeda itu, badan kami sudah diberi tahu harus berubah bagaimana untuk hari-hari selanjutnya. Malamnya, kami diminta untuk terus banyak minum air, dan tidur secara maksimal.

Semoga saja, besok paginya sudah membaik, dan hari-hari berikutnya terus membaik.
 
Menu Khusus Pakar Nutrisi
Beruntung bagi kami, soal makanan dan nutrisi, Rapha memberikan perhatian ekstraspesial. Untuk makan malam pertama, setelah acara bersepeda pertama, mereka mendatangkan tim dari Skratch Labs, yang dipimpin langsung oleh Dr Allen Lim.

Dr Allen Lim punya reputasi hebat di kalangan pembalap profesional. Dialah pembuat menu untuk tim-tim terbaik dunia. Dan untuk kami, dia sendiri yang memasakkan menu khusus malam itu.

Dibuka dengan keju-kejuan eksotis dan roti, plus salad campuran khusus berisi beetroot, akar-akaran yang disebut baik untuk stamina. Disambung dengan ayam panggang dan beberapa menu lainnya.

Sebagai penutup, ada almond pie.

Sepanjang makan malam, Dr Allen Lim rajin mengajak bicara para peserta. Menanyai mereka berasal dari mana, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan soal nutrisi dari para peserta.

Perut kenyang, hati tenang. Banyak minum air. Tidur yang nyenyak. Usai makan malam, Brad Sauber memberi tahu rencana untuk hari selanjutnya (Minggu, 18/8, atau Senin WIB).

Dan rencananya besar! Minggu pagi itu, sehari sebelum USA Pro Challenge 2013 dimulai di Colorado, kami akan bertemu bersama Team Sky! Bukan hanya itu, kami juga akan bersepeda bersama para bintang-bintangnya! (bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadapi Ujian Praktik Bagaikan Menunggu Hari Pernikahan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler