Greenomics Indonesia: Greenpeace Perlu Berbagi Pengalaman ke Publik Tentang Karhutla 2015

Rabu, 25 September 2019 – 14:40 WIB
Manggala Agni saat memadamkan karhutla. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Greenomics Indonesia meminta Greenpeace untuk menjelaskan ke publik mengapa grup Sinarmas menjadi grup terbesar yang mengalami kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di tahun 2015, pada saat Greenpeace berkolaborasi dengan raksasa kertas dan sawit tersebut.

Greenpeace dan grup Sinarmas terbukti gagal dalam mengimplementasikan “Kebijakan Konservasi Hutan” karena konsesi-konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan sawit grup Sinarmas menjadi kontributor terbesar Karhutla 2015.

BACA JUGA: Dampak Kabut Asap Karhutla, 5 Penerbangan dari Bandara Kualanamu Batal, 3 Ditunda

Demikian pandangan Greenomics dalam merespons terbitnya laporan terbaru Greenpeace yang mengungkapkan grup-grup bisnis yang konsesi-konsesinya terkena kebakaran hutan dan lahan selama periode 2015-2018.

“Greenpeace perlu berbagi pengalaman kepada publik, mengapa kolaborasinya dengan grup Sinarmas tidak berhasil mencegah dan mengendalikan Karhutla pada tahun 2015,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi di Jakarta, Rabu (25/9).

BACA JUGA: Strategi APP Sinar Mas Hadapi Musim Kemarau 2019

Menurut Vanda Mutia, konsesi-konsesi HTI Asia Pulp and Paper (APP Sinarmas) terbakar ratusan ribu hektare di Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau pada tahun 2015, pada saat salah satu raksasa bisnis kertas dunia ini sedang berkolaborasi dengan Greenpeace.

Tak hanya di konsesi-konsesi HTI, konsesi sawit grup Sinarmas di Kalimantan Barat juga terkena Karhutla serius, yang menyebabkan hampir seluruh areal hutan konservasi konsesi perusahaan tersebut terbakar, pada saat Greenpeace dan GAR (konsesi sawit grup Sinarmas) sedang dalam suatu kolaborasi.

BACA JUGA: Penerima Nobel Desak Rusia Bebaskan Aktivis Greenpeace

“Tentu menimbulkan pertanyaan, sebuah grup bisnis terbesar yang sedang berkolaborasi dengan Greenpeace, justru konsesi-konsesinya terbakar hingga ratusan ribu hektare pada tahun 2015,” ujar Vanda.

“Pasti ada pelajaran penting yang perlu dijelaskan oleh Greenpeace atas kegagalan kolaborasinya dengan grup Sinarmas tersebut, terutama terkait Karhutla 2015,” tambah Vanda.

 

Sanksi dari KLHK

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan sanksi ke sejumlah perusahaan-perusahaan HTI APP Sinarmas yang berlokasi di Sumatera Selatan, Jambi, dan Riau akibat Karhutla 2015, pada saat Greenpeace berkolaborasi dengan grup APP Sinarmas tersebut.

Tak hanya itu, KLHK juga mencabut akasia yang baru ditanam di areal bekas terbakar 2015 di konsesi-konsesi HTI APP Sinarmas, pada saat Greenpeace berkolaborasi dengan grup APP Sinarmas.

Menyinggung Karhutla tahun 2019 ini, Vanda mengatakan, dari data yang diekspose per 20 September 2019, Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menyegel sedikitnya 52 konsesi korporasi, termasuk juga di dalamnya konsesi APP, APRIL, juga Malaysian giant companies dan lain lain.(fri/jpnn)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler