Greenpeace Dituding Terapkan Standar Ganda

Kamis, 02 Desember 2010 – 22:00 WIB

JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens, mendesak pemerintah dan DPR untuk segera memanggil pimpinan Greenpeace Indonesia guna memberi klarifikasi tentang misi lingkungannya di Indonesia karena telah menggunakan standar ganda dalam operasionalnya untuk kepentingan politik dan ekonomi penyandang dana Greenpeace.

“Pemerintah dan DPR harus memanggil Greenpeace Indonesia untuk menglarifikasi standar ganda misi lingkungannya untuk kepentingan pihak penyandang dananya seperti Freeport, Exxon Mobil, IMF, Bank Dunia dan industri besar di Amerika dan Eropa," tegas Boni Hargens saat peluncuran buku “Menguak Dusta-dusta Greenpeace” karya Syarif Hidayatullah, di Pressroom DPR, gedung Nusantara III, Senayan Jakarta, Kamis (2/12).

Kalau perlu, kata Boni, dilakukan audit keuangan terhdap Greenpeace sehingga jelas sumber dana dan penggunaan uangnyaBoni mengakui, selama ini rekomendasi Greenpeace sebagai LSM yang peduli terhadap keutuhan alam di berbagai belahan dunia memang banyak memberi kontribusi positif.

Namun dalam perjalanannya, Greenpeace mulai menyimpang dengan membawa misi kepentingan ekonomi dan politik dengan membatasi pembukaan lahan kelapa sawit di Indonesia

BACA JUGA: Demokrat Tolak Ide Satgas Dibubarkan

Padahal,kata Boni, Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia
“Sementara oil seeds itu di negara-negara lain tidak dibatasi,” ungkap Boni.

Yang juga disayangkan, lanjut Boni, Greenpeace tidak lagi mengritisi Freeport, Exxon Mobil dan perusahaan Amerika lainnya

BACA JUGA: Presiden Dinilai Tak Perlu Urusi Pensiun

"Ini bukti Greenpeace telah menggunakan standard ganda, yang merupakan bagian dari karakter politik global modern dan salah satu bentuk dari konversi imperialisme
Kalau dulu imprealisme ditandai kehadiran fisik kekuatan asing dengan kekuatan militer yang disebut imperialisme klasik, tapi kini, imperialisme hadir melalui mekanisme politik sosial dan ekonomi,” imbuh Boni.

Staf khusus presiden untuk bidang lingkungan dan perubahan iklim, Agus Purnomo, yang hadir dalam bedah buku itu juga memberi penilaian senada.  Agus memang mengakui adanya laporan Greenpece yang bagus dan positif

BACA JUGA: Gunakan Standar Ganda, Greenpeace Diminta Diaudit



Namun demikian, kata Agus, banyak juga laporan Greenpeace yang menggunakan data palsu dan bohongAgus mencontohkanlaporan Greenpeace tentang "Protection Money" yang menyebut pemerintahan SBY akan membabat hutan seluas 63 juta hektar hingga tahun 2030 untuk pengembangan pulp, palm, oil, pertambangan dan energi terbarukan.

”Kita bingung, dia (Greenpeace) menemukan data itu dari mana? Juga 24 juta hektar hutan untuk hutan tanaman idustri (HTI) berarti ada 11 juta hektar yang bisa digunakan untuk memperluas hutan untuk HPH dan juga untuk direstore pada kawasan restorasi,” katanya.

Greenpece juga menyebutkan kerjasama senilai 1 miliar dollar AS antara Indonesia-Norwegia yang berpotensi dikorupsi oleh pejabat IndonesiaPadahal menurut Agus, kerjasama itu sifatnya bertahap dan uangnya belum cair.

Sementara mantan Bupati Bangka Belitung (Babel), Basuki Tjahaja Purnama yang pernah bersinggungan langsung dengan Greenpece, juga menyayangkan sikap Greenpeace yang justru membiarkan ilegal loging dan pertambangan liar di wilayah Babel selama ini“Mengapa ini terjadi, karena ada oknum aparat yang membekingi pengrusakan hutan tersebut, tapi Greenpeace diam saja,” ungkapnya.

“Yang justru diusik adalah sebuah usaha yang memiliki persaingan kuat dengan perusahaan asingJadi, kesimpulan saya adalah Greenpeace cenderung mengritisi industri dan bisnis besar yang bersaing dengan perusahaan besar asingMinyak sawit, pulp, palm, pertambangan dan lain-lain adalah yang menjadi target Greenpeace,” jelas Basuki(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Malam Ini Sultan-SBY Bertemu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler