jpnn.com, BLORA - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menyebut perusakan tembok bekas Keraton Kartasura di Kabupaten Sukoharjo menjadi peringatan keras untuk pemerintah dalam melindungi bangunan atau situs cagar budaya.
"Itu peringatan buat kita, itu kritik keras buat pemerintah, buat saya sendiri. Bagaimana kita melindungi cagar budaya selama ini," kata Ganjar di Kabupaten Blora pada Senin (25/4).
BACA JUGA: Tembok eks Keraton Kartasura Dijebol, Kanjeng Gusti Ratu Marah Besar
Ganjar mengatakan kalau ada bangunan cagar budaya yang tidak terawat maka orang menganggapnya tidak berguna sehingga sering terjadi perusakan dan tindakan merugikan lainnya, padahal cagar budaya punya nilai historis yang tinggi.
"Namun begitu, kejadian seperti ini, semuanya 'geger'. Ya, ini koreksi buat pemerintah yang harus diperbaiki," ujar politikus PDIP itu.
BACA JUGA: Ini Lho Anggota Banser yang Ditampar Kiai, Pengakuannya Mengejutkan
Mantan Anggota DPR RI itu mengatakan kepemilikan bangunan atau benda cagar budaya harus jelas agar tidak terjadi persoalan.
Pada kasus di Sukoharjo, Gubernur Ganjar khawatir itu punya perseorangan dan mau jual.
BACA JUGA: Viral Anggota Banser Ditampar Kiai, Gus Salam Angkat Bicara
"Ya, kalau begitu memang ada hak perdata-nya, tetapi itu kan ada pelanggaran yang dilakukan. Saya rasa mesti ada kritiknya soal ini," ucapnya.
Selain menerjunkan tim untuk keperluan identifikasi, Ganjar saat ini menunggu hasil penyelidikan kepolisian terkait perusakan tembok bekas Keraton Kartasura guna mengetahui pihak-pihak yang terlibat.
Dia berharap penyelidikan itu dapat mengungkap siapa yang menjual, siapa pembeli dan bisa diketahui pemilik tanahnya.
"Dengan merunut itu, kita bisa tahu ini bangunan bersejarah, kok bisa diperjualbelikan sehingga dilakukan tindakan yang tidak tepat," kata Ganjar.
Diketahui, tembok Keraton Kartasura yang sengaja dirusak itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dan dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 sehingga ada sanksi bagi yang merusak-nya. (ant/fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam